Friday, June 8, 2012

Askep Anemia

ANEMIA


A.       Konsep Dasar
1.         Anatomi-Fisiologi
Darah merupakan bentuk jaringan ikat khusus, terdiri atas elemen pembentuk yaitu sel-sel darah, trombosit dan plasma darah. Volume darah pada manusia dewasa sehat kurang lebih lima liter dan bila dibandingkan darah meliputi sekitar 8% berat badan. Darah terdiri dari tiga sel utama yaitu sel darah merah, sel darah putih, dan platelet. Setiap jenis sel darah menjalani beberapa tahap kematangan dan diferensiasi yang kompleks ketika berkembang dari sel induk menjadi sel matur (matang). Pada orang dewasa, pembentukan sel darah terutama berada di dalam sumsum tulang.
Sel darah merah merupakan sel yang berdiferensiasi jauh dan mempunyai fungsi transpor oksigen. Sel darah putih adalah sel yang mengandung inti, melindungi tubuh dari invasi bakteri dan reaksi melawan terhadap benda atau jaringan asing, sedangkan platelet berperan dalam pelepasan sel-sel koagulasi.
2.         Pengertian
Secara umum anemia adalah pengurangan jumlah sel darah merah, kuantitas hemoglobin dan volume pada sel darah merah (hematokrit) per 100 ml darah. Menurut Fenstermacher dan Hudson (1997), anemia adalah berkurangnya secara signifikan massa sel darah merah sehingga kapasitas darah yang membawa oksigen menjadi berkurang.
Secara fisiologis, anemia terjadi apabila terdapat kekurangan jumlah hemoglobin untuk mengangkut oksigen ke jaringan sehingga tubuh akan mengalami hipoksia. Anemia bukan suatu penyakit atau diagnosis melainkan merupakan pencerminan ke dalam suatu penyakit atau dasar perubahan patofisilogis yang diuraikan oleh anamnese dan pemeriksaan fisik yang teliti serta didukung oleh pemeriksaan laboratorium.
3.         Etiologi
Anemia disebabkan oleh berbagai jenis penyakit, namun semua kerusakan tersebut secara signifikan akan mengurangi banyaknya oksigen yang tersedia untuk jaringan. Menurut Brunner dan Suddart (2001), beberapa penyebab anemia secara umum antara lain :
a.         Secara fisiologis anemia terjadi bila terdapat kekurangan jumlah hemoglobin untuk mengangkut oksigen ke jaringan.
b.        Akibat dari sel darah merah yang prematur atau penghancuran sel darah merah yang berlebihan.
c.         Produksi sel darah merah yang tidak mencukupi.
d.        Faktor lain meliputi kehilangan darah, kekurangan nutrisi, faktor keturunan, penyakit kronis dan kekurangan zat besi.
4.         Klasifikasi
Anemia dapat diidentifikasikan menurut morfologi sel darah merah serta indeks-indeksnya dan menurut etiologinya. Pada klasifikasi anemia menurut morfologi sel darah merah dan indeks-indeksnya terbagi menjadi :
a.        Menurut ukuran sel darah merah
Anemia normositik (ukuran sel darah merah normal), anemia mikrositik (ukuran sel darah merah kecil) dan anemia makrositik (ukuran sel darah merah besar).
b.        Menurut kandungan dan warna hemoglobin
Anemia normokromik (warna hemoglobin normal), anemia hipokromik (kandungan dan warna hemoglobin menurun) dan anemia hiperkromik (kandungan dan warna hemoglobin meningkat).
Menurut Brunner dan Suddart (2001), klasifikasi anemia menurut etiologinya secara garis besar adalah berdasarkan defek produksi sel darah merah (anemia hipoproliferatifa) dan destruksi sel darah merah (anemia hemolitika).
a.        Anemia Hipoproliferatifa
Sel darah merah biasanya bertahan dalam jangka waktu yang normal, tetapi sumsum tulang tidak mampu menghasilkan jumlah sel yang adekuat jadi jumlah retikulositnya menurun. Keadaan ini mungkin disebabkan oleh kerusakan sumsum tulang akibat obat dan zat kimia atau mungkin karena kekurangan hemopoetin, besi, vitamin B12 atau asam folat. Anemia hipoproliferatifa ditemukan pada :
1).      Anemia aplastik
Pada anemia aplastik, lemak menggantikan sumsum tulang, sehingga menyebabkan pengurangan sel darah merah, sel darah putih dan platelet. Anemia aplastik sifatnya kongenital dan idiopatik.
2).      Anemia pada penyakit ginjal
Secara umum terjadi pada klien dengan nitrogen urea darah yang lebih dari 10 mg/dl. Hematokrit menurun sampai 20 sampai 30 %. Anemia ini disebabkan oleh menurunnya ketahanan hidup sel darah merah maupun defisiensi eritropoetin.
3).      Anemia pada penyakit kronik
Berbagai penyakit inflamasi kronis yang berhubungan dengan anemia jenis normositik normokromik (sel darah merah dengan ukuran dan warna yang normal). Apabila disertai dengan penurunan kadar besi dalam serum atau saturasi transferin, anemia akan berbentuk hipokrom mikrositik. Kelainan ini meliputi arthritis reumatoid, abses paru, osteomielitis, tuberkulosis dan berbagai keganasan.
4).      Anemia defisiensi-besi
Anemia defisiensi besi adalah keadaan dimana kandungan besi tubuh total turun dibawah tingkat normal dan merupakan sebab anemia tersering pada setiap negara. Dalam keadaan normal tubuh orang dewasa rata-rata mengandung 3 - 5 gram besi, tergantung pada jenis kelamin dan besar tubuhnya.
Penyebab tersering dari anemia defisiensi besi adalah perdarahan pada penyakit tertentu (misal : ulkus, gastritis, tumor pada saluran pencernaan), malabsorbsi dan pada wanita premenopause (menorhagia). Menurut Pagana dan Pagana (1995), pada anemia defisiensi besi, volume corpuscular rata-rata (Mean Corpuscular Volume atau MCV), microcytic Red Blood Cells dan hemoglobin corpuscular rata-rata (Mean Corpuscular Haemoglobine atau MCH) menurun.
5).    Anemia megaloblastik
Anemia yang disebabkan oleh defisiensi vitamin B12 dan asam folat. Terjadi penurunan volume corpuscular rata-rata dan mikrositik sel darah merah. Anemia megaloblastik karena defisiensi vitamin B12 disebut anemia pernisiosa. Tidak adanya faktor instrinsik pada sel mukosa lambung yang mencegah ileum dalam penyerapan vitamin B12 sehingga vitamin B12 yang diberikan melalui oral tidak dapat diabsorpsi oleh tubuh sedangkan yang kita tahu vitamin B12 sangat penting untuk sintesa deoxyribonucleic acid (DNA).
Anemia megaloblastik karena defisiensi asam folat, biasa terjadi pada klien yang jarang makan sayur-mayur, buah mentah, masukan makanan yang rendah vitamin, peminum alkohol atau penderita malnutrisi kronis.
b.        Anemia Hemolitika
Pada anemia ini, eritrosit memiliki rentang usia yang memendek. Sumsum tulang biasanya mampu berkompensasi sebagian dengan memproduksi sel darah merah baru tiga kali atau lebih dibandingkan kecepatan normal. Ada dua macam anemia hemolitika, yaitu :
1).  Anemia hemolitika turunan (Sferositosis turunan)
Merupakan suatu anemia hemolitika dengan sel darah merah kecil dan splenomegali.
2).  Anemia sel sabit
Anemia sel sabit adalah anemia hemolitika berat akibat adanya defek pada molekul hemoglobin dan disertai dengan serangan nyeri. Anemia sel sabit adalah kerusakan genetik dan merupakan anemia hemolitik herediter resesif. Anemia sel sabit dikarenakan oklusi vaskuler dalam kapiler yang disebabkan oleh Red Blood Cells Sickled(RBCs) dan kerusakan sel darah merah yang cepat (hemolisis). Sel-sel yang berisi molekul hemoglobin yang tidak sempurna menjadi cacat, kaku dan berbentuk bulan sabit ketika bersirkulasi melalui vena. Sel-sel tersebut macet di pembuluh darah kecil dan memperlambat sirkulasi darah ke organ-organ tubuh. RBCs berbentuk bulan sabit hanya hidup selama 15-21 hari.
5.   Patofisiologi
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik dan invasi tumor. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi). Pada destruksi, masalahnya dapat diakibatkan karena defek sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah normal atau akibat beberapa faktor di luar sel darah merah yang menyebabkan destruksi sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi dalam sel fagositik atau dalam sistem retikuloendotelial terutama dalam hati dan limpa. Sebagai hasil samping proses ini, bilirubin yang terbentuk dalam fagosit, akan memasuki aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direfleksikan dengan peningkatan produksi plasma. Hal ini tercermin dalam anemia defisiensi besi.
Anemia defisiensi besi disebabkan cacat pada sintesis hemoglobin atau dapat dikatakan kurang pembebasan besi dari makrofag ke serum, sehingga kandungan besi dalam hemoglobin berkurang. Sedangkan yang kita tahu sebagian besar besi dalam tubuh dikandung dalam hemoglobin yang beredar dan akan digunakan kembali untuk sintesis hemoglobin setelah sel darah merah mati. Bila defisiensi besi berkembang, cadangan retikulo-endotelial (haemosiderin dan ferritin) menjadi kosong sama sekali sebelum anemia terjadi.
Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, seperti yang terjadi pada berbagai kelainan hemolitik, maka hemoglobin akan muncul dalam plasma (hemoglobinemia). Apabila konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas haptoglobin plasma (protein pengikat untuk hemoglobin bebas) untuk mengikat semuanya (apabila jumlahnya lebih dari sekitar 100 mg/dl), hemoglobin akan terdifusi dalam glomerulus ginjal dan ke dalam urin (hemoglobinuria). Jadi ada atau tidak adanya hemoglobinemia dan hemoglobinuria dapat memberikan informasi mengenai lokasi penghancuran sel darah merah abnormal pada klien dengan hemolisis dan dapat merupakan petunjuk untuk mengetahui sifat proses hemolitik tersebut.
Anemia pada pasien tertentu disebabkan oleh penghancuran sel darah merah yang tidak mencukupi, biasanya diperoleh dengan dasar :
a.         Hitung retikulosit dalam sirkulasi darah.
b.        Derajat proliferasi sel darah merah muda dalam sumsum tulang dan cara pematangannya.
c.         Ada atau tidak adanya hiperbilirubinemia dan hemoglobinemia.
6.         Manifestasi Klinis
Pada anemia, karena semua sistem organ dapat terlibat maka dapat menimbulkan manifestasi klinik yang luas. Manifestasi ini bergantung pada:
a.         Kecepatan kejadian anemia
b.        Durasi
c.         Kebutuhan metabolisme klien bersangkutan
d.        Adanya kelainan lain atau kecacatan
e.         Komplikasi tertentu atau keadaan penyerta kondisi yang menyebabkan anemia.
Karena jumlah sel darah merah berkurang, maka lebih sedikit oksigen yang dikirimkan ke jaringan. Kehilangan darah yang cepat sebanyak 30% dapat menyebabkan kolaps vaskuler pada individu yang sama. Namun penurunan hemoglobin dan hematokrit tanpa gejala yang tampak atau ketidakmampuan yang jelas secara bertahap biasanya dapat ditoleransi sampai 50%. Mekanisme kompensasi tubuh bekerja melalui :
a.         Peningkatan curah jantung dan pernapasan, karena itu menambah pengiriman oksigen ke jaringan-jaringan oleh sel darah merah.
b.        Meningkatkan pelepasan oksigen dan hemoglobin.
c.         Mengembangkan volume plasma dengan menarik cairan dari sela-sela jaringan.
d.        Redistribusi aliran darah ke organ-organ vital.
Individu yang telah mengalami anemia selama waktu yang cukup lama dengan kadar hemoglobin antara 9 –11 g/dl, hanya mengalami sedikit gejala atau tidak ada gejala sama sekali selain takikardi ringan selama latihan. Takikardi menggambarkan beban kerja dan curah jantung yang meningkat. Dispnea pada latihan biasanya terjadi bila kadar hemoglobin dibawah 7,5 g/dl yang merupakan manifestasi berkurangnya pengiriman oksigen. Kelemahan hanya terjadi bila kadar hemoglobin dibawah 6 g/dl. Dispnea istirahat bila dibawah 3 g/dl dan gagal jantung hanya pada kadar sangat rendah 2-2,5 g/dl, hal ini disebabkan karena otot jantung yang kekurangan oksigen tidak dapat menyesuaikan diri dengan beban kerja jantung yang meningkat.
Salah satu tanda yang paling sering dikaitkan dengan anemia adalah pucat. Ini diakibatkan berkurangnya volume darah, hemoglobin dan vasokontriksi untuk memperbesar pengiriman oksigen ke organ-organ vital. Warna kuku, telapak tangan, memban mukosa mulut dan konjungtiva dapat digunakan untuk menilai kepucatan.
7.         Pemeriksaan diagnostik
Data diagnosis didasarkan atas hasil :
a.        Penentuan klinis
1).      Anamnese (karena defek produksi sel darah merah atau destruksi sel darah merah).
2).      Pemeriksaan fisik.
b.        Pemeriksaan tambahan / laboratorium
Berbagai uji hematologis dilakukan untuk menentukan jenis dan penyebab anemia. Uji tersebut meliputi kadar hemoglobin dan hematokrit, indeks sel darah merah, penelitian sel darah putih, kadar besi serum, pengukuran kapasitas ikatan besi, kadar folat, kadar vitamin B12, hitung trombosit, waktu perdarahan, waktu protrombin dan waktu tromboplastin parsial.
Selain itu, perlu dilakukan pemeriksaan diagnostik untuk menentukan adanya penyakit akut atau kronis serta sumber kehilangan darah kronis.
8.         Penatalaksanaan
Penatalaksanaan anemia ditujukan untuk mencari penyebab dan mengganti darah yang hilang. Penatalaksanaan anemia berdasarkan jenisnya, yaitu :
a.        Anemia aplastik
Penatalaksanaannya meliputi transplantasi sumsum tulang dan terapi immunosupresif dengan antithimocyte globulin (ATG) yang diperlukan melalui jalur sentral selama 7-10 hari. Prognosis buruk jika transplantasi sumsum tulang tidak berhasil. Bila diperlukan dapat diberikan transfusi RBC rendah leukosit dan platelet (Phipps, Cassmeyer, Sanas & Lehman, 1995).
b.        Anemia defisiensi besi
Diatasi dengan mengobati penyebabnya dan mengganti zat besi secara farmakologis selama satu tahun. Laki-laki membutuhkan 10 mg/hari, wanita yang menstruasi 15 mg/hari dan postmenaupouse membutuhkan 10 mg/hari.

c.         Anemia megaloblastik
Untuk anemia megaloblastik yang disebabkan karena defisiensi vitamin B12 (anemia pernisiosa) dan defisiensi asam folat diobati dengan pemberian vitamin B12 dan asam folat oral 1 mg/hari.
d.        Anemia sel sabit
Pengobatannya mencakup pemberian antibiotik dan hidrasi dengan cepat dan dengan dosis yang besar. Pemberian tambahan asam folat setiap hari diperlukan untuk mengisi kekurangan asam folat yang disebabkan karena adanya hemolisis kronik. Transfusi hanya diperlukan selama terjadi krisis aplastik atau hemolitik. Pendidikan dan bimbingan yang terus-menerus termasuk bimbingan genetik, penting dilakukan untuk pencegahan dan pengobatan anemia sel sabit.
9.         Komplikasi
Ada tiga komplikasi yang umum terjadi pada anemia yaitu gagal jantung, kejang dan parestesia (perasaan yang menyimpang seperti rasa terbakar dan kesemutan).

B.       Asuhan Keperawatan
Proses keperawatan adalah suatu pendekatan holistik problem solving yang memerlukan ilmu, teknik dan keterampilan interpersonal dan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan klien dan keluarga (Iyer et. Al., 1996). Proses keperawatan terdiri dari lima tahap yang saling berhubungan yang terdiri dari pengkajian, perumusan diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
1.         Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan proses yang sistematik dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status klien (Iyer et. al., 1996). Proses pengkajian meliputi tiga komponen tahap pengkajian yaitu:
a.        Pengumpulan data
Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi yang sistimatis tentang klien termasuk kelemahan dan kekuatan klien. Data dikumpulkan dari klien, keluarga, orang terdekat, grafik dan rekam medik. Metode pengumpulan data yang utama adalah observasi, wawancara dan pemeriksaan fisik.
b.        Validasi data
c.         Identifikasi pola atau divisi
Data yang terkumpul membentuk data dasar klien. Data dasar selanjutnya akan digunakan untuk perbandingan nilai-nilai klien dan standar untuk memastikan keefektifan pengobatan, asuhan keperawatan dan pencapaian kriteria hasil.
Data dasar adalah data yang berisikan tentang:
a.      Identitas klien secara umum meliputi nama, alamat, usia, pekerjaan, suku dan tingkat pendidikan.
b.     Riwayat kesehatan pada waktu yang lampau baik yang ada hubungannya dengan kondisi sakit klien saat ini (anemia) maupun mengenai penyakit lain yang pernah diderita oleh klien dan bagaimana cara penanganannya.
c.      Riwayat kesehatan sekarang yang berisikan tentang alasan apa yang menyebabkan klien harus mendapat perawatan di rumah sakit.
d.     Aspek psikologis, sosial dan spiritual klien berhubungan dengan keadaan sakitnya seperti tingkat kecemasan dan pandangan klien secara spiritual tentang penerimaan terhadap kondisinya.
e.      Kebiasaan sehari-hari yang berisikan tentang kebiasaan klien dalam hal nutrisi, eliminasi, istirahat/tidur, personal hygiene serta aktivitas sehari-hari.
f.      Hasil pemeriksaan fisik yang digambarkan secara sistematis dengan menggunakan metode inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi dari rambut sampai kaki.
Dasar data pengkajian klien anemia pada aktivitas dan istirahat ditemukan adanya takikardia/takipnea, dispnea pada bekerja atau istirahat, kelemahan otot, penurunan kekuatan, postur lungkai, lesu, berjalan lambat dan tanda-tanda lain yang menunjukkan keletihan. Pada sistem sirkulasi ditemukan adanya kulit pucat, begitupula pada membran mukosa (konjungtiva, mulut, faring, bibir) dan dasar kuku, pengisian kapiler melambat, hipotensi postural, rambut kering, kuku mudah patah. Pada sistem eliminasi ditemukan distensi abdomen, ungkapan adanya hematemesis, melena, dan penurunan haluaran urine. Pada status nutrisi dan cairan ditemukan adanya penurunan berat badan, anoreksia, mual, muntah. Pada sistem neurosensori ditemukan ungkapan sakit kepala, pusing, ketidakmampuan berkonsentrasi, insomnia, kelemahan dan keseimbangan buruk. Pada sistem pernapasan ditemukan napas pendek pada istirahat dan aktivitas, takipnea, dispnea. Dalam hal keamanan juga dilakukan pengkajian dan ditemukan demam rendah, menggigil dan berkeringat malam.
2.         Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia yang berupa status kesehatan atau risiko perubahan pola dari individu dimana perawat secara pasti untuk menjaga status kesehatan, menurunkan membatasi dan mencegah morbiditas dan mortilitas (Carpenito, 2000)
Adapun diagnosa keperawatan yang mungkin timbul pada klien dengan anemia, menurut Marilynn E. Dongoes dalam Rencana Asuhan Keperawatan (1999) antara lain :
a.         Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrien ke sel.
b.        Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan kebutuhan.
c.         Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna, ketidakmampuan mencerna makanan/ absorpsi nutrien yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah normal.
d.        Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi dan neurologis, gangguan mobilitas, defisit nutrisi.
e.         Konstipasi atau diare berhubungan dengan penurunan masukan diit, perubahan proses pencernaan, efek samping terapi obat.
f.         Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan penurunan hemoglobin, prosedur invasif, kerusakan kulit.
g.        Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan.
3.         Perencanaan (Intervensi)
Intervensi keperawatan adalah suatu tindakan langsung pada klien yang dilaksanakan oleh perawat (Bulecheck & Mc. Closkey, 1989).
Tahapan dalam membuat intervensi adalah:
a.         Membuat prioritas urutan diagnosa keperawatan
b.        Menetapkan tujuan yang ingin dicapai sesuai dengan kondisi dan masalah.
c.         Menyusun rencana keperawatan sesuai dengan diagnosa yang telah ditegakkan.
Rencana tindakan yang disusun untuk Tn. A dengan Anemia Suspect Hemoroid Interna disesuaikan dengan kondisi klien. Adapun rencana asuhan keperawatan menurut Marilynn E. Dongoes dalam Rencana Asuhan Keperawatan (1999) antara lain :
a.        Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrien ke sel.
Tujuan             :  Perfusi jaringan adekuat
Kriteria hasil   :
1).      Tanda vital stabil
2).      Membran mukosa warna merah muda
3).      Pengisian kapiler baik
Intervensi        :
1).      Ukur tanda vital, kaji pengisian kapiler, warna kulit/membran mukosa, dasar kuku.
Rasional      :     Memberikan informasi tentang derajat/ keadekuatan perfusi jaringan dan membantu menentukan kebutuhan intervensi.
2).      Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi.
Rasional      :     Meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk kebutuhan seluler.
3).      Awasi upaya pernapasan, auskultasi bunyi napas, perhatikan bunyi adventisius.
Rasional      :     Dispnea, gemericik menunjukkan gagal jantung kanan karena regangan jantung lama/ peningkatan kompensasi curah jantung.
4).      Selidiki keluhan nyeri dada, palpitasi
Rasional      :     Iskemia seluler mempengaruhi jaringan miokardial/potensial risiko infark.
5).      Catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan dan tubuh hangat sesuai indikasi.
Rasional       :    Vasokontriksi (ke organ vital) menurunkan sirkulasi perifer.
6).      Awasi hasil pemeriksaan laboratorium, misalnya hemoglobin/ hematokrit dan jumlah sel darah merah, analisa gas darah
Rasional      :     Mengidentifikasi definisi dan kebutuhan pengobatan/respon terhadap terapi.
7).      Berikan sel darah merah darah lengkap/packed, produk darah sesuai indikasi. Awasi ketat untuk komplikasi transfusi.
Rasional      :     Meningkatkan jumlah sel pembawa oksigen, memperbaiki defisiensi untuk menurunkan perdarahan.
b.        Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan kebutuhan.
Tujuan                :     Peningkatan toleransi aktivitas (termasuk aktivitas sehari-hari)
Kriteria hasil      :    
1).      Tanda-tanda vital dalam batas normal
2).      Tak ada keluhan dalam beraktivitas
Intervensi           :
1).      Kaji kemampuan klien untuk melakukan tugas normal, catat laporan kelelahan, keletihan dan kesulitan menyelesaikan tugas.
Rasional      :     Mempengaruhi pilihan intervensi atau bantuan

2).      Awasi tekanan darah, nadi, pernapasan selama dan sesudah aktivitas, catat respon terhadap aktivitas (misal: peningkatan denyut jantung, tekanan darah, disritmia, pusing dan sebagainya).
Rasional      :     Manifestasi kordipulmonal dari upaya jantung dan paru-paru untuk membawa jumlah oksigen adekuat ke jaringan.
3).      Berikan lingkungan tenang. Pertahankan tirah baring. Pantau dan batasi pengunjung.
Rasional      :     Meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen tubuh.
4).      Ubah posisi klien dengan perlahan dan pantau terhadap pusing.
Rasional      :     Hipotensi postural atau hipoksia serebral dapat menyebabkan pusing, berdenyut dan peningkatan risiko cedera.
5).      Berikan bantuan dalam aktivitas/ambulasi bila perlu, memungkinkan klien untuk melakukan sebanyak mungkin.
Rasional      :     Membantu bila perlu, harga diri ditingkatkan bila klien melakukan sesuatu sendiri.
6).      Tingkatkan tingkat aktivitas sesuai toleransi.
Rasional      :     Meningkatkan secara bertahap tingkat aktivitas sampai normal dan memperbaiki turus otot/stamina, tanpa kelemahan.
7).      Anjurkan klien untuk menghentikan aktivitas bila palpitasi, nyeri dada, napas pendek, kelemahan atau pusing terjadi.
Rasional      :     Regangan/stress kardiopulmonal berlebihan/ stress dapat menimbulkan dekompensasi/ kegagalan.
c.         Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna, ketidakmampuan mencerna makanan/ absorpsi nutrien yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah normal.
Tujuan                :     Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil      :
1).      Berat badan stabil
2).      Membran mukosa lembab
3).      Peningkatan toleransi aktivitas
Intervensi           :
1)        Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai.
Rasional      :     Mengidentifikasi definisi, menduga kemungkinan intervensi.
2)        Observasi dan catat masukan makanan klien.
Rasional      :     Mengawasi masukan kalori atau kualitas kekurangan konsumsi makanan.
3)        Timbang berat badan setiap hari.
Rasional      :     Mengawasi penurunan berat badan atau efektifitas intervensi nutrisi.
4)        Berikan makanan sedikit dan frekuensi sering.
Rasional      :     Masukan sedikit dapat menurunkan kelemahan dan meningkatkan pemasukan juga mencegah distensi gaster.
5)        Berikan dan bantu hygiene mulut yang baik sebelum dan sesudah makan
Rasional      :     Meningkatkan nafsu makan dan pemasukan oral, menurunkan pertumbuhan bakteri.
d.        Risiko terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi dan neurologis, gangguan mobilitas, defisit nutrisi.
Tujuan                :     Integritas kulit dapat dipertahankan
Kriteria hasil      :
1).      Membran mukosa lembab
2).      Elastisitas kulit kembali dalam satu detik.
3).      Pengisian kapiler baik.
Intervensi           :
1).      Kaji integritas kulit, catat perubahan turgor, gangguan warna, hangat lokal, eritema, ekskoriasi.
Rasional      :     Kondisi kulit dipengaruhi oleh sirkulasi, nutrisi dan mobilisasi. Jaringan dapat menjadi rapuh dan cenderung untuk infeksi dan rusak.
2).      Ubah posisi secara periodik dan pijat permukaan tulang bila klien tidak bergerak atau di tempat tidur.
Rasional      :     Meningkatkan sirkulasi ke semua area kulit, membatasi iskemia jaringan/mempengaruhi hipoksia selular.
3).      Ajarkan agar permukaan kulit tetap bersih dan kering
Rasional      :     Area lembab terkontaminasi memberikan media yang sangat baik untuk pertumbuhan organisme patogenik.
4).      Bantu untuk latihan rentang gerak pasif atau aktif
Rasional      :     Menghindari kerusakan kulit dengan mencegah/menurunkan tekanan terhadap permukaan kulit.
e.         Konstipasi atau diare berhubungan dengan penurunan masukan diet, perubahan proses pencernaan, efek samping terapi obat.
Tujuan                :     Fungsi usus kembali normal

Kriteria hasil      :
1).      Tidak ada gangguan usus
2).      Peningkatan nafsu makan
Intervensi           :
1).      Observasi warna feses, konsistensi, frekuensi dan jumlah.
Rasional      :     Membantu mengidentifikasi penyebab/faktor pemberat dan intervensi yang tepat.
2).      Auskultasi bising usus.
Rasional      :     Bunyi usus secara umum meningkat pada diare dan menurun pada konstipasi.
3).      Awasi masukan dan haluaran dengan perhatian khusus pada makanan/cairan.
Rasional      :     Dapat mengidentifikasi dehidrasi, kehilangan berlebihan atau alat dalam identifikasi defisiensi diit.
4).      Dorong masukan cairan 2500-3000 ml/hari.
Rasional      :     Membantu dalam memperbaiki konsistensi feses bila konstipasi dan membantu mempertahankan status hidrasi pada diare.
5).      Hindari makanan yang membentuk gas.
Rasional      :     Menurunkan distres gastrik dan distensi abdomen.
f.          Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan penurunan hemoglobin, prosedur invasif, penyakit kronis.
Tujuan                :     Mencegah/menurunkan risiko infeksi
Kriteria hasil      :
1).      Luka bebas drainase, purulen atau eritema dan demam
2).      Tanda-tanda vital normal
3).      Hemoglobin normal (14 – 16 g%)
Intervensi           :
1).      Tingkatkan cuci tangan yang baik oleh pemberi perawatan dan klien.
Rasional      :     Mencegah kontaminasi silang.
2).      Pertahankan teknik aseptik ketat pada prosedur/perawatan luka.
Rasional      :     Menurunkan risiko infeksi bakteri.
3).      Dorong perubahan posisi atau ambulasi yang sering, latihan batuk dan napas dalam.
Rasional      :     Meningkatkan ventilasi semua segmen paru dan membatu memobilisasi sekresi untuk mencegah pneumonia.
4).      Tingkatkan masukan cairan adekuat.
Rasional      :     Membantu dalam pengenceran sekret pernapasan untuk mempermudah pengeluaran dan mencegah stasis cairan tubuh.
5).      Pantau suhu, catat adanya menggigil dan takikardia dengan atau tanpa demam.
Rasional      :     Adanya proses inflamasi/infeksi membutuhkan evaluasi atau pengobatan.
6).      Amati eritema/cairan luka.
Rasional      :     Indikator infeksi lokal.
7).      Beri antibiotik oral selama indikasi.
Rasional      :     Antibiotik dapat menurunkan risiko infeksi.
g.        Kurang pengerahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan.
Tujuan               :     Pemahaman proses penyakit, prosedur diasnogtik dan rencana keperawatan meningkat.
Intervensi           :
1).      Berikan informasi tentang anemia secara spesifik.
Rasional      :     Memberikan dasar pengetahuan sehingga klien dapat membuat pilihan yang tepat, menurunkan ansietas dan dapat meningkatkan kerja sama dalam program terapi.
2).      Tinjau tujuan dan persiapan untuk pemeriksaan diagnostik.
Rasional      :     Ansietas/takut tentang ketidaktahuan mening-katkan tingkat stress, yang selanjutnya mening-katkan beban jantung.
3).      Diskusikan pentingnya hanya meminum obat yang dianjurkan.
Rasional      :     Kelebihan dosis obat dapat menjadi toksik.
4).      Diskusikan peningkatan kerentanan terhadap infeksi, tanda dan gejala yang memerlukan intervensi medis, misal: demam, sakit tenggorokan, eritema/luka basah.
Rasional      :     Penurunan produksi leukosit potensial risiko untuk infeksi.
4.         Implementasi
Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik (Iyer et. al., 1996). Selama tahap implemetasi, perawat melaksanakan rencana asuhan keperawatan. Instruksi keperawatan diimplementasikan untuk membantu klien memenuhi kriteria hasil. Komponen tahap implementasi antara lain :
a.         Tindakan keperawatan mandiri.
b.        Tindakan keperawatan kolaboratif.
c.         Dokumentasi tindakan keperawatan dan respon klien terhadap tindakan keperawatan.
Implementasi yang akan dilakukan sesuai intervensi yang telah disusun adalah sebagai berikut :
a.        Diagnosa perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrien ke sel. Implementasi yang dilakukan antara lain :
1).      Mengukur tanda vital, mengkaji pengisian kapiler, warna kulit/membran mukosa, dasar kuku.
2).      Meninggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi.
3).      Mengawasi upaya pernapasan, mengauskultasi bunyi napas, memperhatikan bunyi adventisius.
4).      Menyelidiki keluhan nyeri dada, palpitasi.
5).      Mencatat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan dengan tubuh hangat sesuai indikasi.
6).      Mengawasi pemeriksaan laboratorium, misal hemoglobin, hematokrit, sel darah merah, analisa gas darah.
7).      Memberikan sel darah merah lengkap/packed, produksi darah sesuai indikasi. Awasi ketat untuk komplikasi tansfusi.
b.        Diagnosa intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan kebutuhan. Implementasi yang dilakukan antara lain :
1).      Mengkaji kemampuan klien untuk melakukan tugas normal. Mencatat laporan kelelahan, keletihan dan kesulitan dalam menyelesaikan tugas.
2).      Mengawasi tekanan darah, nadi, frekuensi pernapasan selama dan sesudah aktifitas. Mencatat respon terhadap aktivitas.
3).      Memberikan lingkungan yang tenang, mempertahankan tirah baring, memantau dan membatasi pengunjung.
4).      Mengubah posisi klien dengan perlahan dan memantau terhadap pusing.
5).      Memberikan bantuan dalam aktivitas/ambulasi bila perlu, memungkinkan klien untuk melakukan sebanyak mungkin.
6).      Meningkatkan tingkat aktivitas sesuai toleransi.
7).      Menganjurkan klien untuk menghentikan aktivitas bila palpitasi, nyeri dada, napas pendek, kelemahan atau pusing terjadi.
c.         Diagnosa perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna, ketidakmampuan mencerna makanan/absorpsi nutrien yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah normal. Implementasi yang dilakukan antara lain :
1).      Mengkaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai.
2).      Mengobservasi dan mencatat masukan makanan.
3).      Menimbang berat badan setiap hari.
4).      Memberikan makanan sedikit dan frekuensi sering.
5).      Memberikan dan membantu oral hygiene mulut yang baik sebelum dan sesudah makan.
d.        Diagnosa konstipasi atau diare berhubungan dengan penurunan masukan diit, perubahan proses pencernaan, efek samping terapi obat.
1).      Mengobservasi warna feses, konsistensi, frekuensi dan jumlah.
2).      Mengauskultasi bising usus.
3).      Mengawasi masukan dan haluaran dengan perhatian khusus pada makanan/cairan.
4).      Mendorong masukan cairan 2500-3000 ml/hari.
5).      Menghindari makanan yang membentuk gas.
e.         Diagnosa risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi dan neurologis, gangguan mobilitas, defisit nutrisi. Implementasi yang dilakukan antara lain :
1).      Mengkaji integritas kulit, mencatat perubahan turgor, gangguan warna, hangat lokal, eritema, ekskoriasi.
2).      Mengubah posisi secara periodik.
3).      Mengajarkan agar permukaan kulit tetap kering dan bersih.
4).      Membantu untuk latihan rentang gerak pasif atau aktif.
f.          Diagnosa risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan denagn penurunan hemoglobin, prosedur invasif, penyakit kronis. Implementasi yang dilakukan antara lain :
1).      Meningkatkan cuci tangan yang baik oleh pemberi perawatan dan klien.
2).      Mempertahankan teknik aseptik ketat pada prosedur/perawatan luka.
3).      Mendorong perubahan posisi atau ambulasi yang sering, latihan napas dalam dan batuk efektif.
4).      Meningkatkan masukan cairan adekuat.
5).      Memantau suhu, mencatat adanya menggigil dan takikardia dengan atau tanpa demam.
6).      Mengamati eritema atau cairan luka.
7).      Memberikan antibiotik oral selama indikasi.
g.        Diagnosa kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan. Implementasi yang dilakukan antara lain :
1).      Mengkaji pemahaman klien tentang penyakit yang diderita dan harapan untuk hidup.
2).      Memberikan informasi tentang anemia.
3).      Meninjau tujuan dan persiapan untuk pemerikasaan diagnostik.
4).      Mendiskusikan pentingnya hanya meminum obat yang dianjurkan.
5).      Mendiskusikan peningkatan kerentanan terhadap infeksi, tanda dan gejala yang memerlukan intervensi medis, misal : demam, eritema/luka basah.


5.         Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual uintuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawaatan, rencana tindakan dan pelaksanaan sudah berhasil dicapai (Ignatanicius & Bayne, 1994).
Evaluasi harus dilakukan untuk mengetahui keefektifan dari rencana dan tindakan keperawatan. Setiap diagnosa mempunyai kriteria yang harus dipenuhi :
a.         Diagnosa perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrien ke sel. Rencana tindakan dikatakan berhasil bila mencapai kriteria hasil yang telah ditetapkan yaitu tanda vital stabil, membran mukosa warna merah muda, pengisian kapiler baik.
b.        Diagnosa intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidak-seimbangan antara suplai oksigen dan kebutuhan. Rencana tindakan dikatakan berhasil bila mencapai kriteria hasil yang telah ditetapkan yaitu tanda-tanda vital dalam batas normal, tak ada keluhan dalam beraktivitas dan peningkatan aktivitas secara bertahap.
c.         Diagnosa perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna, ketidakmampuan mencerna makanan/ absorpsi nutrien yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah normal. Rencana tindakan dikatakan berhasil bila mencapai kriteria hasil yang telah ditetapkan yaitu berat badan stabil, membran mukosa lembab dan peningkatan toleransi aktivitas.
d.        Diagnosa risiko terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi dan neurologis, gangguan mobilitas defisit nutrisi. Rencana tindakan dikatakan berhasil bila mencapai kriteria hasil yang telah ditetapkan yaitu membran mukosa lembab, elastisitas kulit kembali dalam satu detik dan pengisian kapiler baik.
e.         Diagnosa konstipasi atau diare berhubungan dengan penurunan masukan diit, perubahan proses pencernaan, efek samping terapi obat. Rencana tindakan dikatakan berhasil bila mencapai kriteria hasil yang telah ditetapkan yaitu tidak ada gangguan usus dan peningkatan nafsu makan.
f.         Diagnosa risiko tinggi infeksi berhubungan dengan penurunan hemoglobin, prosedur invasif, penyakit kronis. Rencana tindakan dikatakan berhasil bila mencapai kriteria hasil yang telah ditetapkan yaitu hemoglobin normal (14 – 16 g%), luka bebas drainase, purulen atau eritema dan demam serta tanda-tanda vital normal.
g.        Diagnosa kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan. Rencana tindakan dikatakan berhasil bila mencapai kriteria hasil yang telah ditetapkan yaitu pemahaman tentang proses penyakit, prosedur diagnostik dan rencana keperawatan meningkat
Klien keluar dari siklus diagnosa keperawatan apabila kriteria hasil telah tercapai dan akan masuk kembali ke dalam siklus keperawatan apabila kriteria hasil belum tercapai.






















DAFTAR PUSTAKA


Carpenito, L. J. (2001). Buku saku diagnosa keperawatan (edisi kedelapan). Jakarta : EGC.

Doengoes, Marillyn E., Mary Frances Moorhouse., & Alice C. Geissler. (1999). Rencana asuhan keperawatan (edisi ketiga). Jakarta : EGC.

Hoffbrand, A.V., J.E. Pettit., Mary Frances Moorhouse., & Alice C. Geissler.(1996) Kapita selekta hematologi (edisi kedua). Jakarta : EGC.

Leeson, C. Rolland., Thomas s. Leeson., & Anthony A. Paparo. (1996) Buku ajar histologi (edisi kelima). Jarta : EGC.

Mansjoer, Arif., Supiohaita., Wahyu Ika Wardhani., & Wiwiek Setiowulan. (2000). Kapita selekta kedokteran 2 (edisi ketiga).Jakarta : Media Aesculapius.

Price, Sylvia. A., Lorraine M. Wilson. (1994) Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit 1 (edisi keempat). Jakarta : EGC.

Reeves, Charlene J., Gayle Roux., & Robin Lockhart. (2001). Keperawatan medikal bedah (edisi pertama). Jakarta : Salemba Medika.

Smeltzer, Suzanne C., Brenda G. Bare. (2001). Buku ajar keperawatan medikal bedah Brunner-Suddart (edisi kedelapan). Jakarta : EGC.

Tjokronegoro., Hendar Utama. (2001). Buku ajar ilmu penyakit dalam 2 (edisi ketiga). Jakarta : Balai penerbit FKUI.


No comments:

Post a Comment