1.
Konsep Asma
a. Definisi
asma
Asma adalah
suatu gangguan pada saluran bronkial yang mempunyai ciri bronkospasme
periodik (kontraksi spasme pada saluran nafas) terutama pada percabangan
trakeobronkial yang dapat diakibatkan oleh berbagai stimulus seperti oleh faktor
biokemikal, endokrin, infeksi, otonomik, dan psikologi (Somantri, 2009).
Asma merupakan jenis penyakit penyempitan
paru–paru yang sifatnya reversible (kadang–kadang
menyerang dan kadang–kadang sehat). Asma merupakan jenis penyakit saluran
pernafasan yang hiperaktif menahun disertai dengan episode bronkhokontriksi (penyempitan
saluran pernafasan). Penyakit ini ditandai dengan adanya kepekaan yang luar
biasa dari bronkhus (saluran nafas) terhadap banyak jenis rangsangan. Asma juga
merupakan gejala klinik yang dapat mengakibatkan terjadinya gangguan jalan
nafas yang bervariasi (Mulyani & Gunawan, 2000 ).
Asma adalah suatu penyakit saluran
pernapasan bagian bawah yang disebabkan oleh alergi. Gejalanya seperti sesak
napas, sulit menarik dan mengeluarkan nafas, kadang disertai bunyi mengik dan batuk yang disebabkan gangguan kontraksi (penyempitan saluran
pernafasan) (Widjaja, 2001).
Asma bronkhial adalah suatu keadaan dimana
saluran napas mengalami penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan
tertentu, yang menyebabkan peradangan dan penyempitan yang bersifat sementara.
Asma merupakan penyakit paru yang tidak menular, dengan gejala berupa serangan
sesak, napas bunyi (mengi), dan batuk berulang (Junaidi, 2006).
Asma
merupakan suatu keadaan ketika saluran pernafasan mengalami penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsang
tertentu yang menyebabkan adanya peradangan. Penyakit inflamasi (radang) kronik
saluran napas menyebabkan peningkatan respons berlebihan pada jalan napas yang
menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi (napas berbunyi ngik-ngik),
sesak napas, dada terasa berat, dan batuk–batuk terutama malam menjelang dini
hari. Gejala tersebut terjadi berhubungan dengan gangguan pada jalan napas yang
luas, bervariasi, dan sering bersifat dapat membaik sendiri dengan atau tanpa
pengobatan (Akmal, et,al, 2010).
Dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa asma
adalah terjadinya sesak nafas akibat peningkatan produksi mukus yang berlebihan,
terjadinya edema pada bronkus dan terjadinya penyempitan pada saluran
pernafasan sebagai reaksi inflamasi/ peradangan yang ditandai dengan adanya
suara wheezing/ mengik dan sifatnya reversible akibat terpapar oleh
faktor-faktor pencetus terjadinya serangan asma.
b. Tipe
asma
Menurut Somantri (2009) Tipe asma
berdasarkan penyebabnya terbagi menjadi alergi, idiopatik, dan nonalergik atau
campuran (mixed).
1)
Asma Alergik/ ekstrinsik, merupakan
suatu bentuk asma dengan alergen seperti bulu binatang, debu, ketombe, tepung
sari makanan, dan lain–lain. Alergen terbanyak adalah airbone dan musiman (seasonal).
Klien dengan asma alergik biasanya mempunyai riwayat penyakit alergi pada
keluarga dan riwayat pengobatan eksim atau rhinitis
alergik. Paparan terhadap alergi akan mencetuskan serangan asma. Bentuk asma
ini biasanya dimulai sejak kanak–kanak.
2) Idiopatik
atau nonalergik Asma/ intrisik, tidak berhubungan secara langsung dengan alergen
spesifik. Faktor–faktor seperti common
cold, infeksi saluran napas atas, aktivitas, emosi/ stres, dan polusi
lingkungan akan mencetuskan serangan. Beberapa agen farmakologis, seperti
antagonis β- adrenergic dan bahan sulfat (penyedap makanan) juga dapat menjadi
faktor penyebab. Serangan dari asma idiopatik atau nonalergik menjadi lebih
berat dan sering kali dengan berjalannya waktu dapat menjadi bronkitis dan
emfisema. Pada dasarnya kasus dapat berkembang menjadi asma campuran. Bentuk
asma ini biasanya dimulai ketika dewasa (> 35 tahun).
3) Asma
Campuran (Mixed Asma), merupakan
bentuk asma yang paling sering. Dikarakteristikan dengan bentuk kedua jenis asma
alergi dan idopatik nonalergi.
Berdasarkan
rentang usia, penyakit asma dapat dikelompokan menjadi 2, yaitu asma pada masa kanak-kanak dan asma pada
masa remaja atau dewasa (Mulyani &
Gunawan, 2000).
1) Asma
pada masa kanak-kanak
Dalam pengelompokan penyakit asma
berdasarkan definisi, anak-anak termasuk dalam kelompok pertama. Mereka adalah
kelompok penderita yang umurnya relatif masih muda dan paling sering terjadi
pada anak-anak berusia antara 4-8 tahun. Asma pada anak-anak ini ditandai
dengan gejala napas berbunyi akut. Namun, nantinya penyakit ini akan hilang
pada waktu mereka menginjak usia remaja.
Secara umum, sistem pertahanan diri pada
anak-anak masih lemah, walaupun dibandingkan orang dewasa anak-anak lebih
unggul dalam hal kemampuan pemulihan diri dari serangan penyakit. Anak-anak
juga relatif dapat segera pulih bila terkena cedera. Namun, secara umum
perkembangan faktor kekebalan dirinya terkadang tidak sejalan dengan
pertambahan umurnya.
Sebagian besar
anak-anak penderita asma umumnya mendapatkan bakat dari orang tua atau
keluarganya. Banyak anak menderita asma disebabkan karena alergi. Seringkali
alergi yang berasal dari makanan merupakan penyebab utama asma pada anak-anak.
Namun, yang sering menjadi masalah sebenarnya adalah justru bahan-bahan iritan
non-alergik yang banyak ditemui di rumah, misalnya rokok, obat nyamuk bakar,
tungku kayu, jelaga dari kompor minyak tanah, dan semprotan aerosol.
Pengendalian asma melalui cara lingkungan
dibatasi oleh dua faktor. Pertama adalah banyaknya rangsangan yang bersifat
non-alergik, misalnya perubahan cuaca dan infeksi saluran pernapasan atas.
Kedua adalah keseganan banyak keluarga untuk mengubah kebiasaan dalam mengurangi
atau menghilangkan penyebab asma, misalnya menyingkirkan binatang yang
menimbulkan bulu-bulu halus berterbangan, menghindarkan debu masuk kekamar, dan
menyingkirkan karpet atau permadani penimbun debu.
Anak yang menderita asma tidak dapat dianggap
sebagai calon pasien imunoterapi karena dalam banyak hal gejala asma pada
anak-anak timbul justru diakibatkan oleh faktor-faktor non-alergik. Bahkan,
ditemui kenyataan di saat alergi tampak berperan menjadi penyebab, pengobatan
dengan imunoterapi ternyata tidak mendatangkan hasil. Oleh karenanya,
imunoterapi pada anak-anak penderita asma tidak dipertimbangkan sebagai terapi
pilihan, kecuali bagi penderita yang kadang-kadang kontak alergennya berperan
penting serta gejalanya tak dapat dikendalikan dengan menghindarkan alergen dan
jumlah obat yang dapat ditoleransi.
Dalam perkembangan ilmu kedokteran sampai
saat ini, tindakan farmakoterapi merupakan pilihan pengobatan utama bagi
kebanyakan anak-anak asmatik. Banyaknya jenis obat dan peningkatan IPTEK
tentang farmakologi klinis menyempurnakan pengendalian asma anak secara lebih
baik. Fungsi paru-paru yang normal dan kehidupan normal yang stabil merupakan
tujuan terapi yang sangat berhasil bagi kebanyakan anak.
Obat-obat yang sering digunakan antara lain
adalah obat-obat keturunan santin, seperti teofilina dan aminofilina, yang
diberikan lewat (oral) mulut, sedangkan untuk gejala akut diberikan
β-adrenergik lewat inhalasi (hisap), misalnya alupent dan ventrolin. Obat-obat
lain yang secara umum dapat digunakan untuk tujuan terapi asma adalah golongan
kortikosteroid, espektoran, antibiotik, dan antihistamin.
2) Asma
pada remaja dan orang dewasa
Pada usia remaja dan dewasa, rangsangan
pencetus asma jarang disebabkan oleh hanya satu faktor saja. Walaupun reaksi
hipersensitivitas yang segera timbul merupakan faktor utama pada 1/3 dari
penderita asma dewasa dan remaja, faktor keterlibatan infeksi, terutama virus,
ikut berperan dalam memperburuk keadaan. Demikian pula alergi ternyata ikut
berperan sebagai faktor pencetus asma dewasa, terutama bagi orang-orang yang
mempunyai bakat keturunan. Faktor penginduksi lain bagi asma dewasa diantaranya
adalah gerak badan, kontak terhadap udara dingin atau materi iritan lain
seperti asap, embun, dan aerosol. Intoleransi aspirin (atau obat-obat anti
radang non-steroid), dan terakhir faktor emosi. Sekalipun demikian, sejumlah
episode asmatik yang timbul secara keseluruhan tak dapat dihubungkan dengan
jelas kefaktor mana. Oleh karenanya, penyebab asma ini harus dianggap belum
diketahui.
c. Klasifikasi
Asma
1) Asma
tidak aktif
Penderita
asma tak aktif pada orang dewasa atau remaja ditandai dengan riwayat asma yang
samar-samar. Kondisinya sering tak menampakan gejala asma dan ketika diperiksa
fungsi paru-parunya ternyata normal. Demikian pula ketika diperiksa gas darah
arterinya normal.
2) Asma
ringan
Penderita asma ringan mengalami serangan
asma kurang dari 2 episode asma perbulan. Gejalanya tidak melumpuhkan dan mudah
dipulihkan dengan aerosol bronkodilator.
3) Asma
sedang
Penderita asma sedang mengalami serangan
asma hampir setiap minggu. Sifatnya serangan menetap sampai berjam-jam dalam
beberapa hari. Gejalanya bersifat kronik dan mengganggu kehidupan sehari-hari.
4) Asma
berat
Penderita asma berat mengalami gejala
serangan setiap hari, menderita asma kontinu, dan pola kehidupan harian mereka
mengalami kemunduran dengan sangat jelas. Penderita asma berat selalu disertai
dengan fungsi paru-paru yang abnormal. Jenis asma ini memerlukan terapi jangka
panjang, berminggu-minggu sampai berbulan-bulan.
5) Status
Asmatikus
Penderita
yang mengalami status asmatikus menderita asma berat setiap hari,
terus-menerus, dan mengalami kesulitan pernapasan secara nyata. Respon terhadap
pengobatan yang dilakukan berlangsung hanya perlahan-lahan. Fungsi paru-paru
sangat terganggu sehingga penderita sering sering tak sanggup menjalani uji-uji
yang dilakukan dirumah sakit. Pada tingkat ini, status gas darah menunjukan
pada keadaan asam, mengalami kekurangan oksigen berat, dan terjadi peningkatan
tajam kadar CO2 dalam darah (Mulyani & Gunawan,
2000 ).
d. Etiologi
Sampai saat ini etiologi asma belum diketahui dengan
pasti, suatu hal yang menonjol pada semua penderita asma adalah fenomena hiperreaktivitas
bronkus. Bronkus penderita asma sangat peka terhadap rangsangan imunologi
maupun non–imunologi. Oleh karena sifat inilah, maka serangan asma mudah
terjadi ketika rangsangan baik fisik, metabolik, kimia, alergen, infeksi, dan
sebagainya. Penderita asma perlu mengetahui dan sedapat mungkin menghindari
rangangan atau pencetus yang dapat menimbulkan asma. Faktor-faktor tersebut adalah
sebagai berikut (Somantri, 2009)
1) Alergen
utama, seperti debu rumah, spora jamur, dan tepung sari rerumputan.
2) Iritan
seperti asap, bau–bauan, dan polutan.
3) Infeksi
saluran napas terutama yang disebakan oleh virus.
4) Perubahan
cuaca yang ekstrem.
5) Kegiatan
jasmani yang berlebihan.
6) Lingkungan
kerja.
7) Obat–obatan.
8) Emosi.
9) Lain–lain
seperti, seperti refluks gastroesofagus.
Menurut Widjaja ( 2001 ) penyebab asma adalah:
1)
Debu di dalam rumah, seperti debu dari
kasur kapuk, permadani, sofa, pakaian yang disimpan lama dalam lemari, langit–langit
rumah, buku–buku (arsip lama), dan asap rokok.
2)
Makanan, terutama jenis ikan laut, susu
sapi, telur, dan cokelat. Juga makanan pedas, dingin, bergetah, asin, atau
manis.
3)
Bulu binatang yang menempel di sofa,
permadani, sprei, atau tirai (kelambu).
4)
Perubahan cuaca dan kelembaban udara.
Banyak sebab yang dapat merupakan faktor pencetus serangan asma. Oleh
karena itu para ahli sering mengatakan bahwa asma bronkial merupakan suatu
kumpulan gejala sindrom asma bronkial; dan bukan suatu identitas penyakit.
Berdasarkan faktor penyebabnya, serangan asma dapat dibedakan menjadi
dua golongan besar. Pertama, golongan asma bronkial dengan gejala–gejala atopi
baik secara klinis maupun laboratorik. Golongan ini disebut juga golongan
alergik atau asma ekstrinsik. Penderita yang termasuk dalam golongan pertama
ini pada umumnya sering mempunyai riwayat penyakit alergi lainnya. Kedua, golongan
asma bronkiale dengan gejala–gejala nonatopi baik secara klinis maupun
laboratorik. Tetapi dalam praktiknya tidak jarang ditemukan penderita yang
termasuk kedua golongan itu sekaligus.
1) Faktor
Atopi (alergi/ekstrinsik)
Serangan asma bronkial jenis ini disebabkan
karena adanya interaksi antara antigen dengan antibodi ini dapat dibuktikan
dari Tanya jawab (anamnesis), tes kulit, dan pemeriksaan laboratorik.
Pada asma tipe alergik atau atopik ini,
jenis alergen yang bertanggung jelas. Alergen tersebut merupakan bahan yang ada
di lingkungan penderita sendiri dan masuk kedalam tubuh penderita melalui berbagai cara.
Menurut cara masuknya, alergen itu dapat
pula dikelompokan sebagai alergen inhalan, alergen ingestan, dan alergen kontaktan.
Yang termasuk alergen inhalan adalah debu rumah, tepung sari, bulu burung,
serpihan kulit, air liur atau bulu binatang peliharaan seperti anjing, kucing,
spora jamur, dan lain–lain. Alergen ingestan masuk kedalam tubuh manusia
melalui saluran pencernaan, diantaranya adalah susu, telur, ikan, dan berbagai
makanan asal laut lainnya, obat–obatan dan bahan–bahan kimia. Alergen kontaktan
masuk ke dalam tubuh melalui permukaan kulit, misalnya obat–obatan (salep),
logam (perhiasan dan jam tangan), dan lain–lain.
2) Faktor
Nonatopi (Nonalergi)
Pada
golongan kedua ini tidak jelas peranan dan landasan reaksi imunologik dalam
mencetuskan serangan asma bronkial.
a)
Zat–zat kimia nonalergik yang bersifat
sebagai iritan. Termasuk diantaranya adalah ozon, nitrogen, eter, sulfur
oksida, karbon dioksida, silikat, dan polutan udara lainnya.
b)
Faktor fisik seperti perubahan iklim
atau cuaca, suhu lingkungan yang dingin, suhu panas, bau–bauan yang merangsang,
udara yang lembab, kabut, dan lain–lain.
c)
Infeksi, terutama infeksi saluran napas
oleh virus influenza, dapat mencetuskan serangan asma bronkial. Bahwa faktor
infeksi bertanggung jawab atas 32–34 persen serangan asma pada anak–anak.
Selain infeksi pada saluran napas, infeksi
pada sinus. Tonsil atau polip hidung, juga dapat mencetuskan asma. Tidak jarang
serangan asma baru terjadi bertahun – tahun
setelah infeksi tersebut diatas. Dalam upaya pengobatan dan pencegahan asma, faktor
infeksi ini harus diperhatikan dengan ketelitian yang tinggi, dan segera
diberantas jika ditemukan.
d)
Aktivitas fisik, dikenal dengan sebutan Exercise-Induced-Asthma. Kelelahan
karena aktivitas fisik ini sering terjadi pada anak–anak dan orang dewasa,
terutama pada saat suhu rendah dengan kelembaban udara yang kurang.
e)
Obat–obatan dan bahan–bahan kimia yang
telah terbukti dapat mencetuskan serangan asma. Yang sering dijumpai adalah
penggunaan aspirin dan zat warna Tartrazin. Dalam symposium diatas, dilaporkan
bahwa serangan asma karena penggunaan aspirin ditemukan pada orang dewasa 10
persen.
f)
Ketegangan mental emosional banyak
disebut–sebut oleh beberapa ahli sebagai faktor pencetus serangan asma.
Mekanisme kerjanya masih belum jelas , tapi diperkirakan hampir separuh serangan asma dipengaruhi oleh emosi. Faktor–faktor
emosional seperti ujian, memonton film, kunjungan kerumah sakit, menghadiri
pesta, tertawa terlalu bersemangat, siksaan atau caci maki dari orang tua atau
guru sering kali mencetuskan serangan asma. Disamping itu, ketegangan emosional
dapat pula timbul sebagai akibat ketidak harmonisan rumah tangga seperti rumah
tangga yang berantakan, yatim atau piatu, hubungan antar orang tua yang tidak
bahagia, dan keluarga dengan banyak anak.
g)
Faktor lain yang dikenal sebagai faktor
intrisik. Faktor ini masih merupakan misteri karena hanya sedikit sekali yang
telah diketahui oleh para ahli.
Dari sekian banyak penyebab serangan asma,
sulit sekali untuk mengetahui seberapa banyak peranan masing– masing faktor
pada seorang penderita asma, dan untuk saat –saat tertentu pada penderita
tertentu. Pada umumnya serangan asma dapat dicetuskan oleh beberapa faktor
sekaligus. Kenyataan ini tidak jarang menimbulkan kesulitan yang cukup besar
dalam upaya tindakan pencegahan asma bronkial.
Faktor–faktor pencetus tersebut harus
dicari pada seorang penderita asma jika menginginkan hasil pengobatan yang
optimal. Faktor pencetus yang ditemukan itu dihilangkan atau dimanipulasi
sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan kerewelan dikemudian hari (Tjen,
1986).
e. Gambaran
Klinis
Gejala asma
terdiri dari triad, yaitu dispnea,
batuk, dan mengi. Gejala yang disebutkan terakhir yang sering dianggap sebagai
gejala yang harus ada (sine quo non),
data lain seperti terlihat pada pemeriksaan fisik.(Somantri, 2009).
f. Patofisiologi
Asma akibat alergi bergantung kepada respons
IgE yang dikendalikan oleh limfosit T dan B seta diaktifkan oleh interaksi
antara antigen dengan molekul IgE yang berikatan dengan sel mast. Sebagian
besar alergen yang mencetuskan asma bersifat airbone dan agar dapat menginduksi keadaan sensitivitas, alergen
tersebut harus tersedia dalam jumlah yang banyak untuk periode waktu tertentu.
Akan tetapi, sekali sensitivisasi telah terjadi, klien akan memperlihatkan
respons yang sangat baik, sehingga sejumlah kecil alergen yang mengganggu
sudah dapat menghasilkan eksaserbasi
penyakit yang jelas.
Obat yang paling sering berhubungan dengan
dengan induksi episode akut asma adalah aspirin, bahan pewarna seperti
tartazin, antagonis beta–adrenergik, dan bahan sulfat. Sindrom pernapasan sensitif–aspirin khususnya pada orang
dewasa, walaupun keadaan ini juga dapat dilihat pada masa kanak–kanak. Masalah
ini biasanya berawal dari rhinitis vasomotor perennial yang diikuti oleh
rhinosinusitis hiperplastik dengan polip nasal. Baru kemudian muncul asma
progresif.
Klien yang sensitif terhadap aspirin dapat
didesentisasi dengan pemberian obat setiap hari. Setelah menjalani bentuk
terapi ini, toleransi silang juga akan terbentuk terhadap agen anti–inflamasi non–steroid
lain. Mekanisme yang menyebabkan bronkospasme karena penggunaan aspirin dan
obat lain tidak diketahui, tetapi mungkin berkaitan dengan pembentukan
leukotrien yang diinduksi secara khusus oleh aspirin.
Antagonis
β–adrenergik biasanya menyebakan obstruksi jalan napas pada klien asma, sama
halnya dengan klien lain, dapat menyebabkan peningkatan reaktivitas jalan napas
dan hal itu harus dihindarkan. Oleh sulfat, seperti kalium metabisulfit, kalium
dan natrium bisulfit, natrium sulfit dan sulfat klorida, yang secara luas
digunakan diguanakan dalam industri makanan dan farmasi sebagai agen sanitasi
serta pengawet dapat menimbulkan obstruksi jalan napas akut pada klien
sensitif. Pajanan biasanya terjadi setelah menelan makanan atau cairan yang
mengandung senyawa ini, seperti salad, buah segar, kentang, kerang, dan anggur.
Pencetus–pencetus serangan di atas ditambah
dengan pencetus lainnya dari internal klien akan mengakibatkan timbulnya reaksi
antigen dan antibody. Reaksi antigen–antibodi akan mengeluarkan substansi
pereda alergi yang sebetulnya merupakan mekanisme tubuh dalam menghadapi
serangan. Zat yang dikeluarkan dapat berupa histamine, bradikinin, dan
anafilatoksin. Hasil dari reaksi tersebut adalah timbulnya tiga gejala, yaitu
berkontraksinya otot polos, peningkatan permeabilitas kapiler, dan
peningkatan sekret mukus, seperti
terlihat pada gambar berikut ini.
Gambar I – I : Skema patofisiologi
Asma Bronkhial (Somantri, 2009)
Tabel 1-1: pengkajian untuk
menentukan beratnya asma
Manifestasi
klinis
|
Skor 0
|
Skor 1
|
1. Penurunan toleransi beraktivitas
2. Penggunaan otot bantu pernapasan,
adanya retraksi interkostal
3. Wheezing
4. RR per menit
5. Nadi ( pulse rate )
6. Teraba pulsus paradox
7. Puncak Expiratory Flow Rate ( L/menit )
|
Ya
Tidak ada
Tidak ada
< 25
<120
Tidak ada
>100
|
tidak
ada
ada
>25
>120
Ada
<100
|
Sumber: Black, J.M., dan Jacob, E.M.,1993
Keterangan: Skor ≥ 4 dicurigai sebagai asma berat,
klien harus diobservasi untuk menentukan adakah respons dari terapi atau segera
dikirim kerumah sakit (Somantri, 2009 ).
Tabel 1-2: perubahan dalam Arteri Blood Gas yang
berhubungan dengan Asma
Ringan
|
Sedang
|
Berat
|
Status
Asmatikus
|
|
paO2
PaCO2
pH
|
Elevasi
Menurun
Alkalosis
|
Normal sampai hipoksemia ringan.
Menurun sampai normal.
Alkalosis
|
Hipoksemia
Elevasi
Alkalosis
|
Hipoksemia berat.
Elevasi
jelas
Asidosis
|
Sumber : Black,J.M., dan Jacob,
E.M., 1993 (Somantri, 2009).
g. Penatalaksanaan
Prinsip-prinsip penatalaksanaan asma bronkial adalah sebagai berikut.(Somantri, 2009).
Prinsip-prinsip penatalaksanaan asma bronkial adalah sebagai berikut.(Somantri, 2009).
1) Diagnosis
status asmatikus. Faktor penting yang harus diperhatikan :
a) Saatnya serangan
b) Obat-obatan yang telah diberikan (macam dan dosis)
2) Pemberian
obat bronkodilator.
3) Penilaian
terhadap perbaikan serangan.
4) Pertimbangan
terhadap pemberian kortikosteroid.
5) Penatalaksanaan
setelah serangan mereda
a) Cari faktor penyebab
b) Modifikasi pengobatan penunjang
selanjutnya.
Ada
tujuh langkah penatalaksanaan asma (Junaidi, 2006):
1) Pendidikan
pada penderita dan keluarganya sehingga mengetahui karakteristik asma yang
diderita.
2) Menentukan
klasifikasi asma untuk menentukan jenis obat dan dosisnya.
3) Menghindari
faktor pencetus yang bersifat beragam pada masing–masing penderita.
4) Pemberian
obat optimal.
5) Mengatasi
lebih dini kemungkinan meningkatnya serangan.
6) Mengontrol
secara berkala untuk evaluasi.
Meningkatkan kebugaran dengan
olahraga yang dianjurkan, bersepeda, serta senam asma