CIDERA KEPALA BERAT
A. Konsep Dasar
penyakit
1. Pengertian
Otak
dilindungi dari cedera oleh rambut, kulit dan tulang yang membungkusnya. Tanpa
perlindungan ini otak akan mudah sekali terkena cedera dan mengalami kerusakan.
Cedera kepala dapat mengakibatkan
malapetaka besar bagi seseorang karena dapat menimbulkan kematian.
Cedera kepala adalah adanya pukulan atau
benturan mendadak pada kepala dengan atau tanpa kehilangan kesadaran (Hudak
& Gallo, 1997). Tingkat keparahan
cedera kepala ditentukan oleh karasnya benturan dan pada daerah mana yang
mengalami benturan.
2. Klasifikasi
Cedera Kepala dapat
diklasifikasikan berdasarkan mekanisme, keparahan dan morfologi cedera.
1)
Mekanisme berdasarkan adanya penetrasi duramater
a)
Trauma tumpul :
- Kecepatan
mobil (tabrakan otomobil)
- Kecepatan
rendah (terjatuh, dipukul)
b) Trauma tembus (jika tembus peluru
atau cedera tembus lainnya).
2)
Keparahan cedera
a) Ringan : Skala Koma Glasgow
(GCS) 14 – 15
b) Sedang :
Skala Koma Glasgow (GCS) 9 –13
c) Berat : Skala
Koma Glasgow (GCS) 3 – 8
3)
Morfologi
a) Fraktur tengkorak
b)
Lesi intrakranial
2. Etiologi
Cedera kepala dapat terjadi akibat
benturan langsung atau tanpa benturan langsung pada kepala. Pada suatu benturan
dapat dibedakan menjadi beberapa macam kekuatan antara lain : kompresi,
akselerasi dan deselerasi. Sulit dipastikan kekuatan mana yang berperan.
Kelainan dapat berupa cedera otak fokal
atau difus dengan atau tanpa fraktur tulang tengkorak. Cedera fokal dapat
menyebabkan gangguan otak, hematoma epidural, subdural atau intra serebral.
Cedera difus dapat menyebabkan gangguan fungsional saja yaitu gegar otak atau
cedera struktural yang difus. Dari tempat benturan, gelombang kejut disebarkan
ke seluruh arah. Gelombang ini mengubah tekanan jaringan, dan bila tekanan
cukup besar akan terjadi kerusakan jaringan otak di tempat benturan yang
disebut coup atau di tempat yang berseberangan dengan tempat benturan yang
disebut contracoup.
4. Patofisiologi
5. Tanda dan gejala
Data klien dengan cidera kepala
tergantung pada tipe, lokasi dan keparahan cedera dan mungkin dipersulit oleh
cedera tambahan pada organ-organ vital. Pada pemenuhan aktivitas / istirahat,
biasanya klien merasa lemah, lelah, kaku dan hilang keseimbangan yang ditandai
dengan munculnya perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, cara berjalan tidak
tegap, masalah dalam keseimbangan, cedera (trauma) ortopedi, kehilangan tonus
otot.
Pada sistem sirkulasi terjadi perubahan tekanan darah dan perubahan
frekuensi jantung. Pada pemenuhan nutrisi klien merasa mual, muntah dan
mengalami perubahan selera makan yang ditandai dengan muntah (mungkin
proyektil), gangguan menelan (batuk, air liur keluar, disfagia). Pada
pengkajian neurosensori dapat ditemukan kehilangan kesadaran sementara, amnesia
seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran, tingling,
perubahan dalam pengelihatan, seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan
sebagian lapangan pandang dan fotopobia. Pada perubahan kesadaran bisa mencapai
koma dan dapat pula terjadi perubahan status mental seperti pada perubahan
orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh
emosi atau tingkah laku dan memori.
Atau
berupa kehilangan penginderaan seperti pengecapan, penciuman dan pendengaran,
wajah tidak simetris, genggaman lemah dan gangguan pada keseimbangan tubuh.
Untuk nyeri dan kenyamanan dapat ditemukan sakit kepala dengan intensitas dan
lokasi yang berbeda dan demam sebagai tanda adanya gangguan dalam regulasi suhu
tubuh. Pada pernapasan terdapat perubahan pola napas (apnea yang diselingi
hiperventilasi).
Pada
pemeriksaan kulit diperiksa pula adanya laserasi, abrasi dan perubahan warna.
Pada hidung diperiksa adanya aliran cairan (drainase) dari telinga atau hidung
(CSS). Gangguan rentang gerak, tonus otot hilang, kekuatan secara umum
mengalami paralisis. Kebutuhan interaksi sosial terganggu yang dapat ditandai
oleh adanya afasia motorik atau sensorik berbicara tanpa arti, bicara berulang-ulang
dan disatria.
1.
Penatalaksanaan
a. Pada semua klien dengan cedera kepala,
lakukan foto tulang belakang (proyeksi antero – posteriol, lateral, dan
adontoid), kolor servikal baru di lepas setelah dipastikan bahwa seluruh tulang
servikal C1 – C7 normal.
b. Pada semua klien dengan cedera kepala sedang
dan berat, lakukan prosedur berikut :
1) Pasang jalur IV dengan larutan salin normal (Nacl 0,9 %) atau larutan Ringer Laktat ; cairan isotonis lebih efektif mengganti
volume intravaskular dari pada cairan hipotonis dan larutan ini tidak menambah
edema cerebri.
2) Lakukan
pemeriksaan ; Hematokrit, periksa darah
perifer lengkap, trombosit, kimia darah, glukosa ureum dan kreatinin, masa
protombin atau masa tromboplastin parsial, skrining toksikologi dan kadar
alkohol bila perlu.
3) Lakukan CT Scan dengan jendela tulang,
klien dengan cedera ringan , sedang atau berat, harus dievaluasi adanya :
a) Hematoma Epidural,
b) Darah dalam subarachnoid dan intraventrikal
c) Kontusio dan perdarahan jaringan
d) Obliterasi sisterna perimesensefalik
e) Fraktur kranium, cairan dalam sinus dan
pneumosefalus.
c. Pada
klien yang koma, (skor GCS < 8) atau klien dengan tanda-tanda herniasi,
lakukan tindakan berikut.
1)
Elevasi kepala 30 º.
2)
Hiperventilasi : Intubasi dan berikan ventilasi
mandatorik intermiten dengan kecepatan 16 – 20 x / menit dengan volume tidal 10
– 12 ml/kg. Atur tekanan CO2 sampai 28 – 32 tig. Hipokapria berat (PCO2
< 25 mmtig) harus dihindari sebab dapat menyebabkan vasokonstriksi iskemia
serebri.
3) Berikan manitol 20 % lg/kg IV dalam 20 –
30 menit. Dosis ulangan dapat diberikan 4 – 6 jam kemudian yaitu sebesar ¼
dosis semula setiap 6 jam sampai maksimal 48 jam pertama.
4)
Pasang kateter foley
5)
Konsul bedah syaraf bila terdapat indikasi operasi
(hematoma efidiral yang besar, hematoma subdural, cedera kepala terbuka, dan
fraktur impresi > 1 deploe.
2.
Komplikasi
a. Oedema
Pulmonal
Hal
ini mungkin berasal dari gangguan neurologis atau akibat sindrom distres
pernafasan dewasa. Edema paru dapat akibat dari cedera pada otak yang
menyebabkan adanya reflek cushing.
b. Kejang
c. Kebocoran
CSS
B. Asuhan keperawatan
Asuhan keperawatan adalah
faktor penting dalam survival pasien dan dalam aspek-aspek pemeliharaan,
rehabilitatif, dan preventif perawatan kesehatan. Untuk sampai pada hal ini,
profesi keperawatan telah mengidentifikasi proses pemecahan masalah yang
menggabungkan elemen yang paling diinginkan dari seni keperawatan dengan elemen
yang relevan dari sistem teori, dengan
menggunakan metode ilmiah (Shore, 1998 yang dikutip dalam Doengoes,1996).
Proses keperawatan
adalah suatu metode yang sistematis untuk mengkaji respon manusia pada
masalah-masalah kesehatan dan membuat rencana keperawatan untuk mengatasi
masalah-masalah tersebut. Masalah kesehatan dapat berhubungan dengan pasien,
keluarga, orang terdekat atau manusia (Allen, 1998 ).
1. Pengkajian
Pengkajian
adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang
sitematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi
dan mengidentifikasi status kesehatan klien (Nursalam,2001 ).
Pengkajian merupakan langkah pertama atau awal
dari proses keperawatan. Tujuan pengkajian adalah untuk memberikan suatu
gambaran yang terus menerus mengenai kesehatan pasien, yang memungkinkan tim
perawat merencanakan asuhan keperawatan pada klien. Manfaat pengkajian
keperawatan adalah membantu mengidentifikasi status kesehatan, pola pertahanan
klien, kekuatan dan kebutuhan klien serta merumuskan diagnosa keperawatan. (Gaffar,
1999 ).
Pengkajian keperawatan terdiri dari tiga tahap yaitu pengmpulan
data, pengelompokan data atau pengorganisasian data, serta menganaliasa dan
merumuskan diagnosa keperawatan. (Gaffar,1999 ).
Data dasar pada pengkajian klien
tergantung pada tipe, lokasi dan keparahan cedera dan mungkin dipersulit oleh
cedera tambahan pada organ-organ vital. Adapun pengkajian pada klien dengan
cedera kepala. (Doenges, 2000) adalah :
a. Aktivitas / Istirahat
Gejala :
Adanya kelemahan / kelelahan
Tanda :
Kesadaran menurun, lethargi / kelesuan, hemiparase, hilang keseimbangan,
adanya trauma tulang, kelemahan otot / spasme.
b. Sirkulasi
Gejala : Tekanan
darah tinggi / hypertensi, denyut nadi (brachialis, tachicardia, dysrithmia).
c. Eliminasi
Gejala : Balder dan bowel incontinentia.
Tanda : Verbal tidak dapat menahan
buang air kecil dan buang air besar.
d.
Makanan / Cairan
Gejala : Muntah yang memancar /
proyektil, masalah kesukaran menelan (batuk, air liur yang berlebihan, sukar
makan).
Tanda : Mual, muntah.
e. Persyarafan
Gejala : Kesadaran menurun, coma, perubahan status
mental (perubahan orientasi, respon, pemecahan masalah), perubahan penglihatan
(respon terhadap cahaya, simetris / tidak), kehilangan sensitifitas (bau, rasa,
dengar). Wajah tidak simetris, tidak ada refleks tendon, hemiparise, adanya
perdarahan mata, hidung, kejang.
Tanda : Pusing, kejang, adanya kehilangan kesadaran, masalah penglihatan,
bunyi berdengung di telinga.
f. Kenyamanan / Nyeri
Gejala : respon menarik diri terhadap
rangsangan, wajah mengerut, kelelahan, merintih
Tanda : Nyeri kepala yang bervariasi tekanan dan
lokasinya.
g.
Pernafasan
Gejala : Perubahan pola nafas (periode
apnoe dengan perubahan hyperventilasi), whezzing, stridor, dan ronchi.
h. Keamanan
Gejala : Terdapat trauma / fraktur/
dislokasi, perubahan penglihatan, kulit (kepala / wajah mengalami luka, abrasi,
warna), keluar darah dari telinga dan hidung.
Tanda : Ada riwayat kecelakaan
i. Konsep Diri
Gejala : Kecemasan, berdebar–debar, bingung, delirium, interaksi sosial.
Tanda : Adanya perubahan tingkah laku.
j. Interaksi Sosial
Gejala : Afasia / disartia (gangguan mengartikan pembicaraan orang lain).
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu
pernyataan yang menjelaskan respons manusia (status kesehatan atau resiko
perubahan pola) dari individu atau kelompok dimana perawat secara akontabilitas
dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan
menurunkan, membatasi, mencegah, dan merubah. (Carpenito, 2000 ).
Menurut Gaffar,(1996) “ Diagnosa
keperawatan adalah pernyataan yang menjelaskan status atau masalah kesehatan
aktual atau resiko “.
Diagnosa keperawatan pada klien dengan cedera kepala menurut Doenges,
(2000) meliputi :
a. Perubahan perfusi jaringan serebral
berhubungan dengan penghentian aliran darah oleh SOL (hemoragi, hematoma),
edema serebral (respon lokal atau umum pada cidera, perubahan metabolik, takar
lajak obat atau alkohol).
b. Risiko tinggi terhadap pola napas tidak
efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler, kerusakan persepsi atau
kognitif, obstruksi trakeobronkial.
c.
Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan
persepsi sensori, transmisi dan integrasi (trauma atau defisit neurologis).
d. Perubahan proses fikir berhubungan dengan
perubahan fisiologis.
e. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan
dengan kerusakan persepsi atau kognitif, penurunan kekuatan / tahanan, terapi
pembatasan / kewaspadaan keamanan, misalnya tirah baring, immobilisasi.
f. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan
dengan jaringan trauma, kulit rusak, prosedur invasif, penurunan kerja silia,
statis cairan tubuh, kekurangan nutrisi, respon inflamasi tertekan (penggunaan
steroid), perubahan integritas sistem tertutup (kebocoran CSS).
g. Risiko tinggi terhadap perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk
mencerna nutrien (penurunan tingkat kesadaran), kelemahan otot yang diperlukan
untuk mengunyah, menelan, status hipermetabolik.
h. Perubahan proses keluarga berhubungan
dengan transisi dan krisis situasional, ketidakpastian tenang hasil / harapan.
i.
Kurang
pengetahuan (kebutuhan belajar mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan)
berhubungan dengan kurang pemajanan, tidak mengenal informasi / sumber-sumber,
kurang mengingat / keterbatasan kognitif.
3. Perencanaan
Perencanaan adalah pengembangan strategi
desain untuk mencegah, mengurangi, atau mengoreksi masalah – masalah yang
diidentifikasi pada diagnosa keperawatan. Tahap ini dimulai setelah menentukan
diagnosa keperawatan dan menyimpulkan rencana dokumentasi (Nursalam, 2001).
Rencana keperawatan merupakan langkah
ketiga dalam proses keperawatan. Setelah merumuskan diagnosa keperawatan maka
perlu dibuat perencanaan intervensi keperawatan dan aktifitas keperawatan.
Rencana pelayanan keperawatan dipandang sebagai inti atau pokok proses
keperawatan yang memberikan arah pada kegiatan keperawatan. Tujuan perencanaan
adalah untuk mengurangi, menghilangkan, dan menceggah masalah keperawatan
pasien (Gaffar,1996).
Perencanaan yang disusun pada klien
dengan cedera kepala menurut Doenges,(2000) adalah sebagai berikut :
a. Perubahan perfusi jaringan serebral
berhubungan dengan penghentian aliran darah oleh SOL (hemoragi, hematoma),
edema serebral (respon lokal atau umum pada cedera, perubahan metabolik, takar
lajak obat atau alkohol), penurunan tekanan darah sistemik atau hipoksia
(hipovolemia, disritmia jantung).
Kriteria hasil, individu akan :
1)
Mempertahankan tingkat kesadaran biasa atau perbaikan,
kognisi dan fungsi motorik atau sensori.
2) Mendemonstrasikan tanda vital stabil dan
tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK.
Intervensi :
1)
Tentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan keadaan
tertentu atau yang menyebabkan koma atau penurunan perfusi jaringan otak dan
potensial peningkatan TIK.
2)
Pantau tekanan darah.
3)
Catat adanya hipertensi sistolik secara terus menerus
dan tekanan nadi yang semakin berat, observasi terhadap hipertensi pada pasien
yang mengalami trauma multiple.
4)
Catat adanya bradikardia, takikardi atau bentuk
disritmia lainnya.
5)
Pantau pernapasan meliputi pola dan iramanya, seperti
adanya periode apnea setelah hiperventilasi yang disebut pernapasan cheyne
stokes.
6) Evaluasi keadaan pupil, catat ukuran,
ketajaman, kesamaan antara kiri dan kanan, dan reaksi terhadap cahaya.
7)
Kaji perubahan pada pengelihatan, seperti adanya
pengelihatan yang kabur, ganda, lapangan pandang menyempit dan kedalaman
persepsi.
8)
Catat ada atau tidaknya refleks-refleks tertentu
seperti refleks menelan, batuk, tanda babinski dan sebagainya.
9)
Pantau pemasukan dan pengeluaran.
10) Catat
turgor kulit dan keadaan membran mukosa.
11) Pertahankan
kepala atau leher pada posisi tengah atau posisi netral, sokong dengan gulungan
handuk kecil atau bantal kecil. Hindari pemakaian bantal besar pada kepala.
12) Turunkan
stimulus eksternal dan berikan kenyamanan seperti massage punggung, lingkungan
yang tenang, suara atau bunyi-bunyian yang lembut.
13) Bantu
pasien untuk menghindari batuk, muntah mengeluarkan faces yang dipaksakan atau
mengejan.
14) Perhatikan
rasa gelisah yang meningkat, peningkatan keluhan, dan tingkah laku yang tidak
sesuai lainnya.
15) Palpasi kemungkinan adanya distensi
kandung kemih, pertahankan kepatenan drainase urine jika digunakan. Pantau
kemungkinan adanya konstipasi.
16) Observasi adanya aktivitas kejang dan
lindungi klien dari cidera.
17) Kolaborasi
dalam analisa gas darah dan pemberian terapi medis.
b. Risiko tinggi terhadap pola napas tidak efektif berhubungan dengan
kerusakan neurovaskuler, kerusakan persepsi atau kognitif, obstruksi
trakeobronkial.
Kriteria hasil :
Mempertahankan jalan napas sesuai indikasi pola
pernapasan normal atau efektif, bebas sianosis dengan GDA dalam batas normal
klien.
Intervensi :
1) Pantau frekuensi, irama, kedalaman
pernapasan.
2) Catat kompetensi refleks gangguan menelan
dan kemampuan klien untuk melindungi jalan napas sendiri.
3) Angkat kepala tempat tidur sesuai
aturannya, posisi miring sesuai indikasi.
4) Anjurkan klien untuk melakukan napas dalam
yang efektif jika klien sadar.
5)
Lakukan
penghisapan dengan ekstra hati-hati, jangan lebih dari 10 sampai 15 detik. Catat
kateter, warna dan kekeruhan dari sekret.
6)
Auskultasi suara napas, perhatikan daerah hipoventilasi
dan adanya suara tambahan yang tidak normal.
7)
Pantau penggunaan obat-obat depresan pernapasan,
seperti sedatif.
8)
Kolaborasi dalam pemeriksaan analisa gas darah, rontgen
thorak ulang, pemberian oksigen, dan fisioterapi dada jika ada indikasi.
c. Perubahan
persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi sensori, transmisi, dan
integrasi (trauma atau defisit neurologis).
Kriteria hasil, klien akan :
1) Mempertahankan tingkat kesadaran dan
fungsi persepsi.
2) Mendemonstrasikan adanya perubahan prilaku
atau gaya hidup.
Intervensi :
1) Pantau perubahan orientasi, kemampuan
bicara, atau alam perasaan, atau afektif, sensorik dan proses pikir.
2)
Kaji
kesadaran sensorik seperti respon sentuhan, panas atau dingin, benda tajam atau
tumpal dan kesadaran terhadap gerakan dan letak tubuh. Perhatikan adanya
masalah atau sensasi yang lain.
3)
Observasi respon prilaku seperti rasa bermusuhan,
menangis, afektif yang tidak sesuai, agitasi, halusinasi.
4)
Hilangkan suara bising atau stimulus yang berlebihan
sesuai kebutuhan.
5) Bicara dengan suara lembut dan pelan.
6) Gunakan kalimat yang pendek dan sederhana.
7)
Pertahankan kontak mata.
8)
Pastikan atau validasi persepsi klien dan berikan umpan
balik.
9) Orientasikan
kembali klien secara teratur pada lingkungan dan tindakan apa yang dilakukan
terutama jika pengelihatannya terganggu. Beri stimulus yang bermanfaat, hindari isolasi baik secara fisik atau
psikologis.
10) Buat jadwal istirahat yang adekuat atau
periode tidur tanpa ada gangguan.
11) Gunakan
penerangan siang atau malam hari.
12) Berikan kesempatan yang lebih banyak untuk
berkomunikasi dan melakukan aktivitas.
13) Berikan keamanan terhadap klien, seperti
memberi bantalan pengalas pada penghalang tempat tidur, membantu saat berjalan,
melindungi dari benda tajam atau panas. Catat adanya penurunan persepsi
dan letakan pada tempat tidur klien.
14) Kolaborasi
dalam pemberian fisioterapi, terapi okupasi, terapi wicara, dan terapi
kognitif.
4. Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah
inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik (Nursalam,
2001).
Ada tiga fase
implementasi keperawatan yang dikutip oleh Gaffar,(1999) dari Griffith, et
all,(1986) yaitu, fase persiapan meliputi pengetahuan tentang rencana,
validasi rencana, pengetahuan dan ketrampilan mengimplementasikan rencana,
persiapan, pasien dan lingkungan. Fase
kedua yaitu fase operasional merupakan puncak implementasi dengan berorintasi
pada tujuan. Implementasi dapat dilakukan dengan intervensi independen atau
mandiri, dependen atau tidak mandiri, serta interdependen atau sering disebut
intervensi kolaborasi. Bersamaan dengan ini, perawat tetap melakukan angoing
assesment yang berupa pengumpulan data yang berhubungan dengan reaksi klien
termasuk reaksi fisik, psikologis, sosial, dan spiritual. Fase tiga yaitu fase
inerminasi merupakan terminasi perawat dengan klien setelah implementasi
dilakukan.
Pelaksanaan keperawatan yang dilakukan pada klien dengan cedera kepala
antara lain :
a. Perubahan perfusi jaringan serebral
berhubungan dengan penghentian aliran darah oleh SOL (hemoragi, hematoma),
edema serebral (respon lokal atau umum pada cidera, perubahan metabolik, takar
lajak obat atau alkohol).
Tindakan keperawatan :
1) Mengkaji status neurologis yang
berhubungan dengan tanda-tanda TIK, terutama GCS.
2)
Memonitor tanda-tanda vital setiap jam sampai keadaan
klien stabil.
3) Menaikkan kepala dengan sudut 150
- 450 tanpa bantal.
4)
Memberikan obat-obatan anti edema seperti manitol.
5) Memberikan oksigem sesuai program
terapi.
b. Risiko tinggi terhadap pola napas tidak
efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler, kerusakan persepsi atau
kognitif, obstruksi trakeobronkial.
Tindakan keperawatan :
1)
Mengkaji kecepatan, kedalaman, frekuensi, irama dan
bunyi napas.
2)
Mengatur posisi klien dengan posisi semifowler (150
- 450).
3) Melakukan penghisapan lendir dengan
hati-hati selama 10 - 15 detik, mencatat sifat, warna, bau sekret.
4)
Mengajarkan klien latihan napas dalam.
5)
Memberikan terapi oksigen sesuai indikasi.
c. Perubahan
persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi sensori, transmisi, dan
integrasi (trauma atau defisit neurologis).
Tindakan keperawatan :
1)
Mengkaji respon sensoris terhadap raba / sentuhan,
panas atau dingin, tajam dan tumpul, mencatat perubahan-perubahan yang terjadi.
2)
Menghilangkan suara bising atau stimulus yang
berlebihan sesuai kebutuhan.
3) Menggunakan kalimat yang sederhana, tenang
dan lembut dalam berbicara dengan klien.
4)
Memberikan stimulus yang berarti saat penurunan
kesadaran sampai kembalinya fungsi persepsi yang maksimal.
5)
Memberikan pengaman pada sisi tempat tidur.
5. Evaluasi
Evaluasi adalah
tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan
seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah
tercapai. Melalui evaluasi memungkinkan perawat untuk memonitor kealpaan yang
terjadi selama tahap pengkajiaan, analisa, perencanaan dan pelaksanaan tindakan
(Nursalam, 2001).
Evaluasi merupakan
tahap akhir dalam proses keperawatan yang merupakan tolak ukur untuk mengetahui
keberhasilan tindakan keperawatan yang diberikan. Pada tahap evaluasi terdapat
beberapa kemungkinan yaitu masalah teratasi seluruhnya, sebagian dan belum
teratasi atau bahkan timbul masalah baru. Evaluasi bertujuan untuk mengetahui
kemajuan klien, dalam mencapai kriteria hasil yang ditetapkan dalam tujuan
asuhan keperawatan. Evaluasi yang
dilakukan terdiri dari evaluasi hasil dan evaluasi proses.
Kriteria evaluasi diharapkan
terjadi pada klien antara lain :
a.
Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
penghentian aliran darah oleh SOL (hemoragi, hematoma), edema serebral (respon
lokal atau umum pada cidera, perubahan metabolik, takar lajak obat atau
alkohol), penurunan tekanan darah sistemik atau hipoksia (hipovolemia,
disritmia jantung).
Kriteria hasil, individu akan :
1.
Mempertahankan tingkat kesadaran biasa atau perbaikan,
kognisi dan fungsi motorik atau sensori.
2. Mendemonstrasikan tanda vital stabil dan
tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK.
b. Risiko tinggi terhadap pola napas
tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler, kerusakan persepsi
atau kognitif, obstruksi trakeobronkial.
Kriteria
hasil :
Mempertahankan
jalan napas sesuai indikasi pola pernapasan normal atau efektif, bebas sianosis
dengan GDA dalam batas normal klien.
c. Perubahan persepsi sensori
berhubungan dengan perubahan persepsi sensori, transmisi, dan integrasi (trauma
atau defisit neurologis).
Kriteria
hasil, klien akan :
1) Mempertahankan tingkat kesadaran dan fungsi
persepsi.
2) Mendemonstrasikan adanya perubahan prilaku
atau gaya hidup.
No comments:
Post a Comment