Saturday, May 12, 2012

Asma


1.         Konsep Asma
a.    Definisi asma
    Asma adalah  suatu gangguan pada saluran bronkial yang mempunyai ciri bronkospasme periodik (kontraksi spasme pada saluran nafas) terutama pada percabangan trakeobronkial yang dapat diakibatkan oleh berbagai stimulus seperti oleh faktor biokemikal, endokrin, infeksi, otonomik, dan psikologi (Somantri, 2009).
    Asma merupakan jenis penyakit penyempitan paru–paru yang sifatnya reversible (kadang–kadang menyerang dan kadang–kadang sehat). Asma merupakan jenis penyakit saluran pernafasan yang hiperaktif menahun disertai dengan episode bronkhokontriksi (penyempitan saluran pernafasan). Penyakit ini ditandai dengan adanya kepekaan yang luar biasa dari bronkhus (saluran nafas) terhadap banyak jenis rangsangan. Asma juga merupakan gejala klinik yang dapat mengakibatkan terjadinya gangguan jalan nafas yang bervariasi (Mulyani & Gunawan, 2000 ).
    Asma adalah suatu penyakit saluran pernapasan bagian bawah yang disebabkan oleh alergi. Gejalanya seperti sesak napas, sulit menarik dan mengeluarkan nafas, kadang disertai bunyi mengik dan batuk yang disebabkan gangguan kontraksi (penyempitan saluran pernafasan) (Widjaja, 2001).
    Asma bronkhial adalah suatu keadaan dimana saluran napas mengalami penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan dan penyempitan yang bersifat sementara. Asma merupakan penyakit paru yang tidak menular, dengan gejala berupa serangan sesak, napas bunyi (mengi), dan batuk berulang (Junaidi, 2006).
    Asma  merupakan suatu keadaan ketika saluran pernafasan  mengalami penyempitan  karena hiperaktivitas terhadap rangsang tertentu yang menyebabkan adanya peradangan. Penyakit inflamasi (radang) kronik saluran napas menyebabkan peningkatan respons berlebihan pada jalan napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi (napas berbunyi ngik-ngik), sesak napas, dada terasa berat, dan batuk–batuk terutama malam menjelang dini hari. Gejala tersebut terjadi berhubungan dengan gangguan pada jalan napas yang luas, bervariasi, dan sering bersifat dapat membaik sendiri dengan atau tanpa pengobatan (Akmal, et,al, 2010).
    Dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa asma adalah terjadinya sesak nafas akibat peningkatan produksi mukus yang berlebihan, terjadinya edema pada bronkus dan terjadinya penyempitan pada saluran pernafasan sebagai reaksi inflamasi/ peradangan yang ditandai dengan adanya suara wheezing/ mengik dan sifatnya reversible akibat terpapar oleh faktor-faktor pencetus terjadinya serangan asma.

b.      Tipe asma
    Menurut Somantri (2009) Tipe asma berdasarkan penyebabnya terbagi menjadi alergi, idiopatik, dan nonalergik atau campuran (mixed).
1)      Asma Alergik/ ekstrinsik, merupakan suatu bentuk asma dengan alergen seperti bulu binatang, debu, ketombe, tepung sari makanan, dan lain–lain. Alergen terbanyak adalah airbone dan musiman (seasonal). Klien dengan asma alergik biasanya mempunyai riwayat penyakit alergi pada keluarga dan riwayat pengobatan eksim atau rhinitis alergik. Paparan terhadap alergi akan mencetuskan serangan asma. Bentuk asma ini biasanya dimulai sejak kanak–kanak.
2)      Idiopatik atau nonalergik Asma/ intrisik, tidak berhubungan secara langsung dengan alergen spesifik. Faktor–faktor seperti common cold, infeksi saluran napas atas, aktivitas, emosi/ stres, dan polusi lingkungan akan mencetuskan serangan. Beberapa agen farmakologis, seperti antagonis β- adrenergic dan bahan sulfat (penyedap makanan) juga dapat menjadi faktor penyebab. Serangan dari asma idiopatik atau nonalergik menjadi lebih berat dan sering kali dengan berjalannya waktu dapat menjadi bronkitis dan emfisema. Pada dasarnya kasus dapat berkembang menjadi asma campuran. Bentuk asma ini biasanya dimulai ketika dewasa (> 35 tahun).
3)      Asma Campuran (Mixed Asma), merupakan bentuk asma yang paling sering. Dikarakteristikan dengan bentuk kedua jenis asma alergi dan idopatik nonalergi.
Berdasarkan rentang usia, penyakit asma dapat dikelompokan menjadi 2, yaitu    asma pada masa kanak-kanak dan asma pada masa remaja atau   dewasa (Mulyani & Gunawan, 2000).
1)      Asma pada masa kanak-kanak
    Dalam pengelompokan penyakit asma berdasarkan definisi, anak-anak termasuk dalam kelompok pertama. Mereka adalah kelompok penderita yang umurnya relatif masih muda dan paling sering terjadi pada anak-anak berusia antara 4-8 tahun. Asma pada anak-anak ini ditandai dengan gejala napas berbunyi akut. Namun, nantinya penyakit ini akan hilang pada waktu mereka menginjak usia remaja.
    Secara umum, sistem pertahanan diri pada anak-anak masih lemah, walaupun dibandingkan orang dewasa anak-anak lebih unggul dalam hal kemampuan pemulihan diri dari serangan penyakit. Anak-anak juga relatif dapat segera pulih bila terkena cedera. Namun, secara umum perkembangan faktor kekebalan dirinya terkadang tidak sejalan dengan pertambahan umurnya.
Sebagian besar anak-anak penderita asma umumnya mendapatkan bakat dari orang tua atau keluarganya. Banyak anak menderita asma disebabkan karena alergi. Seringkali alergi yang berasal dari makanan merupakan penyebab utama asma pada anak-anak. Namun, yang sering menjadi masalah sebenarnya adalah justru bahan-bahan iritan non-alergik yang banyak ditemui di rumah, misalnya rokok, obat nyamuk bakar, tungku kayu, jelaga dari kompor minyak tanah, dan semprotan aerosol.
    Pengendalian asma melalui cara lingkungan dibatasi oleh dua faktor. Pertama adalah banyaknya rangsangan yang bersifat non-alergik, misalnya perubahan cuaca dan infeksi saluran pernapasan atas. Kedua adalah keseganan banyak keluarga untuk mengubah kebiasaan dalam mengurangi atau menghilangkan penyebab asma, misalnya menyingkirkan binatang yang menimbulkan bulu-bulu halus berterbangan, menghindarkan debu masuk kekamar, dan menyingkirkan karpet atau permadani penimbun debu.
    Anak yang menderita asma tidak dapat dianggap sebagai calon pasien imunoterapi karena dalam banyak hal gejala asma pada anak-anak timbul justru diakibatkan oleh faktor-faktor non-alergik. Bahkan, ditemui kenyataan di saat alergi tampak berperan menjadi penyebab, pengobatan dengan imunoterapi ternyata tidak mendatangkan hasil. Oleh karenanya, imunoterapi pada anak-anak penderita asma tidak dipertimbangkan sebagai terapi pilihan, kecuali bagi penderita yang kadang-kadang kontak alergennya berperan penting serta gejalanya tak dapat dikendalikan dengan menghindarkan alergen dan jumlah obat yang dapat ditoleransi.
    Dalam perkembangan ilmu kedokteran sampai saat ini, tindakan farmakoterapi merupakan pilihan pengobatan utama bagi kebanyakan anak-anak asmatik. Banyaknya jenis obat dan peningkatan IPTEK tentang farmakologi klinis menyempurnakan pengendalian asma anak secara lebih baik. Fungsi paru-paru yang normal dan kehidupan normal yang stabil merupakan tujuan terapi yang sangat berhasil bagi kebanyakan anak.
    Obat-obat yang sering digunakan antara lain adalah obat-obat keturunan santin, seperti teofilina dan aminofilina, yang diberikan lewat (oral) mulut, sedangkan untuk gejala akut diberikan β-adrenergik lewat inhalasi (hisap), misalnya alupent dan ventrolin. Obat-obat lain yang secara umum dapat digunakan untuk tujuan terapi asma adalah golongan kortikosteroid, espektoran, antibiotik, dan antihistamin.
2)      Asma pada remaja dan orang dewasa
    Pada usia remaja dan dewasa, rangsangan pencetus asma jarang disebabkan oleh hanya satu faktor saja. Walaupun reaksi hipersensitivitas yang segera timbul merupakan faktor utama pada 1/3 dari penderita asma dewasa dan remaja, faktor keterlibatan infeksi, terutama virus, ikut berperan dalam memperburuk keadaan. Demikian pula alergi ternyata ikut berperan sebagai faktor pencetus asma dewasa, terutama bagi orang-orang yang mempunyai bakat keturunan. Faktor penginduksi lain bagi asma dewasa diantaranya adalah gerak badan, kontak terhadap udara dingin atau materi iritan lain seperti asap, embun, dan aerosol. Intoleransi aspirin (atau obat-obat anti radang non-steroid), dan terakhir faktor emosi. Sekalipun demikian, sejumlah episode asmatik yang timbul secara keseluruhan tak dapat dihubungkan dengan jelas kefaktor mana. Oleh karenanya, penyebab asma ini harus dianggap belum diketahui.
c.       Klasifikasi Asma
1)      Asma tidak aktif
Penderita asma tak aktif pada orang dewasa atau remaja ditandai dengan riwayat asma yang samar-samar. Kondisinya sering tak menampakan gejala asma dan ketika diperiksa fungsi paru-parunya ternyata normal. Demikian pula ketika diperiksa gas darah arterinya normal.
2)      Asma ringan
    Penderita asma ringan mengalami serangan asma kurang dari 2 episode asma perbulan. Gejalanya tidak melumpuhkan dan mudah dipulihkan dengan aerosol bronkodilator.
3)      Asma sedang
    Penderita asma sedang mengalami serangan asma hampir setiap minggu. Sifatnya serangan menetap sampai berjam-jam dalam beberapa hari. Gejalanya bersifat kronik dan mengganggu kehidupan sehari-hari.
4)      Asma berat
    Penderita asma berat mengalami gejala serangan setiap hari, menderita asma kontinu, dan pola kehidupan harian mereka mengalami kemunduran dengan sangat jelas. Penderita asma berat selalu disertai dengan fungsi paru-paru yang abnormal. Jenis asma ini memerlukan terapi jangka panjang, berminggu-minggu sampai berbulan-bulan.
5)      Status Asmatikus
Penderita yang mengalami status asmatikus menderita asma berat setiap hari, terus-menerus, dan mengalami kesulitan pernapasan secara nyata. Respon terhadap pengobatan yang dilakukan berlangsung hanya perlahan-lahan. Fungsi paru-paru sangat terganggu sehingga penderita sering sering tak sanggup menjalani uji-uji yang dilakukan dirumah sakit. Pada tingkat ini, status gas darah menunjukan pada keadaan asam, mengalami kekurangan oksigen berat, dan terjadi peningkatan tajam kadar CO2 dalam darah (Mulyani & Gunawan, 2000 ).
d.      Etiologi
Sampai saat ini etiologi asma belum diketahui dengan pasti, suatu hal yang menonjol pada semua penderita asma adalah fenomena hiperreaktivitas bronkus. Bronkus penderita asma sangat peka terhadap rangsangan imunologi maupun non–imunologi. Oleh karena sifat inilah, maka serangan asma mudah terjadi ketika rangsangan baik fisik, metabolik, kimia, alergen, infeksi, dan sebagainya. Penderita asma perlu mengetahui dan sedapat mungkin menghindari rangangan atau pencetus yang dapat menimbulkan asma. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut (Somantri, 2009)
1)      Alergen utama, seperti debu rumah, spora jamur, dan tepung sari rerumputan.
2)      Iritan seperti asap, bau–bauan, dan polutan.
3)      Infeksi saluran napas terutama yang disebakan oleh virus.
4)      Perubahan cuaca yang ekstrem.
5)      Kegiatan jasmani yang berlebihan.
6)      Lingkungan kerja.
7)      Obat–obatan.
8)      Emosi.
9)      Lain–lain seperti, seperti refluks gastroesofagus.
            Menurut Widjaja ( 2001 ) penyebab asma adalah:
1)      Debu di dalam rumah, seperti debu dari kasur kapuk, permadani, sofa, pakaian yang disimpan lama dalam lemari, langit–langit rumah, buku–buku (arsip lama), dan asap rokok.
2)      Makanan, terutama jenis ikan laut, susu sapi, telur, dan cokelat. Juga makanan pedas, dingin, bergetah, asin, atau manis.
3)      Bulu binatang yang menempel di sofa, permadani, sprei, atau tirai (kelambu).
4)      Perubahan cuaca dan kelembaban udara.
    Banyak sebab yang dapat merupakan faktor pencetus serangan asma. Oleh karena itu para ahli sering mengatakan bahwa asma bronkial merupakan suatu kumpulan gejala sindrom asma bronkial; dan bukan suatu identitas penyakit.
    Berdasarkan faktor penyebabnya, serangan asma dapat dibedakan menjadi dua golongan besar. Pertama, golongan asma bronkial dengan gejala–gejala atopi baik secara klinis maupun laboratorik. Golongan ini disebut juga golongan alergik atau asma ekstrinsik. Penderita yang termasuk dalam golongan pertama ini pada umumnya sering mempunyai riwayat penyakit alergi lainnya. Kedua, golongan asma bronkiale dengan gejala–gejala nonatopi baik secara klinis maupun laboratorik. Tetapi dalam praktiknya tidak jarang ditemukan penderita yang termasuk kedua golongan itu sekaligus.

1)      Faktor Atopi (alergi/ekstrinsik)
    Serangan asma bronkial jenis ini disebabkan karena adanya interaksi antara antigen dengan antibodi ini dapat dibuktikan dari Tanya jawab (anamnesis), tes kulit, dan pemeriksaan laboratorik.
    Pada asma tipe alergik atau atopik ini, jenis alergen yang bertanggung jelas. Alergen tersebut merupakan bahan yang ada di lingkungan penderita sendiri dan masuk kedalam  tubuh penderita melalui berbagai cara.
    Menurut cara masuknya, alergen itu dapat pula dikelompokan sebagai alergen inhalan, alergen ingestan, dan alergen kontaktan. Yang termasuk alergen inhalan adalah debu rumah, tepung sari, bulu burung, serpihan kulit, air liur atau bulu binatang peliharaan seperti anjing, kucing, spora jamur, dan lain–lain. Alergen ingestan masuk kedalam tubuh manusia melalui saluran pencernaan, diantaranya adalah susu, telur, ikan, dan berbagai makanan asal laut lainnya, obat–obatan dan bahan–bahan kimia. Alergen kontaktan masuk ke dalam tubuh melalui permukaan kulit, misalnya obat–obatan (salep), logam (perhiasan dan jam tangan), dan lain–lain.
2)      Faktor Nonatopi (Nonalergi)
          Pada golongan kedua ini tidak jelas peranan dan landasan reaksi imunologik dalam mencetuskan serangan asma bronkial.
a)      Zat–zat kimia nonalergik yang bersifat sebagai iritan. Termasuk diantaranya adalah ozon, nitrogen, eter, sulfur oksida, karbon dioksida, silikat, dan polutan udara lainnya.
b)      Faktor fisik seperti perubahan iklim atau cuaca, suhu lingkungan yang dingin, suhu panas, bau–bauan yang merangsang, udara yang lembab, kabut, dan lain–lain.
c)      Infeksi, terutama infeksi saluran napas oleh virus influenza, dapat mencetuskan serangan asma bronkial. Bahwa faktor infeksi bertanggung jawab atas 32–34 persen serangan asma pada anak–anak.
    Selain infeksi pada saluran napas, infeksi pada sinus. Tonsil atau polip hidung, juga dapat mencetuskan asma. Tidak jarang serangan asma  baru terjadi bertahun – tahun setelah infeksi tersebut diatas. Dalam upaya pengobatan dan pencegahan asma, faktor infeksi ini harus diperhatikan dengan ketelitian yang tinggi, dan segera diberantas jika ditemukan.
d)     Aktivitas fisik, dikenal dengan sebutan Exercise-Induced-Asthma. Kelelahan karena aktivitas fisik ini sering terjadi pada anak–anak dan orang dewasa, terutama pada saat suhu rendah dengan kelembaban udara yang kurang.
e)      Obat–obatan dan bahan–bahan kimia yang telah terbukti dapat mencetuskan serangan asma. Yang sering dijumpai adalah penggunaan aspirin dan zat warna Tartrazin. Dalam symposium diatas, dilaporkan bahwa serangan asma karena penggunaan aspirin ditemukan pada orang dewasa 10 persen.
f)       Ketegangan mental emosional banyak disebut–sebut oleh beberapa ahli sebagai faktor pencetus serangan asma. Mekanisme kerjanya masih belum jelas , tapi diperkirakan hampir separuh  serangan asma dipengaruhi oleh emosi. Faktor–faktor emosional seperti ujian, memonton film, kunjungan kerumah sakit, menghadiri pesta, tertawa terlalu bersemangat, siksaan atau caci maki dari orang tua atau guru sering kali mencetuskan serangan asma. Disamping itu, ketegangan emosional dapat pula timbul sebagai akibat ketidak harmonisan rumah tangga seperti rumah tangga yang berantakan, yatim atau piatu, hubungan antar orang tua yang tidak bahagia, dan keluarga dengan banyak anak.
g)      Faktor lain yang dikenal sebagai faktor intrisik. Faktor ini masih merupakan misteri karena hanya sedikit sekali yang telah diketahui oleh para ahli.
    Dari sekian banyak penyebab serangan asma, sulit sekali untuk mengetahui seberapa banyak peranan masing– masing faktor pada seorang penderita asma, dan untuk saat –saat tertentu pada penderita tertentu. Pada umumnya serangan asma dapat dicetuskan oleh beberapa faktor sekaligus. Kenyataan ini tidak jarang menimbulkan kesulitan yang cukup besar dalam upaya tindakan pencegahan asma bronkial.
    Faktor–faktor pencetus tersebut harus dicari pada seorang penderita asma jika menginginkan hasil pengobatan yang optimal. Faktor pencetus yang ditemukan itu dihilangkan atau dimanipulasi sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan kerewelan dikemudian hari (Tjen, 1986).
e.       Gambaran Klinis
 Gejala asma terdiri dari triad, yaitu dispnea, batuk, dan mengi. Gejala yang disebutkan terakhir yang sering dianggap sebagai gejala yang harus ada (sine quo non), data lain seperti terlihat pada pemeriksaan fisik.(Somantri, 2009).
f.       Patofisiologi
       Asma akibat alergi bergantung kepada respons IgE yang dikendalikan oleh limfosit T dan B seta diaktifkan oleh interaksi antara antigen dengan molekul IgE yang berikatan dengan sel mast. Sebagian besar alergen yang mencetuskan asma bersifat airbone dan agar dapat menginduksi keadaan sensitivitas, alergen tersebut harus tersedia dalam jumlah yang banyak untuk periode waktu tertentu. Akan tetapi, sekali sensitivisasi telah terjadi, klien akan memperlihatkan respons yang sangat baik, sehingga sejumlah kecil alergen yang mengganggu sudah  dapat menghasilkan eksaserbasi penyakit yang jelas.
    Obat yang paling sering berhubungan dengan dengan induksi episode akut asma adalah aspirin, bahan pewarna seperti tartazin, antagonis beta–adrenergik, dan bahan sulfat. Sindrom pernapasan sensitif–aspirin khususnya pada orang dewasa, walaupun keadaan ini juga dapat dilihat pada masa kanak–kanak. Masalah ini biasanya berawal dari rhinitis vasomotor perennial yang diikuti oleh rhinosinusitis hiperplastik dengan polip nasal. Baru kemudian muncul asma progresif.
    Klien yang sensitif terhadap aspirin dapat didesentisasi dengan pemberian obat setiap hari. Setelah menjalani bentuk terapi ini, toleransi silang juga akan terbentuk terhadap agen anti–inflamasi non–steroid lain. Mekanisme yang menyebabkan bronkospasme karena penggunaan aspirin dan obat lain tidak diketahui, tetapi mungkin berkaitan dengan pembentukan leukotrien yang diinduksi secara khusus oleh aspirin.
       Antagonis β–adrenergik biasanya menyebakan obstruksi jalan napas pada klien asma, sama halnya dengan klien lain, dapat menyebabkan peningkatan reaktivitas jalan napas dan hal itu harus dihindarkan. Oleh sulfat, seperti kalium metabisulfit, kalium dan natrium bisulfit, natrium sulfit dan sulfat klorida, yang secara luas digunakan diguanakan dalam industri makanan dan farmasi sebagai agen sanitasi serta pengawet dapat menimbulkan obstruksi jalan napas akut pada klien sensitif. Pajanan biasanya terjadi setelah menelan makanan atau cairan yang mengandung senyawa ini, seperti salad, buah segar, kentang, kerang, dan anggur.
    Pencetus–pencetus serangan di atas ditambah dengan pencetus lainnya dari internal klien akan mengakibatkan timbulnya reaksi antigen dan antibody. Reaksi antigen–antibodi akan mengeluarkan substansi pereda alergi yang sebetulnya merupakan mekanisme tubuh dalam menghadapi serangan. Zat yang dikeluarkan dapat berupa histamine, bradikinin, dan anafilatoksin. Hasil dari reaksi tersebut adalah timbulnya tiga gejala, yaitu berkontraksinya otot polos, peningkatan permeabilitas kapiler, dan peningkatan  sekret mukus, seperti terlihat pada gambar berikut ini.

 


              Gambar I – I : Skema patofisiologi Asma Bronkhial (Somantri, 2009)
                 Tabel 1-1: pengkajian untuk menentukan beratnya asma

Manifestasi klinis
               Skor 0
           Skor 1
1. Penurunan toleransi   beraktivitas
2. Penggunaan otot bantu pernapasan, adanya retraksi interkostal
3. Wheezing
4. RR per menit
5. Nadi ( pulse rate )
6. Teraba pulsus paradox
7. Puncak Expiratory Flow Rate ( L/menit )
Ya

Tidak ada



Tidak ada
< 25
<120
Tidak ada

>100
tidak

ada



ada
>25
>120
Ada

<100

Sumber: Black, J.M., dan Jacob, E.M.,1993
Keterangan: Skor ≥ 4 dicurigai sebagai asma berat, klien harus diobservasi untuk menentukan adakah respons dari terapi atau segera dikirim kerumah sakit (Somantri, 2009 ).
Tabel 1-2: perubahan dalam Arteri Blood Gas yang berhubungan dengan Asma

Ringan
Sedang
Berat
Status Asmatikus
paO2

PaCO2

pH
Elevasi

Menurun

Alkalosis
Normal sampai hipoksemia ringan.
Menurun sampai normal.
Alkalosis
Hipoksemia

Elevasi

Alkalosis
Hipoksemia berat.
Elevasi jelas

Asidosis
            
            Sumber : Black,J.M., dan Jacob, E.M., 1993 (Somantri, 2009).
g.      Penatalaksanaan
       Prinsip-prinsip penatalaksanaan asma bronkial adalah sebagai berikut.(Somantri, 2009).
1)      Diagnosis status asmatikus. Faktor penting yang harus diperhatikan :
a)     Saatnya serangan
b)   Obat-obatan yang telah diberikan  (macam dan dosis)
2)      Pemberian obat bronkodilator.
3)      Penilaian terhadap perbaikan serangan.
4)      Pertimbangan terhadap pemberian kortikosteroid.
5)      Penatalaksanaan setelah serangan mereda
a)     Cari faktor penyebab
b)   Modifikasi pengobatan penunjang selanjutnya.
Ada tujuh langkah penatalaksanaan asma (Junaidi, 2006):
1)      Pendidikan pada penderita dan keluarganya sehingga mengetahui karakteristik asma yang diderita.
2)      Menentukan klasifikasi asma untuk menentukan jenis obat dan dosisnya.
3)      Menghindari faktor pencetus yang bersifat beragam pada masing–masing penderita.
4)      Pemberian obat optimal.
5)      Mengatasi lebih dini kemungkinan meningkatnya serangan.
6)      Mengontrol secara berkala untuk evaluasi.
Meningkatkan kebugaran dengan olahraga yang dianjurkan, bersepeda, serta senam asma