Wednesday, April 17, 2013

CKD ( CHRONIC KIDNEY DISEASE )/Gagal ginjal Kronik


CKD ( CHRONIC KIDNEY DISEASE )

A.                PENGERTIAN

       Gagal ginjal kronik (GGK) biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut secara bertahap (Doenges, 1999; 626)
        Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah).  (Brunner & Suddarth, 2001; 1448)
         Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat,biasanya berlangsung beberapa tahun. (Price, 1992; 812)
            Sesuai dengan topik yang saya tulis didepan cronic kidney disease ( CKD ),pada dasarnya pengelolaan tidak jauh beda dengan cronoic renal failure ( CRF ), namun pada terminologi akhir CKD lebih baik dalam rangka untuk membatasi kelainan klien pada kasus secara dini, kerena dengan CKD dibagi 5 grade, dengan harapan klien datang/merasa masih dalam stage – stage awal yaitu 1 dan 2. secara konsep CKD, untuk menentukan derajat ( stage ) menggunakan terminology CCT ( clearance creatinin test ) dengan rumus stage 1 sampai stage 5. sedangkan CRF ( cronic renal failure ) hanya 3 stage. Secara umum ditentukan klien datang dengan derajat 2 dan 3 atau datang dengan terminal stage bila menggunakan istilah CRF.

B.               ETIOLOGI

·Infeksi misalnya pielonefritis kronik, glomerulonefritis
·Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna, stenosis arteria renalis
·Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa,sklerosis sistemik progresif
·Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik,asidosis tubulus ginjal
·Penyakit metabolik misalnya DM,gout,hiperparatiroidisme,amiloidosis
· Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik,nefropati timbal
·Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma, fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostat, striktur uretra, anomali kongenital pada leher kandung kemih dan uretra.
· Batu saluran kencing yang menyebabkan hidrolityasis

C.                PATOFISIOLOGI

            Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu. ( Barbara C Long, 1996, 368)
            Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis. (Brunner & Suddarth, 2001 : 1448).
            Klasifikasi
Gagal ginjal kronik dibagi 3 stadium :
-      Stadium 1 : penurunan cadangan ginjal, pada stadium kadar kreatinin serum normal dan penderita asimptomatik.
-        Stadium 2 : insufisiensi ginjal, dimana lebihb dari 75 % jaringan telah rusak, Blood Urea Nitrogen ( BUN ) meningkat, dan kreatinin serum meningkat.
-          Stadium 3 : gagal ginjal stadium akhir atau uremia.
   K/DOQI merekomendasikan pembagian CKD berdasarkan stadium dari tingkat penurunan     LFG :
-        Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan LFG yang  masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2
-     Stadium 2   : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara 60-89    mL/menit/1,73 m2
-        Stadium 3    : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m2
-        Stadium 4 : kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29mL/menit/1,73m2
-    Stadium5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15mL/menit/1,73m2 atau gagal ginjal    terminal.
Untuk menilai GFR ( Glomelular Filtration Rate ) / CCT ( Clearance Creatinin Test ) dapat digunakan dengan rumus :
Clearance creatinin ( ml/ menit ) = ( 140-umur ) x berat badan ( kg )
                                                                                72 x creatini serum
Pada wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85

         MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinik  antara lain (Long, 1996 : 369):
a.       Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan berkurang, mudah tersinggung, depresi
b.      Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal atau sesak nafas baik waktui ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai lekukan, pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah.
      Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2001 : 1449) antara lain : hipertensi, (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas sisyem renin -  angiotensin – aldosteron), gagal jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan berlebihan) dan perikarditis (akibat iriotasi pada lapisan perikardial oleh toksik, pruritis, anoreksia, mual, muntah, dan cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi).
      Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut:
a.       Gangguan kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, effusi perikardiac dan gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan irama jantung dan edema.
b.      Gannguan Pulmoner
Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum kental dan riak, suara krekels.
c.       Gangguan  gastrointestinal
Anoreksia, nausea, dan fomitus yang berhubungan dengan metabolisme protein dalam usus, perdarahan pada saluran gastrointestinal, ulserasi dan perdarahan mulut, nafas bau ammonia.
d.      Gangguan  muskuloskeletal
Resiles leg sindrom ( pegal pada kakinya sehingga selalu digerakan ), burning feet syndrom ( rasa kesemutan dan terbakar, terutama ditelapak kaki ), tremor, miopati ( kelemahan dan hipertropi otot – otot ekstremitas.
e.       Gangguan Integumen
kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning – kuningan akibat penimbunan urokrom, gatal – gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh.
f.       Gangguan endokrim
Gangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan menstruasi dan aminore. Gangguan metabolic glukosa, gangguan metabolic lemak dan vitamin D.
g.   Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa
biasanya retensi garam dan air tetapi dapat juga terjadi kehilangan natrium dan dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipomagnesemia, hipokalsemia.
h.   System hematologi
anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi eritopoetin, sehingga rangsangan eritopoesis pada sum – sum tulang berkurang, hemolisis akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia toksik, dapat juga terjadi gangguan fungsi trombosis dan trombositopeni.

D.      PEMERIKSAAN PENUNJANG

       Didalam memberikan pelayanan keperawatan terutama intervensi maka perlu pemeriksaan                   penunjang yang dibutuhkan baik secara medis ataupun kolaborasi antara lain :
1.Pemeriksaan lab.darah
-          hematologi
      Hb, Ht, Eritrosit, Lekosit, Trombosit
-          RFT ( renal fungsi test )
      ureum dan kreatinin
-          LFT (liver fungsi test )
-          Elektrolit
      Klorida, kalium, kalsium
-          koagulasi studi
      PTT, PTTK
-          BGA
2. Urine
-          urine rutin
-          urin khusus : benda keton, analisa kristal batu
3. pemeriksaan kardiovaskuler
-          ECG
-          ECO
4. Radidiagnostik
-          USG abdominal
-          CT scan abdominal
-          BNO/IVP, FPA
-          Renogram
-          RPG ( retio pielografi )

E.                 PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN

Penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan CKD dibagi tiga yaitu :
a)      Konservatif
-          Dilakukan pemeriksaan lab.darah dan urin
-          Observasi balance cairan
-          Observasi adanya odema
-          Batasi cairan yang masuk
b)      Dialysis
-          peritoneal dialysis
      biasanya dilakukan pada kasus – kasus emergency.
      Sedangkan dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut  adalah CAPD ( Continues Ambulatori Peritonial Dialysis )  
-          Hemodialisis
Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena dengan menggunakan mesin. Pada awalnya hemodiliasis dilakukan melalui daerah femoralis namun untuk mempermudah maka dilakukan :
-          AV fistule : menggabungkan vena dan arteri
-          Double lumen : langsung pada daerah jantung ( vaskularisasi ke jantung )
c)      Operasi
-          Pengambilan batu
-          transplantasi ginjal

I.                   DIAGNOSA KEPERAWATAN

Menurut Doenges (1999) dan Lynda Juall (2000), diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien CKD adalah:
1.      Penurunan curah jantung
2.      Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
3.      Perubahan nutrisi
4.      Perubahan pola nafas
5.      Gangguan perfusi jaringan
6.      Intoleransi aktivitas
7.      kurang pengetahuan tentang tindakan medis
8.      resti terjadinya infeksi

J.                  INTERVENSI

1.      Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang meningkat
Tujuan:
Penurunan curah jantung tidak terjadi dengan kriteria hasil :
mempertahankan curah jantung dengan bukti tekanan darah dan frekuensi jantung dalam batas normal, nadi perifer kuat dan sama dengan waktu pengisian kapiler
Intervensi:
a.       Auskultasi bunyi jantung dan paru
R: Adanya takikardia frekuensi jantung tidak teratur
b.      Kaji adanya hipertensi
R: Hipertensi dapat terjadi karena gangguan pada sistem aldosteron-renin-angiotensin (disebabkan oleh disfungsi ginjal)
c.       Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikanlokasi, rediasi, beratnya (skala 0-10)
R: HT dan GGK dapat menyebabkan nyeri
d.      Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas
R: Kelelahan dapat menyertai GGK juga anemia
2.      Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan edema sekunder : volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O)
Tujuan: Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan dengan kriteria hasil: tidak ada edema, keseimbangan antara input dan output
Intervensi:
a.       Kaji status cairan dengan menimbang BB perhari, keseimbangan masukan dan haluaran, turgor kulit tanda-tanda vital
b.      Batasi masukan cairan
R: Pembatasan cairan akn menentukan BB ideal, haluaran urin, dan respon terhadap terapi
c.       Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pembatasan cairan
R: Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam pembatasan cairan
d.      Anjurkan pasien / ajari pasien untuk mencatat penggunaan cairan terutama pemasukan dan haluaran
R: Untuk mengetahui keseimbangan input dan output

3.      Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah
Tujuan: Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat dengan kriteria hasil: menunjukan BB stabil
Intervensi:
a.       Awasi konsumsi makanan / cairan
R: Mengidentifikasi kekurangan nutrisi
b.      Perhatikan adanya mual dan muntah
R: Gejala yang menyertai akumulasi toksin endogen yang dapat mengubah atau menurunkan pemasukan dan memerlukan intervensi
c.       Beikan makanan sedikit tapi sering
R: Porsi lebih kecil dapat meningkatkan masukan makanan
d.      Tingkatkan kunjungan oleh orang terdekat selama makan
R: Memberikan pengalihan dan meningkatkan aspek sosial
e.       Berikan perawatan mulut sering
R: Menurunkan ketidaknyamanan stomatitis oral dan rasa tak disukai dalam mulut yang dapat mempengaruhi masukan makanan

4.      Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder: kompensasi melalui alkalosis respiratorik
Tujuan: Pola nafas kembali normal / stabil
Intervensi:
a.       Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles
  R: Menyatakan adanya pengumpulan sekret
b.      Ajarkan pasien batuk efektif dan nafas dalam
  R: Membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran O2
c.       Atur posisi senyaman mungkin
  R: Mencegah terjadinya sesak nafas
d.      Batasi untuk beraktivitas
  R: Mengurangi beban kerja dan mencegah terjadinya sesak atau hipoksia

5.      Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritis
Tujuan: Integritas kulit dapat terjaga dengan kriteria hasil :
-          Mempertahankan kulit utuh
-          Menunjukan perilaku / teknik untuk mencegah kerusakan kulit
Intervensi:
a.  Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskuler, perhatikan kadanya kemerahan
R: Menandakan area sirkulasi buruk atau kerusakan yang dapat menimbulkan pembentukan dekubitus / infeksi.
b.      Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membran mukosa
R: Mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi berlebihan yang mempengaruhi sirkulasi dan integritas jaringan
c.       Inspeksi area tergantung terhadap udem
R: Jaringan udem lebih cenderung rusak / robek
d.      Ubah posisi sesering mungkin
R: Menurunkan tekanan pada udem , jaringan dengan perfusi buruk untuk menurunkan iskemia
e.       Berikan perawatan kulit
R: Mengurangi pengeringan , robekan kulit
f.       Pertahankan linen kering
R: Menurunkan iritasi dermal dan risiko kerusakan kulit
g.  Anjurkan pasien menggunakan kompres lembab dan dingin untuk memberikan tekanan pada area pruritis
R: Menghilangkan ketidaknyamanan dan menurunkan risiko cedera
h.      Anjurkan memakai pakaian katun longgar
R: Mencegah iritasi dermal langsung dan meningkatkan evaporasi lembab pada kulit

6.   Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat, keletihan
Tujuan: Pasien dapat meningkatkan aktivitas yang dapat ditoleransi
Intervensi:
a.       Pantau pasien untuk melakukan aktivitas
b.      Kaji fektor yang menyebabkan keletihan
c.       Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat
d.      Pertahankan status nutrisi yang adekuat

7.   Kurang pengetahuan tentang  kondisi, prognosis dan tindakan medis (hemodialisa) b.d salah interpretasi informasi.
a.       Kaji ulang penyakit/prognosis dan kemungkinan yang akan dialami.
b.      Beri pendidikan kesehatan mengenai pengertian, penyebab, tanda dan gejala CKD  serta penatalaksanaannya (tindakan hemodialisa ).
c.       Libatkan keluarga dalam memberikan tindakan.
d.      Anjurkan keluarga untuk memberikan support system.
e.       Evaluasi pasien dan keluarga setelah diberikan penkes.
 
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC

Doenges E,  Marilynn, dkk. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perancanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC

Long, B C. (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan) Jilid 3. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan

Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (1995). Patofisiologi Konsep Kllinis Proses-proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC

Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC

Suyono, Slamet. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I II. Jakarta.: Balai Penerbit FKUI












Tuesday, April 16, 2013

ASKEP INFARK MIOKARD AKUT II


INFARK MIOKARD AKUT

A.  DEFINISI

   Infark miokard adalah kematian/nekrosis jaringan miokard akibat  penurunan    secara tiba-tiba aliran darah arteri koronaria ke jantung atau terjadinya peningkatan kebutuhan oksigen secara tiba-tiba tanpa perfusi arteri koronaria yang cukup.

B.  ETIOLOGI

Infark miokard dapat disebabkan oleh :

  1.      penyempitan kritis arteri koroner akibat ateriosklerosis atau oklusi arteri komplit akibat embolus atau trombus.
  2.           Penurunan aliran darah koroner dapat juga disebabkan oleh syok dan hemoragi. 
  3.             Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen miokard.

C.  TANDA DAN GEJALA

Tanda dan gejala infark miokard  ( TRIAGE ) adalah :
1.  Klinis
a.  Nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus-menerus tidak mereda, biasanya diatas region sternal bawah dan abdomen bagian atas, ini merupakan gejala utama.
b.     Keparahan nyeri dapat meningkat secaara menetap sampai nyeri tidak tertahankan lagi.
c.    Nyeri tersebut sangat sakit, seperti tertusuk-tusuk yang dapat menjalar ke bahu dan terus ke bawah menuju lengan (biasanya lengan kiri).
d. Nyeri mulai secara spontan (tidak terjadi setelah kegiatan atau gangguan emosional), menetap selama beberapa jam atau hari, dan tidak hilang dengan bantuan istirahat atau nitrogliserin (NTG).
e.     Nyeri dapat menjalar ke arah rahang dan  leher.
f.    Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin, diaforesis berat, pening atau kepala terasa melayang dan mual muntah.
g.    Pasien dengan diabetes melitus tidak akan mengalami nyeri yang hebat karena neuropati yang menyertai diabetes dapat mengganggu neuroreseptor (menumpulkan pengalaman nyeri)
2.  Laboratotium
Pemeriksaan Enzim jantung
CPK-MB/CPK
Isoenzim yang ditemukan  pada otot jantung  meningkat antara  4-6 jam, memuncak dalam 12-24 jam,  kembali normal dalam 36-48 jam.
LDH/HBDH
Meningkat dalam  12-24 jam dam memakan  waktu lama untuk kembali normal
AST/SGOT
Meningkat ( kurang nyata/khusus ) terjadi dalam 6-12 jam, memuncak dalam 24 jam, kembali normal dalam 3 atau 4  hari
3.    EKG
Perubahan EKG yang terjadi pada fase awal  adanya  gelombang T tinggi dan simetris. Setelah  ini terdapat elevasi segmen ST.Perubahan yang terjadi kemudian  ialah adanya  gelombang Q/QS yang menandakan adanya nekrosis.

D.  DIAGNOSTIK

`  Diagnosis AMI dapat ditegakkan  secara :
Ø  Anamnesis
§  Keluhan nyeri dada yang disebabkan oleh IMA ialah  sebagai berikut :
§  Nyeri  substernal, prekordial, epigastrium. Nyeri menjalar  ke lengan kiri , leher dan rahang.
§  Nyeri dada lebih dari 30 menit
§  Kualitas nyeri dada seperti ditekan, diremas, terasa berat
§  Nyeri dada tidak hilang  dengan istirahat atau pemberian  nitrat sublingual
§  Dapat disertai palpitasi , sesak nafas, banyak keringat dan
    pucat ( Schneider & Seckler, 1981 )
Skor nyeri menurut White
0             : Tak mengalami nyeri
1             : Nyeri pada satu sisi, tanpa mengganggu aktifitas
2             : Nyeri lebih pada satu tempat & mengakibatkan terganggunya aktifitas, misalnya kesulitan bangun dari tempat tidur, sulit menekuk kepala dll.
Ø  Pemeriksaan EKG
Perubahan EKG yang terjadi pada fase awal  adanya  gelombang T tinggi dan simetris.Setelah  ini terdapat elevasi segmen ST.Perubahan yang terjadi kemudian  ialah adanya  gelombang Q/QS yang menandakan adanya nekrosis.
Ø  Pemeriksaan Enzim jantung
CPK-MB/CPK
Isoenzim yang ditemukan  pada otot jantung  meningkat antara  4-6 jam, memuncak dalam 12-24 jam,  kembali normal dalam 36-48 jam.
LDH/HBDH
Meningkat dalam  12-24 jam dam memakan  waktu lama untuk kembali normal
AST/SGOT
Meningkat ( kurang nyata/khusus ) terjadi dalam 6-12 jam memuncak dalam 24 jam kembali normal dalam 3 atau 4  hari

E.  PENATALAKSANAAN

Tujuan penatalaksanaan medis adalah untuk meminimalkan kerusakan    miokard dengan: menghilangkan nyeri, memberikan istirahat dan mencegah timbulnya komplikasi seperti disritmia letal dan syok kardiogenik.
1.   Pemberian oksigen dilakukan saat awitan nyeri dada.
2.   Analgesik (morfin sulfat).
     Farmakoterapi :
Þ    Vasodilator untuk meningkatkan sulpai oksigen (NTG).
Þ    Antikoagulan (Heparin).
Þ    Trombolitik (streptokinase, aktivator plasminogen jenis jaringan <t-pA> , anistreplase) hanya akan efektif bila diberikan dalam 6 jam awitan nyeri dada, selama terjadi neurosis jaringan transmural.

PROSES KEPERAWATAN

Pengkajian

Tetapkan penatalaksanaan dasar untuk mendapatkan informasi tentang status terakhir pasien sehingga semua penyimpangan yang terjadi dapat segera diketahui.
1.   Riwayat atau adanya faktor-faktor resiko :
q   Penyakit pembuluh darah arteri.
q   Serangan jantung sebelumnya.
q   Riwayat keluarga atas penyakit jantung/serangan jantung positif.
q   Kolesterol serum tinggi (diatas 200 mg/L).
q   Perokok
q   Diet tinggi garam dan tinggi lemak.
q   Kegemukan.( BB idealTB –100 ± 10 % )
q   Wanita pasca menopause karena terapi estrogen.
2.   Pemeriksaan fisik berdasarkan pengkajian kardiovaskuler dapat menunjukan :
Ø  Nyeri dada berkurang dengan istirahat atau pemberian nitrat (temuan yang paling penting) sering juga disertai :
·         Perasaan ancaman pingsan dan atau kematian
·         Diaforesis.
·         Mual dan muntah kadang-kadang.
·         Dispneu.
·         Sindrom syok dalam berbagai tingkatan (pucat, dingin, kulit lembab atau basah, turunnya tekanan darah, denyut nadi yang cepat, berkurangnya nadi perifer dan bunyi jantung).
·         Demam (dalam 24 – 48 jam ).
3.   Kaji nyeri dada sehubungan dengan :
q   Faktor perangsang.
q   Kualitas.
q   Lokasi.
q   Beratnya.
4.   Pemeriksaan Diagnostik
q  EKG, menyatakan perpindahan segmen ST, gelombang Q, dan perubahan gelombang T.
q   Berdasarkan hasil sinar X dada terdapat pembesaran jantung dan kongestif paru.
q       Enzim jantung (Gawlinski, 1989)
· Kreatinin kinase (CK) – isoenzim MB mulai naik dalam 6 jam, memuncak dalam 18 – 24 jam dan kembali normal antara 3 – 4 hari, tanpa terjadinya neurosis baru.  Enzim CK – MB ssering dijadikan sebagai indikator Infark Miokard.
·  Laktat dehidrogenase (LDH) mulai meningkat dalam 6 – 12 jam, memuncak dalam 3 – 4 hari dan normal 6 –12 hari.
·      Aspartat aminotransferase serum (AST) mulai meningkat dalam 8 – 12 jam dan bertambah pekat dalam 1 – 2 hari.  Enzim ini muncul dengan kerusakan yang hebat dari otot tubuh.
q   Test tambahan termasuk pemeriksaan elektrolit serum, lipid serum, urinalisis, analisa gas darah (AGD).

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Gangguan perfusi jaringan
Dapat dihubungkan  dengan : Iskemik, kerusakan otot jantung, penyempitan / penyumbatan  pembuluh darah arteri koronaria
Kemungkinan dibuktikan oleh :
Ä Daerah perifer dingin
Ä EKG elevasi segmen ST & Q patologis pada lead tertentu
Ä RR lebih dari 24 x/ menit
Ä Kapiler refill Lebih dari 3 detik
Ä Nyeri dada
Ä Gambaran foto torak terdpat pembesaran jantung & kongestif paru ( tidak selalu )
Ä HR lebih dari 100 x/menit, TD > 120/80AGD dengan : pa O2 < 80 mmHg, pa Co2 > 45 mmHg dan Saturasi < 80 mmHg
Ä Nadi lebih dari 100 x/ menit
Ä Terjadi peningkatan enzim jantung yaitu CK, AST, LDL/HDL
Tujuan :
Gangguan perfusi  jaringan berkurang / tidak meluas selama dilakukan tindakan perawatan di RS.
Kriteria :
Daerah perifer hangat, tak sianosis, gambaran EKG tak menunjukan perluasan infark RR 16-24 x/ menit tak terdapat clubbing finger, kapiler refill 3-5 detik, nadi 60-100x / menit, TD 120/80 mmHg
Rencana Tindakan :
Ä Monitor Frekuensi dan irama jantung
Ä Observasi perubahan  status mental
Ä Observasi warna  dan suhu kulit / membran mukosa
Ä Ukur haluaran urin dan catat berat jenisnya
Ä Kolaborasi : Berikan cairan IV l sesuai indikasi
Ä Pantau Pemeriksaan diagnostik / dan laboratorium mis EKG, elektrolit , GDA( Pa O2, Pa CO2 dan saturasi O2 ). Dan  Pemberian oksigen

2. Nyeri
Dapat dihubungkan dengan: Iskemia jaringan sekunder terhadap  sumbatan arteri coroner.
Kemungkinan  dibuktikan oleh : nyeri dada dengan atau tanpa penyebaran, wajah meringis, gelisah, delirium  perubahan nadi  TD
Tujuan :
Nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan perawatan selama
Kriteria :
Nyeri dada berkurang misalnya dari skala 3 ke 2, atau dari 2 ke 1, ekpresi wajah  rileks / tenang, tak tegang , tidak gelisah  nadi 60-100 x / menit, Td 120/ 80 mmHg
Rencana tindakan :
Ä Observasi karakteristik, lokasi, waktu, dan perjalanan  rasa nyeri dada  tersebut.
Ä Anjurkan pada klien  menghentikan aktifitas selama ada serangan dan istirahat.
Ä Bantu klien  melakukan tehnik relaksasi, mis nafas dalam, perilaku distraksi, visualisasi, atau bimbingan imajinasi.
Ä Pertahankan Olsigenasi  dengan bikanul contohnya ( 2-4 L/ menit )
Ä Monitor tanda-tanda vital ( Nadi & tekanan darah ) tiap dua jam.
Ä Kolaborasi  dengan tim kesehatan  dalam pemberian analgetik.

3. Kemungkinan terhadap kelebihan  volume cairan ekstravaskuler
Faktor resiko meliputi :
Penurunan perfusi ginjal, peningkatan  natrium/ retensi air, peningkatan  tekanan hidrostatik atau penurunan protein plasma ( menyerap cairan  dalam area interstisial/ jaringan )
Kemunkinan dibuktikan oleh : tidak adanya tanda-tanda  dan gejala gejala membuat  diagnosa actual.
Tujuan :
Keseimbangan volume cairan dapat dipertahankan  selama dilakukan tindakan keperawatan selama di RS


Kriteria :
Mempertahankan  keseimbangan cairan seperti dibuktikan  oleh tekanan darah dalam batas normal, tak ada distensi  vena perifer/ vena dan edema  dependen, paru bersih dan  berat badan  ideal ( BB idealTB –100 ± 10 %)
Perencanaan tindakan :
Ä Ukur masukan / haluaran, catat penurunan , pengeluaran, sifat konsentrasi, hitung keseimbangan cairan
Ä Observasi adanya oedema dependen
Ä Timbang BB tiap hari
Ä Pertahankan masukan  total caiaran 2000 ml/24 jam dalam toleransi kardiovaskuler
Ä Kolaborasi : pemberian diet rendah natrium, berikan  diuetik.

4. Kerusakan pertukarann gas
Dapat dihubungkan oleh :
Gangguan aliran darah ke alveoli atau kegagalan utama paru, perubahan membran  alveolar- kapiler ( atelektasis , kolaps jalan nafas/ alveolar  edema paru/efusi, sekresi berlebihan / perdarahan aktif
Kemungkinan dibuktikan oleh :
Dispnea berat, gelisah, sianosis, perubahan GDA, hipoksemia
Tujuan :
Oksigenasi dengan GDA dalam rentang normal (pa O2 < 80 mmHg, pa Co2 > 45 mmHg dan Saturasi < 80 mmHg ) setelah dilakukan tindakan keperawtan selama di RS.
Kriteria hasil :
Tidak sesak nafas,  tidak gelisah,  GDA dala batas Normal ( pa O2 < 80 mmHg, pa Co2 > 45 mmHg dan Saturasi < 80 mmHg )
Tindakan :
Ä Catat frekuensi & kedalaman pernafasan, penggunaan otot Bantu pernafasan
Ä Auskultasi paru untuk  mengetahui penurunan / tidak adanya  bunyi nafas  dan adanya bunyi tambahan missal krakles, ronki dll.
Ä Lakukan tindakan untuk memperbaiki / mempertahankan jalan nafas misalnya , batuk,  penghisapan lendir dll.
Ä Tinggikan kepala / tempat tidur sesuai kebutuhan / toleransi pasien
Ä Kaji toleransi aktifitas misalnya  keluhan kelemahan/ kelelahan selama kerja atau tanda vital berubah.

5.   Intoleransi aktifitas dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari
Dapat dihubungakan dengan : ketidakseimbangan antar suplai oksigen miocard dan  kebutuhan, adanya iskemik/ nekrotik jaringan miocard.
Kemungkinan dibuktikan oeh :
Gangguan frekuensi jantung, tekanan darah dalam aktifitas, terjadinya disritmia, kelemahan umum
Tujuan :
Terjadi peningkatan toleransi  pada klien setelah dilaksanakan  tindakan keperawatan selama di RS
Kriteria : frekuensi jantung  60-100 x/ menit dan TD 120-80 mmHg
Rencana tindakan ::
Ä Catat frekuensi  jantung, irama,  dan perubahan TD selama dan sesudah aktifitas
Ä Tingkatkan istirahat ( di tempat tidur )
Ä Batasi aktifitas pada dasar nyeri  dan berikan aktifitas sensori yang tidak berat.
Ä Jelaskan pola peningkatan  bertahap dari tingkat aktifitas, contoh bengun dari  kursi bila tidak ada  nyeri, ambulasi dan istirahat selam 1 jam  setelah mkan.
Ä Kaji ulang tanda  gangguan yang menunjukan tidak toleran  terhadap aktifitas atau memerlukan  pelaporan pada dokter.

6.   Kurang pengetahuan mengenai kondisi, kebutuhan pengobatan
Dapat dihubungkan dengan :
Kurang  informasi tentang fungsi jantung / implikasi  penyakit jantung  dan status kesehatan  yang akan datang , kebutuhan  perubahan pol hidup.
Kemungkinan dibuktikan oleh :     
Pernyataan masalah, kesalahan konsep, pertanyaan, terjadinya kompliksi  yang dapat dicegah
Tujuan :
Pengetahuan klien tentang  kondisi  penyakitnya  menguat setelah diberi  pendidikan kesehatan selam di RS
Kriteria :
Ä Menyatakan pemahaman tentang penyakit jantung , rencana pengobatan,  tujuan pengobatan & efek samping  / reaksi merugikan
Ä Menyebutkan gngguan yang memerlukan prhatian cepat.
Tindakan :
Ä Berikan informasi dalam bentuk belajar yang berfariasi, contoh buku, program audio/ visual, Tanya jawab dll.
Ä Beri penjelasan factor resiko, diet ( Rendah lemak dan rendah garam ) dan aktifitas yang berlebihan,
Ä Peringatan untuk menghindari paktifitas manuver valsava
Ä Latih pasien sehubungan dengan aktifitas yang bertahap contoh : jalan, kerja,  rekreasi  aktifitas seksual.



Brunner & Suddarth, Buku Ajar Keperawatan Mdikal Bedah, edisi 8,  1997,  EGC, Jakarta.
Doenges E. Marlynn, Rencana Asuhan Keperawatan , 2000, EGC, Jakarta.

Gallo & Hudak, Keperawatan Kritis, edisi VI, 1997, EGC Jakarta

Noer Staffoeloh et all, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I, 1999, Balai Penerbit FKUI, Jakarta

Nursalam. M.Nurs, Managemen Keperawatan : Aplikasi dalam Praktek Keperawatan Profesional, 2002, Salemba Medika, Jakarta

Russel C Swanburg, Pengantar keparawatan, 2000, EGC, Jakarta.