Konsep Pendidikan Kesehatan
a. Definisi
Pendidikan Kesehatan
Istilah
pendidikan kesehatan telah dirumuskan oleh para ahli pendidikan kesehatan dalam berbagai
pengertian, tergantung pada sudut pandang masing-masing. Berikut ini akan
dikemukakan beberapa pengertian yang dikemukakan oleh beberapa ahli tersebut.
Wood (1926 dalam Suliha et al, 2000) dalam
definisi yang dikemukakannya (Hanlon, hlm.578) yang dikutip Tafal, (1984)
mengemukakan bahwa pendidikan kesehatan sebagai sekumpulan pengalaman yang
mendukung kebiasaan, sikap, dan pengetahuan yang berhubungan dengan kesehatan
individu, masyarakat, dan ras.
Stuart (1986 dalam Suliha et al, 2000) mengatakan
bahwa pendidikan kesehatan adalah komponen program kesehatan dan kedokteran
yang terdiri atas upaya terencana untuk mengubah perilaku individu, kelompok
maupun masyarakat yang merupakan perubahan cara berfikir, bersikap, dan berbuat
dengan tujuan membantu pengobatan, rehabilitasi, pencegahan penyakit, dan
promosi hidup sehat.
Nyswander (1974) yang dikutip Notoatmodjo (1997)
menyatakan bahwa pendidikan kesehatan adalah proses perubahan perilaku yang
dinamis bukan proses pemindahan materi dari seseorang ke orang lain dan bukan
pula seperangkat prosedur. Hal itu dapat dilihat dari definisi yang dikemukan,
yaitu: Pendidikan kesehatan adalah suatu proses perubahan pada diri seseorang
yang dihubungkan dengan pencapaian tujuan kesehatan individu, dan masyarakat.
Pendidikan kesehatan tidak dapat diberikan kepada seseorang oleh orang lain,
bukan seperangkat prosedur yang harus dilaksanakan atau suatu produk yang harus
dicapai, tetapi sesungguhnya merupakan suatu proses perkembangan yang berubah
secara dinamis, yang didalamnya seseorang menerima atau menolak informasi,
sikap, maupun praktik baru, yang bertujuan dengan hidup sehat (Suliha et.al,
2002).
Ketiga definisi tersebut menunjukkan bahwa
pendidikan kesehatan merupakan suatu proses perubahan perilaku yang dinamis
dengan tujuan mengubah atau mempengaruhi perilaku manusia yang meliputi
komponen pengetahuan, sikap, ataupun praktik yang berhubungan dengan tujuan
hidup sehat baik secara individu, kelompok maupun masyarakat, serta merupakan
komponen dari program kesehatan (Suliha et.al, 2002).
Ahli lain, yaitu Green (1972) yang dikutip
oleh Notoatmodjo (1997), mengemukakan bahwa pendidikan kesehatan adalah istilah
yang diterapkan pada penggunaan proses pendidikan secara terencana untuk
mencapai tujuan kesehatan yang meliputi beberapa kombinasi dan kesempatan
pembelajaran (Suliha et.al, 2002).
Menurut Committee
President on Health Education (1997) yang dikutip Soekidjo Notoatmodjo (1997),
pendidikan kesehatan dalah proses yang menjembatani kesenjangan antara
informasi kesehatan dan praktik kesehatan, yang memotivasi seseorang untuk
memperoleh informasi dan berbuat sesuatu sehingga dapat menjaga dirinya menjadi
lebih sehat dengan menghindari kebiasaan yang buruk dan membentuk kebiasaan
yang menguntungkan kesehatan (Suliha, 2002).
Menurut Craven dan Hirnle (1996),
pendidikan kesehatan adalah penambahan pengetahuan dan kemampuan seseorang
melalui teknik praktik belajar atau instruksi, dengan tujuan untuk mengingat
fakta atau kondisi nyata, dengan cara member dorongan terhadap pengarahan diri
(self direction), aktif memberikan
informasi-informasi atau ide baru (Suliha, 2002).
Dari beberapa definisi yang dikemukakan
diatas, pada kesimpulannya pendidikan kesehatan merupakan proses perubahan
perilaku secara terencana pada diri individu, kelompok, atau masyarakat untuk
dapat lebih mandiri dalam mencapai tujuan hidup sehat. Pendidikan kesehatan
merupakan proses belajar pada individu, kelompok, atau masyarakat dari tidak
tahu tentang nilai kesehatan menjadi tahu, dan dari tidak mampu mengatasi masalah
kesehatan kesehatan sendiri menjadi mandiri. Dengan demikian pendidikan
kesehatan merupakan usaha/kegiatan untuk membantu individu, kelompok, dan
masyarakat dalam meningkatkan kemampuan baik pengetahuan, sikap, maupun
keterampilan untuk mencapai hidup sehat secara optimal.
Dalam keperawatan, pendidikan kesehatan
merupakan satu bentuk intervensi keperawatan yang mandiri untuk membantu klien
baik individu, kelompok, maupun masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatannya
melalui kegiatan pembelajaran, yang didalamnya perawat berperan sebagai perawat
pendidik. Pelaksanaan pendidikan kesehatan dalam keperawatan merupakan kegiatan
pembelajaran dengan langkah-langkah sebagai berikut : pengkajian kebutuhan
belajar klien, penegakan diagnose keperawatan, perencanaan pendidikan
kesehatan, implementasi pendidikan kesehatan, evaluasi pendidikan kesehatan,
dan dokumentasi pendidikan kesehatan (Suliha, 2002).
Pendidikan kesehatan merupakan tindakan
mandiri perawat dalam memberikan asuhan keperawatan untuk meningkatan derajat
kesehatan masyarakat melalui kegiatan pembelajaran sehingga dari yang tidak
tahu jadi tahu,yang tidak mau jadi mau dan yang tidak mampu menjadi mampu untuk
menjaga dan mempertahankan kesehatannya atau mencegah terjadinya penyakit dan
tingkat keparahan sakit pada dirinya dan proses pemulihan kesehatan dari sakit
untuk mencapai kesehatan yang optimal.
b.
Tujuan Pendidikan Kesehatan
Secara umum, tujuan dari pendidikan
kesehatan ialah mengubah perilaku individu/masyarakat dibidang kesehatan (WHO,
1984 dalam Notoatmodjo 1997). Tujuan ini
dapat diperinci lebih lanjut menjadi :
1) Menjadikan
kesehatan sebagai sesuatu yang bernilai dimata masyarakat.
2) Menolong
individu agar mampu secara mandiri atau berkelompok mengadakan kegiatan untuk
mencapai tujuan hidup sehat.
3) Mendorong
pengembangan dan penggunaan secara tepat sarana pelayanan kesehatan yang ada.(Suliha,
2002).
Secara operasional, tujuan pendidikan
kesehatan diperinci oleh Wong (1974) yang dikutip Tafal (1984) sebagai berikut:
1) Agar
penderita (masyarakat) memiliki tanggung jawab yang lebih besar pada kesehatan
(dirinya), keselamatan lingkungan, dan masyarakatnya.
2) Agar
orang melakukan langkah-langkah positif dalam mencegah terjadinya sakit menjadi
lebih parah dan mencegah keadaan ketergantungan melalui rehabilitasi cacat yang
disebabkan oleh penyakit.
3) Agar
orang memiliki pengertian yang lebih baik tentang eksistensi dan perubahan-perubahan system dan cara
memanfaatkannya dengan efesien dan efektif.
4) Agar
orang mempelajari apa yang dapat dia lakukan sendiri dan bagaimana caranya,
tanpa selalu meminta pertolongan kepada sistem pelayanan formal.
Dari kedua uraian tentang tujuan tersebut
diatas, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya pendidikan kesehatan bertujuan untuk mengubah pemahaman individu,
kelompok, dan masyarakat di bidang kesehatan agar menjadikan kesehatan sebagai
sesuatu yang bernilai, mandiri dalam mencapai tujuan hidup sehat, serta dapat
menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada dengan tepat dan sesuai.(Suliha,
2002).
c. Ruang Lingkup Pendidikan Kesehatan
Ruang
lingkup pendidikan kesehatan dapat dilihat dari berbagai dimensi, antara lain dimensi sasaran
pendidikan kesehatan, tempat pelaksanaan pendidikan kesehatan, dan tingkat pelayanan
pendidikan kesehatan.
1) Sasaran pendidikan kesehatan
Dari dimensi sasaran, ruang lingkup
pendidikan kesehatan dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu :
a) Pendidikan
kesehatan individual dengan sasaran individu.
b) Pendidikan
kesehatan kelompok dengan sasaran kelompok.
c) Pendidikan
kesehatan masyarakat dengan sasaran masyarakat.
2) Tempat
pelaksanaan pendidikan kesehatan.
Menurut dimensi pelaksanaannya, pendidikan
kesehatan dapat berlangsung di berbagai tempat sehingga dengan sendirinya
sasarannya juga berbeda. Misalnya :
a) Pendidikan
kesehatan di sekolah, dilakukan di sekolah dengan sasaran murid, yang
pelaksanaannya diintegrasikan dalam upaya kesehatan sekolah (UKS)
b) Pendidikan
kesehatan di pelayanan kesehatan, dilakukan di Pusat Kesehatan Masyarakat,
Balai Kesehatan, Rumah Sakit Umum maupun Khusus dengan sasaran pasien dan
keluarga pasien.
c) Pendidikan
kesehatan ditempat-tempat kerja dengan sasaran buruh atau karyawan.
3) Tingkat
pelayanan pendidikan kesehatan
Dalam dimensi tingkat pelayanan kesehatan,
pendidikan kesehatan dapat dilakukan berdasarkan lima tingkat pencegahan (five levels of preventi) dari Leavel dan
Clark (Notoadmojo, 1997), yaitu:
a) Promosi
kesehatan (Health Promotion)
Pada tingkat ini pendidikan kesehatan
diperlukan misalnya dalam kebersihan perorangan, perbaikan sanitasi lingkungan,
pemeriksaan kesehatan berkala, peningkatan gizi, dan kebiasaan hidup sehat.
b) Perlindungan
Khusus (Specific Protection)
Pada tingkat ini pendidikan kesehatan
diperlukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat. Misalnya tentang pentingnya
imunisasi sebagai cara perlindungan terhadap penyakit pada anak maupun orang
dewasa. Program imunisasi merupakan bentuk pelayanan perlindungan khusus.
Contoh lainnya adalah perlindungan kecelakaan di tempat kerja.
c) Diagnosa
Dini dan Pengobatan Segera (Early
Diagnosis and Prompt Treatment)
Pada tingkat ini pendidikan kesehatan
diperlukan karena rendahnya tingkat pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan
kesehatan dan penyakit yang terjadi di masyarakat. Keadaan ini menimbulkan
kesulitan mendeteksi penyakit yang terjadi di masyarakat, masyarakat tidak mau
diperiksa dan diobati penyakitnya. Kegiatan pada tingkat pencegahan ini
meliputi pencarian kasus individu atau masal, survey penyaringan kasus,
penyembuhan dan pencegahan berlanjutnya proses penyakit,pencegahan penyebaran
penyakit menular, dan pencegahan komplikasi.
d) Pembatasan
Cacat (Disability Limitation)
Pada tingkat ini pendidikan kesehatan
diperlukan karena masyarakat sering didapat tidak mau melanjutkan pengobatannya
sampai tuntas atau tidak mau melakukan pemeriksaan dan pengobatan penyakitnya
secara tuntas. Pengobatan yang tidak layak dan tidak sempurna dapat
mengakibatkan orang yang bersangkutan menjadi cacat atau memiliki
ketidakmampuan untuk melakukan sesuatu. Hal ini terjadi karena kurangnya
pengertian dan kesadaran masyarakat akan kesehatan dan penyakitnya. Pada
tingkat ini kegiatan meliputi perawatan untuk menghentikan penyakit, pencegahan
komplikasi lebih lanjut, serta fasilitas untuk mengatasi cacat dan mencegah
kematian.
e) Rehabilitasi
(Rehabilitation)
Pada
tingkat ini pendidikan kesehatan diperlukan karena setelah sembuh dari suatu
penyakit tertentu, seseorang mungkin menjadi cacat. Untuk memulihkan
kecacatannya itu diperlukan latihan-latihan. Untuk melakukan suatu latihan yang
baik dan benar sesuai dengan program yang ditentukan, diperlukan adanya
pengertian dan kesadaran dari masyarakat yang bersangkutan. Di sampng itu, ada
rasa malu dan takut tidak diterima untuk kembali ke masyarakat setelah sembuh
dari suatu penyakit atau sebaliknya masyarakat mungkin tidak mau menerima
anggota masyarakat lainnya yang baru sembuh dari suatu penyakit. (Suliha, 2002).
d. Pentingnya
Pendidikan Kesehatan dalam Keperawatan
Pentingnya pendidikan kesehatan dalam
keperawatan dapat digambarkan seperti yang dikemukakan Notoatmojo (1997)
tentang hubungan status kesehatan, perilaku, dan pendidikan kesehatan dengan
memodifikasi konsep Blum dan Green seperti pada gambar berikut ini :
Keturunan
pelayanan Lingkungan
kesehatan Status
kesehatan
Perilaku
Predisposing
factors
reinforcing
factors
( pengetahuan, sikap, Enabling
Factors ( sikap dan perilaku
kepercayaan,
Tradisi, ( ketersediaan petugas kesehatan)
dan nilai,
dan sebagainya ) sumber
daya/fasilitas )
PPM
komunikasi Pemasaran
Sosial training
dinamika Pengembangan pengembangan
kelompok Organisasi
organisasi
Pendidikan kesehatan
( dalam keperawatan )
Gambar
1-2. Skema Hubungan Status Kesehatan
perilaku dan pendidikan kesehatan(Suliha et. al, 2002)
Skema tersebut menggambarkan empat faktor
yang mempengaruhi “status ndividu atau masyarakat”. Faktor-faktor tersebut saling
mempengaruhi dan saling berinteraksi satu sama lain.
“Faktor
keturunan“, merupakan kondisi yang ada pada manusia serta organ manusia yang
ada, missalnya pada keluarga yang menderita diabetes
Faktor “pelayanan kesehatan“, petugas
kesehatan berupaya dan bertanggung jawab memberikan pelayanan kesehatan pada
individu dan masyarakat.
Faktor “perilaku“, perilaku bisa dari
individu tersebut dan dapat pula dipengaruhi dari luar misalnya pengaruh dari
luar misalnya pengaruh dari budaya, nilai-nilai, ataupun keyakinan yang ada
dalam masyarakat.
Faktor “lingkungan“, adalah suatu kondisi
atau keadaan lingkungan yang menggambarkan lingkungan kehidupan manusia yang
dihubungkan dengan status kesehatan meliputi : perumahan, penyediaan air
bersih, pembuangan sampah, pembuangan kotoran manusia (tinja), halaman rumah,
selokan, kandang hewan, ventilasi.
Besarnya kontribusi keempat faktor tersebut
terhadap status kesehatan, khususnya di negara berkembang belum ada penelitian
yang membuktikannya, namun apabila dilakukan penelitian kemungkinan hasilnya
menunjukan bajwa faktor perilaku mempunyai kontribusi kedua terbesar setelah faktor
lingkungan.
Selanjutnya Green (1980 dalam Suliha et.
al, 2009) menjelaskan bahwa perilaku dipengaruhi oleh tiga faktor, yakni faktor
predisposisi (predisposing factor),
faktor pemungkin (enabling factors)
dan faktor yang memperkuat atau pendorong (reinforcing
factors). Dalam hal ini pendidikan kesehatan sebagai faktor upaya
intervensi perilaku harus diarahkan pada faktor predisposisi, faktor pemungkin
dan faktor yang memperkuat masalah perilaku baik individu, kelompok, maupun
masyarakat.
e.
Batasan Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan merupakan serangkaian
upaya yang ditujukan untuk mempengaruhi orang lain, mulai idividu, kelompok,
keluarga, dan masyarakat agar terlaksananya perilaku hidup sehat. Sama halnya
dengan proses pembelajaran pendidikan kesehatan memiliki tujuan yang sama yaitu
terjadinya perubahan perilaku yang dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya
adalah sasaran pendidikan kesehatan, perilaku pendidikan, proses pendidikan dan
perubahan perilaku yang diharapkan
Menurut Green (1980 dalam Setiawati dan
Darmawan, 2008), kegiatan pendidikan kesehatan ditujukan pada tiga faktor diantaranya
adalah:
1) Pendidikan
Kesehatan Dalam Faktor-Faktor Predisposisi
Pendidikan
Kesehatan ditujukan untuk menggugah kesadaran, memberikan dan meningkatkan
pengetahuan sasaran pendidikan kesehatan yang menyangkut tentang pemeliharaan
kesehatan, peningkatan kesehatan untuk individu, kelompok dan masyarakat.
2) Pendidikan
Kesehatan Dalam Faktor-Faktor Enabling/ pemungkin
Pendidikan
kesehatan dipengaruhi oleh faktor enabling atau kemungkinan diantaranya sarana
dan prasarana kesehatan bagi pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan
dilakukan dengan memberi bimbingan, pelatihan dan bantuan teknis lainnya yang
dibutuhkan individu, keluarga dan masyarakat.
3) Pendidikan
Kesehatan Dalam Faktor-Faktor Reinforcing
Faktor-faktor
reinforcing ini antara lain tokoh agama, tokoh masyarakat dan petugas
kesehatan. Pemberian pelatihan pendidikan kesehatan ditujukan kepada tokoh-tokoh tersebut. Individu,
keluarga dan masyarakat akan menjadikan mereka teladan dalam bidang kesehatan.
Perubahan perilaku hidup sehat akan lebih mudah tercapai jika yang memberikan
pendidikan kesehatan adalah orang yang diyakini kebenarannya atas perkataan,
sikap dan perilakunya.
f.
Komunikasi dalam pendidikan kesehatan
(Suliha et. al, 2009) menyatakan Menurut
Hovland (dalam Notoatmodjo, 1997) komunikasi adalah suatu proses ketika
individu sebagai komunikator mengalihkan rangsangan dalam bentuk lambang,
bahasa, atau gerak untuk mengubah tingkah laku individu yang lain (komunikan).
Menurut Williams (dalam Notoatmodjo, 1997)
komunikasi adalah setiap aktivitas saling memberi informasi. Dalam hal ini
komunikator sebagai sumber informasi mengalihkan informasi, dan gagasan dengan
maksud mengubah perilaku komunikan (Suliha et. al, 2009)
Peran komunikasi dalam pendidikan kesehatan
yang utama adalah mengkondisikan faktor predisposisi. Petugas kesehatan sebagai
sumber informasi harus mampu berkomunikasi dengan sasaran didik (pasien).
Komunikasi yang terjadi menggambarkan hubungan interaksi perawat-pasien dalam
arti komunikasi terjadi timbale balik atau dua arah. Perawat sebagai sumber
informasi mentransfer pengetahuan dan pasien memahami informasi yang diterima
sebagai hasil belajar.
Komunikasi sebagai suatu proses mengartikan
bahwa komunikasi merupakan kegiatan yang terus-menerus, tidak pernah berakhir
atau bermula. Dalam komunikasi terjadi proses interaktif antara komunikator,
yaitu perawat dan komunikan (pasien), sehingga terjadi timbal balik (feedback).
g. Konsep
Manajemen Pembelajaran dalam Strategi Pendidikan Kesehatan
Pengelolaan pembelajaran dalam pendidikan
kesehatan merupakan suatu langkah yang sistematis yang dimulai dari pengenalan
masalah pendidikan kesehatan, penyusunan perencanaan, implementasi, dan
evaluasi pendidikan kesehatan, dan upaya tindak lanjut.
Untuk melaksanakan strategi ini,
proses manajemen harus dipakai.
Kegiatan ini meliputi :
1) Perencanaan.
Pada tahap perencanaan ini ahli pendidikan kesehatan harus sudah
diikutsertakan agar dapat menyumbangkan usaha untuk mengubah perilaku dan
meyakinkan masyarakat tentang manfaat usaha kesehatan.
2) Pelaksanaan.
Pada tahap ini ahli pendidikan kesehatan
diikut sertakan dalam mengawasi perkembangan usaha tersebut. Jika ada hambatan
atau penyimpangan, ia akan dapat memberikan bahan pertimbangan atau cara penyelesaian
yang lain, terutama yang berhubungan dengan keadaan social budaya masyarakat
setempat. Dengan demikian, usaha yang dijalankan tidak bertentangan dengan sistem
norma yang berlaku di tempat tersebut.
3) Penilaian.
Pada tahap ini ahli pendidikan kesehatan
diminta untuk turut menilai seberapa jauh program atau usaha itu telah mencapai
hasil sesuai dengan yang diharapkan. Jika terjadi kemacetan, pendidikan
kesehatan dapat ikut memberikan gagasan tentang usaha pemecahan masalah yang
dianggap tepat.
4) Tindak
lanjut.
Tahap ini sebenarnya termasuk dalam
kegiatan untuk memantapkan usaha sehingga dapat berlanjut dengan baik, dan di
sini lah perlu diciptakan suatu sistem/ mekanisme yang tepat agar usaha
tersebut tidak mengalami kemandekan.
Pengelolaan
pembelajaran dalam pendidikan kesehatan harus memperhatikan aspek-aspek berikut
:
1) Proses
belajar mencakup kegiatan latihan dalam memperoleh tingkah laku baru
2) Kegiatan
belajar dapat dilaksanakan dimana saja, kapan saja dan oleh siapa saja dengan
berfokus pada aspek kemandirian peserta didik sehingga pengajar harus
menciptakan kondisi dan stimulus tertentu agar peserta didik mau belajar
mandiri dan mengubah perilaku sehat atas kemauannya sendiri.
3) Peserta
didik dipandang sebagai orang dewasa, sehingga pengelolaan proses belajar yang
digunakan harus sesuai dengan kondisi peserta didik.
h. Konsep
Dasar Pendidikan Kesehatan
Kerangka konsep proses
pendidikan kesehatan
1) Proses
pendidikan kesehatan
Prinsip utama dalam proses pendidikan kesehatan
adalah proses belajar pada individu, kelompok, keluarga, dan masyarakat.
Apabila proses pendidikan kesehatan dilihat sebagai sistem, proses belajar
dalam kegiatannya menyangkut aspek masukan, proses, dan keluaran yang
digambarkan dalam Notoatmodjo (1997) sebagai berikut :
Gambar 1-3. Proses Pendidikan
Kesehatan(Suliha, 2002)
2)
Masukan dalam pendidikan kesehatan
Masukan dalam proses pendidikan kesehatan adalah
individu, kelompok, keluarga, dan masyarakat yang akan menjadi sasaran didik.
Dalam kegiatan belajar, sasaran didik subjek belajar dengan perilaku belum
sehat. Subjek belajar yang mempengaruhi proses pendidikan kesehatan adalah
kesiapan fisik dan psikologis (motivasi, dan minat), latar belakang
pendidikan,dan sosial budaya.
3) Proses
dalam pendidikan kesehatan
Proses dalam pendidikan kesehatan merupakan
mekanisme dan interaksi yang memungkinkan terjadinya perubahan perilaku subjek
belajar. Dalam proses tersebut diperlukan interaksi antara subjek belajar
sebagai pusatnya dan pengajar (petugas kesehatan) metode pengajaran, alat bantu
belajar, dan materi belajar.
Proses pendidikan kesehatan dipengaruhi oleh faktor:
materi/ bahan, pendidikan kesehatan, lingkungan belajar, perangkat pendidikan
baik perangkat lunak maupun perangkat keras, dan subjek belajar, yaitu
individu, kelompok, keluarga, dan masyarakat serta tenaga kesehatan/ perawat.
Berikut ini dijelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi proses pendidikan
kesehatan.
Materi/bahan pendidikan kesehatan merupakan
materi/bahan belajar bagi subjek belajar. Materi tersebut dapat merupakan
materi baru, pelengkap atau pengulangan bagi subjek belajar.
Lingkungan belajar dapat berupa tatanan belajar
dikelas, auditorium atau tempat lainnya, lingkungan sosial, lingkungan fisik (cahaya,
udara, suara).
Tenaga kesehatan/ perawat meliputi
kualitas, yaitu kemampuan melakukan pendidikan kesehatan, maupun kuantitas yang
menyangkut jumlah maupun jenisnya. Perangkat lunak pendidikan kesehatan yang
mempengaruhi proses belajar adalah kurikulum/satuan pelajaran, buku materi, leafleat, booklet, buku pedoman dan
peraturan.
4) Keluaran
dalam pendidikan kesehatan
Keluaran dalam pendidikan kesehatan adalah kemampuan
sebagai hasil peurbahan perilaku yaitu perilaku sehat dari sasaran didik (Suliha
et.al, 2002).
i. Metode
Pembelajaran dalam Pendidikan Kesehatan
Metode pendidikan kesehatan pada dasarnya merupakan
pendekatan yang digunakan dalam proses pendidikan untuk penyampaian pesan kepada sasaran pendidikan kesehatan,
yaitu individu, kelompok/ keluarga, dan masyarakat. Metode pembelajaran dalam
pendidikan kesehatan dapat berupa metode pendidikan individual, metode
pendidikan kelompok, dan metode pendidikan massa.
Metode pendidikan individual pada pendidikan
kesehatan digunakan untuk membina perilaku baru serta membina perilaku individu
yang mulai tertarik pada perubahan perilaku sebagai proses inovasi. Metode
pendidikan individual yang biasa digunakan adalah bimbingan dan penyuluhan,
konsultasi pribadi, serta wawancara.
Metode pendidikan kelompok dapat dibagi ke dalam
kategori kelompok kecil yang beranggotakan kurang dari lima belas orang dan
kelompok besar yang beranggotakan lebih dari lima belas orang. Pada kelompok
kecil metode pendidikan dapat digunakan seperti diskusi kelompok, curah gagas/ ide,
bola salju, buzz group, permainan peran, simulasi, dan demonstrasi. Pada kelompok
besar dapat digunakan metode pendidikan seperti ceramah, seminar, dan forum
panel.
Metode pendidikan massa digunakan pada sasaran yang
bersifat missal yang bersifat umum dan tidak membedakan sasaran dari umur,
jenis kelamin, pekerjaan, status sosial ekonomi, tingkat pendidikan. Pendidikan
kesehatan dengan menggunakan metode pendidikan massa tidak dapat diharapkan
sampai terjadinya perubahan perilaku, namun mungkin hanya mungkin sampai pada
tahap sadar (awareness). Beberapa
bentuk metode pendidikan massa adalah : ceramah umum, pidato, simulasi, artikel
di majalah, film cerita dan papan reklame.
Suatu
metode pembelajaran dalam pendidikan kesehatan dipilih berdasarkan tujuan
pendidikan kesehatan, kemampuan perawat sebagai tenaga pengajar, kemampuan
individu/keluarga/kelompok/masyarakat, besarnya kelompok, waktu pelaksanaan
pendidikan kesehatan, serta ketersediaan fasilitas pendukung. Berikut ini
diuraikan bentuk metode pendidikan kesehatan yang membahas pengertian,
penggunaan, keunggulan, dan kekurangannya.
1) Metode
ceramah
a) Definisi
metode ceramah
Ceramah
adalah pidato yang disampaikan oleh seorang pembicara didepan sekelompok
pengunjung. Ceramah pada hakikatnya adalah proses transfer informasi dari
pengajar kepada sasaran belajar. Dalam proses transfer informasi ada tiga
elemen yang penting, yaitu pengajar, materi pengajaran, dan sasaran belajar.
b) Penggunaan
metode
Metode
ceramah digunakan pada sifat sasaran sebagai berikut, sasaran belajar mempunyai
perhatian yang selektif, sasaran belajar mempunyai lingkup perhatian yang
terbatas, sasaran belajar perlu menyimpan informasi, sasaran belajar perlu
menggunakan informasi yang diterima.
c) Keunggulan
metode ceramah
(1) Keunggulan
metode ceramah adalah :
(2) Dapat
digunakan pada orang dewasa
(3) Penggunaan
waktu yang efesien
(4) Dapat
dipakai pada kelompok yang besar
(5) Tidak
terlalu banyak menggunakan alat bantu pengajaran
(6) Dapat
dipakai untuk member pengantar pada pelajaran atau suatu kegiatan
d) Kekurangan
metode ceramah
Kekurangan metode ceramah adalah :
(1) Menghambat
respons dari yang belajar sehingga pembicara sulit menilai reaksinya
(2) Tidak
semua pengajar dapat menjadi pembicara yang baik, pembicara harus menguasai
pokok pembicaraannya
(3) Dapat
menjadi kurang menarik, sulit untuk dipakai pada anak-anak
(4) Membatasi
daya ingat dan biasanya hanya satu indera yang dipakai
2) Metode
diskusi kelompok
a) Definisi
diskusi kelompok
Diskusi
kelompok adalah percakapan yang direncanakan atau dipersiapkan di antara tiga
orang atau lebih tentang topi tertentu dengan seorang pemimpin.
b) Penggunaan
Metode
diskusi kelompok digunakan bila sasaran pendidikan kesehatan, diharapkan :
(1) Dapat
saling mengemukakan pendapat
(2) Dapat
mengenal dan mengolah problem kesehatan yang dihadapi
(3) Mengharapkan
suasana informal
(4) Diperoleh
pendapat dari orang-orang yang tidak suka berbicara
(5) Agar
problem kesehatan yang dihadapi lebih menarik untuk dibahas
c) Keunggulan
metode diskusi kelompok
Keunggulan metode diskusi kelompok adalah :
(1) Memberi
kemungkinan untuk saling mengemukakan pendapat
(2) Merupakan
pendekatan yang demokratis, mendorong rasa kesatuan
(3) Dapat
memperoleh pandangan dan wawasan
(4) Membantu
mengembangkan kepemimpinan
d) Kekurangan
metode diskusi kelompok
Kekurangan metode diskusi kelompok adalah:
(1) Tidak
efektif dipakai pada kelompok yang lebih besar
(2) Keterbatasan
informasi yang didapat oleh peserta
(3) Membutuhkan
pemimpin diskusi yang terampil
(4) Kemungkinan
didominasi orang yang suka berbicara
(5) Biasanya
sebagian besar orang menghendaki pendekatan formal
3) Metode
Demonstrasi
a) Definisi
metode demonstrasi
Metode
demonstrasi adalah metode pembelajaran yang menyajikan suatu prosedur atau
tugas, cara menggunakan alat, dan cara berinteraksi. Demonstrasi dapat
dilakukan secara langsung atau menggunakan media, seperti video dan film.
b) Penggunaan
Metode demonstrasi digunakan :
(1) Jika
memerlukan contoh prosedur atau tugas dengan benar
(2) Apabila
tersedia alat-alat peraga
(3) Bila
tersedia tenaga pengajar yang terampil
(4) Membandingkan
suatu cara dengan cara yang lain
(5) Untuk
mengetahui serta melihat kebenaran sesuatu, bila berhubungan dengan mengatur
sesuatu, dan proses mengerjakan atau menggunakan sesuatu
c) Keunggulan
metode demonstrasi adalah
(1) Dapat
membuat proses pembelajaran menjadi lebih jelas dan konkret
(2) Dapat
menghindari verbalisme
(3) Lebih
menarik
(4) Peserta
didik dirangsang untuk mengamati
(5) Menyesuaikan
teori dengan kenyataan dan dapat melakukan sendiri (redemonstrasi)
d) Kekurangan
Kekurangan metode
demonstrasi adalah :
(1) Memerlukan
keterampilan khusus dari pengajar
(2) Alat-alat/biaya,
dan tempat yang memadai belum tentu tersedia
(3) Memerlukan
persiapan dan perencanaan yang matang
j. Alat
Bantu Pembelajaran Dalam Pendidikan Kesehatan
1) Definisi
alat bantu pembelajaran
Alat bantu pembelajaran adalah alat-alat
yang digunakan oleh pendidik dalam menyampaikan bahan pengajaran dan biasa
dikenal dengan nama alat peraga pengajaran. Alat peraga pada dasarnya dapat
membantu sasaran didik untuk menerima pelajaran dengan menggunakan
pancainderanya. Semakin banyak indera yang digunakan dalam menerima pelajaran
semakin baik penerimaan pelajaran
2) Kerucut
Edgar Dale
Edgar Dale membagi alat peraga kedalam
sebelas bentuk, yaitu kata-kata, tulisan, rekaman, film, telivisi, pameran,
kunjungan lapangan, demonstrasi, sandiwara, benda tiruan, benda asli.
Berdasarkan intensitasnya alat peraga tersebut digambarkan sebagai kerucut
Edgar Dale sebagai berikut ini :
Gambar 1-4 :
kerucut Edgar Dale
Sumber : Notoatmodjo (1997)
Keterangan
:
a) Kata-kata
b) Tulisan
c) Rekaman,
Radio
d) Film
e) Telivisi
f) Pameran
g) Kunjungan
lapangan
h) Demonstrasi
i)
Sandiwara
j)
Benda tiruan
k) Benda
asli
3)
Kegunaan Alat Bantu Pembelajaran
Kegunaan
alat bantu/peraga pengajaran adalah :
a)
Menimbulkan minat sasaran pendidikan
kesehatan
b)
Dapat mencapai sasaran yang lebih banyak
c)
Membantu mengatasi hambatan bahasa
d) Merangsang
sasaran pendidikan kesehatan untuk melaksanakan pesan kesehatan
e) Merangsang
pendidkan kesehatan untuk meneruskan pesan yang diterima kepada orang lain
f) Membantu
sasaran pendidikan kesehatan untuk belajar lebih banyak dan cepat
g) Mempermudah
penyampaian materi pendidikan kesehatan oleh pendidik, mempermudah penerimaan
informasi oleh sasaran pendidikan kesehatan
h) Mendorong
keinginan orang untuk mengetahui
i)
Lebih mendalami terutama hal-hal yang
baru
j)
Membantu menegakan pengetahuan yang
diperoleh
4) Macam-Macam
Alat Bantu
a) Alat
bantu pandang
Alat
bantu pandang berguna untuk merangsang indera penglihatan pada waktu terjadi
proses pembelajaran.
Alat bantu pandang ada dua macam yaitu :
(1) Alat
yang diproyeksikan, contohnya: terawangan (slide),
film, film strip.
(2) Alat
yang diproyeksikan, contohnya: gambar, peta, bagan, boneka.
b) Alat
bantu dengar
Alat bantu dengar adalah alat yang
dapat membantu menstimulasi indera
pendengaran pada waktu proses pembelajaran, contohnya : piringan hitam, radio,
pita suara.
c)
Alat bantu pandang dengar
Alat bantu lihat pandang dengar adalah alat
bantu pendidikan kesehatan yang lebih dikenal dengan nama “Audio Visual Aids“ (AVA)
yang dapat membantu menstimulasi indera penglihatan dan pendengaran pada waktu
proses pembelajaran. Contohnya: telivisi, VCD, dan Kaset video.
5) Alat
bantu berdasarkan pembuatannya
a) Alat
bantu elektronik yang rumit, contohnya: film, terawangan film yang memerlukan
alat elektronik.
b) Alat
bantu sederhana. Contohnya: leafleat,
model buku bergambar, benda-benda nyata (sayuran, buah-buahan), papan tulis, flip chart, poster, boneka, panthom, spanduk. Ciri-ciri alat bantu
sederhana adalah adalah mudah dibuat, mudah memperoleh bahan-bahan,
ditulis/digambar dengan sederhana, memenuhi kebutuhan pengajaran, mudah
dimengerti serta tidak menimbulkan salah persepsi.
k.
Prinsip-Prinsip Pendidikan Kesehatan
Dalam Keperawatan
Interaksi antara seorang pendidik dan
seorang merupakan hubungan khusus yang ditandai dengan adanya saling berbagi
pengalaman, serta memberi sokongan dan negoisasi. Pembelajaran yang efektif
terjadi ketika klien dan petugas kesehatan sama-sama berpartisipasi dalam
proses belajar mengajar, dalam arti menunda pengajaran sampai klien mau berpartisipasi
secara aktif. Kualitas positif yang memberikan karakteristik terhadap hubungan
pembelajaran meliputi:
1) Belajar
Mengajar Berfokus Pada Klien
Pendidikan kesehatan adalah hubungan
terapeutik yang berfokus pada klien yang spesifik. Klien yang tinggal dengan
isu-isu kesehatan apa pun membutuhkan pengobatan atau dilibatkan dalam
pemberian asuhan keperawatan/kesehatan. Klien mempunyai nilai, keyakinan,
kemampuan kognitif, dan gaya belajar yang unik, yang dapat berpengaruh terhadap
pembelajaran. Klien dianjurkan untuk mengekspresikan perasaan dan pengalamannya
kepada perawat, sehingga perawat lebih mengerti tentang keunikan klien dalam
memberikan pendidikan kesehatan dapat memenuhi kebutuhan klien secara
individual.
2) Belajar
Mengajar Bersifat Menyeluruh (holistik)
Dalam
memberikan pendidikan kesehatan harus dipertimbangkan Klien secara keseluruhan,
tidak hanya berfokus pada muatan spesifik saja. Petugas kesehatan dan klien
saling berbagi pengalaman, perasaan, keyakinan, dan filosofi personal. Cara itu
akan membantu petugas kesehatan memperoleh pemahaman yang besar terhadap
kliennya, sehingga dapat memberikan arti dalam konteks yang lebih
luas.contohnya ketika petugas kesehatan mengajarkan cara menyuntik insulin
kepada klien yang menderita diabetes melitus, hendaknya petugas kesehatan itu
menanyakan dulu tentang pengalaman klien terhadap penyakitnya dan keterampilan
menyuntik sebelumnya. Selain itu, petugas kesehatan harus menjelaskan dampak
pemberian insulin ini, sehingga klien tahu dan dapat mengantisipasi apa yang
akan terjadi.
3) Belajar
Mengajar Negoisasi
Petugas kesehatan dan klien bersama-sama
menentukan apa yang telah diketahui dan apa yang penting untuk diketahui. Jika
sudah ditentukan, kemudian dibuat perencanaan yang dikembangkan berdasarkan
masukan dari klien dan petugas kesehatan. Kadang-kadang negoisasi ini merupakan
proses yang formal dengan membuat kontrak tertulis dalam pengalaman
pembelajaran (inform consent), tetapi
juga merupakan proses informal yang dilanjutkan dengan pemeriksaan dan validasi
untuk mengantarkan pada proses pembelajaran.
4) Belajar
Mengajar yang Interaktif
Pendidikan kesehatan adalah suatu proses
yang dinamis dan interaktif yang melibatkan partisipasi dari petugas kesehatan
dan klien. Petugas kesehatan belajar dari klien dan klien belajar dari petugas
kesehatan, seperti muatan dikenalkan, butir spesifik dijelaskan dan ditinjau
kembali, dan kebutuhan baru ditentukan. Model ini berbeda dari model sederhana
yang menjelaskan tentang perjanjian muatan, pembelajaran, dan evaluasi
pembelajaran. Dalam memberikan pendidikan kesehatan klien, baik secara
individual, kelompok maupun masyarakat, hendaknya diperlihatkan hal-hal
tersebut, yaitu: berfokus pada klien,memandang klien secara keseluruhan (utuh),
diadakannya negoisasi dan tidak memutuskan sebelah pihak, dalam hal ini ada
interaksi, sehingga pendidikan kesehatan ini mempunyai kualitas yang positif.
l.
Teori Belajar
Menurut (Setiawati dan Darmawan, 2008) beberapa
teori yang erat kaitannya dengan belajar yaitu: behavioristik, kognitif, humanistic
dan sibernik.
1) Teori
Behavioristik
Kunci utama dari teori behavioristik adalah
perubahan tingkah laku manusia. Teori ini memandang bahwa perubahan perilaku
seseorang adalah hasil dari sebuah interaksi antara stimulus dan respon.
2) Teori
Kognitif
Teori atau aliran kognitif lebih
memperhatikan proses belajar dibanding hasil belajar itu sendiri. Teori ini
tidak sekedar memandang hubungan antara stimulus dan respon tetapi juga melihat
proses berpikir yang sangat komplek.
3) Teori
Humanistik
Proses belajar menurut aliran ini memandang
bahwa belajar harus berhuklu dan bermuara pada manusia itu sendiri. Adapun beberapa
ahli yang memberikan paparan sesuai dengan aliran salah satunya adalah: Bloom
dan Krathwohl yang menyatakan tiga kawasan yang mungkin dikuasai oleh peserta
didik diantaranya adalah Kognitif, Afektif dan Psikomotor.
4) Teori
Sibernik
Menurut aliran ini belajar adalah
pengolahan informasi. Teori ini memiliki
kesamaan dengan teori kognotif yang mementingkan proses belajar, tetapi bukan
hanya proses melainkan sistem yang jauh lebih penting. Menurut teori ini tidak
ada satu proses belajar pun yang ideal untuk segala situasi yang cocok untuk
semua peserta didik.
m. Prinsip
Belajar Mengajar
Dalam proses belajar mengajar hendaknya
guru memperhatikan faktor-faktor yang mendukung belajar, faktor-faktor yang
menghambat belajar, fase-fase dalam proses belajar, serta karakteristik
perilaku belajar.
1) Guru
mampu memahami faktor pendukung dan faktor Penghambat belajar dalam proses
belajar mengajar hendaknya guru memperhatikan faktor-faktor yang mendukung
belajar, yang meliputi : motivasi, kesiapan pelibatan aktif, umpan balik dari
yang sederhana ke kompleks, pengulangan waktu dan lingkungan. Di lain pihak
faktor-faktor yang menghambat belajar meliputi emosi, kejadian-kejadian
psikologis, dan rintangan budaya.
a) Faktor-faktor
pendukung belajar
(1) Motivasi
Motivasi untuk belajar adalah keinginan
untuk belajar yang dapat mempengaruhi bagaimana seorang belajar. Motivasi ini pada
umumnya meningkat ketika seseorang mengenal kebutuhannya dan merasa yakin
kebutuhan tersebut dapat terpenuhi melalui belajar.
(2) Kesiapan
Kesiapan
untuk belajar adalah perilaku yang menunjukan motivasi pada waktu yang
spesifik. Kesiapan merefleksikan keinginan dan kemampuan seseorang untuk
belajar. Peran petugas kesehatan adalah mendorong perkembangan kesiapan
tersebut.
(3) Pelibatan
aktif (Active involvement)
Pelibatan aktif dalam pembelajaran sangat
penting. Jika peserta didik aktif dalam perencanaan dan diskusi, pembelajaran
akan lebih cepat dan lebih baik. Sekali peserta didik telah berhasil dalam
pencapaian tugas atau memahami konsep, mereka akan memperoleh kepercayaan diri
tentang kemampuannya dalam belajar, mengurangi kecemasan tentang kegagalan dan
memotivasi untuk belajar lebih baik.
(4) Umpan
balik (Feed back)
Umpan balik adalah informasi yang berhubungan dengan penampilan peserta
didik terhadap tujuan yang diharapkan. Umpan balik positif akan memberikan
dukungan atau semangat peserta didik untuk berbuat yang lebih baik, karena
mereka merasa dihargai dan tahu tentang cara lain/alternative lain untuk
mencapai hasil yang lebih lagi, sementara umpan balik yang negative, seperti
hukuman dan kurangnya penghargaan akan menurunkan semangat peserta didik serta
mengundurkan diri dari pembelajaran.
(5) Dari
yang sederhana ke yang kompleks
Belajar dilengkapi dengan materi yang
secara logika diolah dan diproses dari yang sederhana ke yang kompleks, seperti
peserta didik mampu memahami informasi baru, mengasimilasikan informasi baru
dengan pelajaran yang lalu dan membentuk pemahaman baru. Namun, tentunya,
sederhana dan kompleksnya pembelajaran ini tergantung pada individu yang
belajar. Bagi satu individu, satu pelajaran terlalu sederhana, sementara bagi
individu lain dirasakan lebih kompleks.
(6) Pengulangan
(repetition)
Pengulangan konsep kunci dan fakta
memfasilitasi penahanan materi yang baru dipelajari. Praktik keterampilan
psikomotor, terutama umpan balik dari pengajar, akan memperbaiki penampilan
dalam keterampilan dan memudahkan pemindahan mereka pada setting yang lain.
(7) Waktu
(timing)
Seseorang akan mempertahankan informasi dan
keterampilan psikomotornya secara baik, jika waktu antara pembelajaran dan
penggunaan tidak terlalu lama (waktu pendek), interval waktunya lama dan orang
itu sering lupa.
(8) Lingkungan
(Environment)
Lingkungan belajar yang optimal mendukung
pembelajaran dengan mengurangi distraksi dan memberikan perasaan nyaman, baik
secara fisik maupun psikologis, misalnya : cahaya ruangan yang memadai, bebas
dari suara bising, suhu ruangan yang sejuk dan ventilasi yang baik.
b) Faktor-faktor
penghambat belajar
(1) Emosi
Tingkat
kecemasan yang tinggi dapat mengganggu pembelajaran. Klien/keluarga yang sangat
khawatir biasanya tidak dapat mendengar kata-kata atau hanya mempertahankan
sedikit informasi yang dikomunikasikan.
(2) Kejadian-kejadian
psikologis
Belajar dapat dihambat oleh
kejadian-kejadian psikologis, seperti penyakit yang kritis, nyeri atau gangguan
pendengaran. Karena klien tidak dapat berkonsentrasi dan menerapkan energinya terhadap pelajaran
pembelajarannya sendiri terganggu. Petugas kesehatan harus mencoba mengurangi
rintangan psikologis terhadap pembelajaran itu sebelum pembelajaran dimulai.
(3) Budaya
Ada pandangan unsur budaya yang dapat
mempengaruhi pembelajaran, seperti bahasa dan nilai-nilai. Misalnya klien tidak
memahami bahasa yang diajarkan oleh petugas kesehatan. Petugas kesehatan harus
menangani secara langsung konflik yang dihadapi klien itu dengan menggunakan
bahasa yang dapat dipahami oleh klien. Selain itu, nilai-nilai yang berbeda
akan mempengaruhi pembelajaran, misalnya : klien yang tidak mempunyai nilai
tentang tubuh langsing/kelebihan berat badan (over weight) yang berhubungan dengan makanan, sulit untuk belajar
tentang diet yang baik itu seperti apa.
2) Fase
belajar
Karena belajar itu merupakan aktivitas yang
berproses, didalamnya terdapat perubahan-perubahan yang bertahap. Perubahan itu
tumbuh melalui fase-fase yang satu dengan lainnya berhubungan secara berurutan
dan fungsional.
a) Fase
belajar menurut Bruner (1985)
Menurut
Brunner.(1985 dalam Syah, 1997), dalam proses pembelajaran, siswa menempuh tiga
fase, yaitu:
(1) Fase
informasi (tahap penemuan materi)
(2) Fase
transformasi (tahap pengubahan materi)
(3) Fase
evaluasi (tahap penilaian materi)
b) Fase-fase
belajar menurut Wittig (1981)
Menurut
Wittig (1981 dalam Syah, 1997), proses belajar selalu berlangsung dalam tiga
tahapan, yaitu:
(1) Tahap
peroleh/ penerimaan informasi (acquisition).
(2) Tahap
penyimpanan informasi (storage).
(3) Tahap
mendapatkan kembali informasi (retrieval).
3) Karakteristik
Perilaku Belajar
Karakteristik perilaku belajar ini dalam
beberapa pustaka rujukan disebut juga sebagai prinsip-prinsip belajar (Surya,
1982). Di antara ciri-ciri perubahan khas yang menjadi karakteristik perilaku
belajar yang terpenting adalah perubahan intensional, positif dan aktif,
efektif dan fungsional.
a) Perubahan
intensional : perubahan yang terjadi dalam proses belajar berkat pengalaman/ praktik
yang dilakukan dengan sengaja dan disadari atau dengan kata lain bukan karena
kebetulan. Individu menyadari akan adanya perubahan yang dialami atau
sekurang-kurangnya ia merasakan ada perubahan didalam dirinya, seperti
penambahan pengetahuan kebiasaan, sikap dan pandangan sesuatu, serta
keterampilan. Disamping menghendaki perubahan yang disadari, perilaku belajar
juga diarahkan pada tercapainya perubahan tersebut.
b) Perubahan
positif dan aktif: perubahan yang terjadi karena proses belajar bersifat
positif dan aktif. Positif artinya baik, bermanfaat, dan sesuai dengan harapan.
Hal ini juga bermakana bahwa perubahan tersebut senantiasa merupakan penambahan atau pemerolehan sesuatu yang baru
dan lebih baik daripada apa yang telah ada sebelumnya. Adapun perubahan berarti
tidak terjadi dengan sendirinya, seperti karena proses kematangan, tetapi
karena usaha individu itu sendiri.
c) Perubahan
efektif dan fungsional : perubahan yang timbul dalam proses belajar bersifat efektif, artinya perubahan tersebut
berhasil guna proses belajar bersifat efektif, artinya perubahan tersebut
berhasil guna dan membawa pengaruh, makna dan manfaat tertentu bagi individu.
Selain itu, perubahan dalam proses belajar bersifat fungsional dalam arti bahwa
ia relative menetap dan setiap saat apabila dibutuhkan, perubahan tersebut
dapat diproduksi dan dimanfaatkan. Perubahan yang efektif dan fungsional
biasanya bersifat dinamis dan mendorong tumbuhnya perubahan positif lainnya.
4) Model
Pokok Mengajar
Kumpulan model mengajar yang dianggap
komprehensif menurut Tardif (1989) adalah model pemrosesan, informasi, personal
dan onteraksional, serta perilaku.
a) Model
Pemerosesan Informasi: model mengajar ini menjelaskan bagaimana cara individu
memberi respon yang datang dari lingkungannya dengan cara mengorganisasikan
data, memformulasikan masalah, menyusun rencana pemecahan masalah serta
penggunaan symbol-simbol verbal dan nonverbal.
b) Model
Personal (pengembangan pribadi): model mengajar ini berorientasi pada
perkembangan diri individu. Penekanannya lebih diutamakan kepada proses yang
membantu individu dalam membentuk dan mengorganisasi realita yang unik. Model
ini lebih memperhatikan emosional peserta didik, sehingga usaha pembelajarannya
lebih bersifat menolong individu dalam mengembangkan hubungan yang produktif
dengan lingkungannya.
c) Model
Sosial (hubungan kemasyarakatan): model mengajar ini mengutamakan hubungan
individu dengan masyarakat atau orang lain, dan memusatkan perhatiannya kepada
proses yang didalamnya realita dipandang sebagai suatu negoisasi sosial,
sehingga prioritas utamanya difokuskan pada kecakapan individu dalam
berhubungan dengan orang lain.
d) Model
Behavioral (pengembangan perilaku): model mengajar ini dibangun atas dasar
teori perilaku. Salah satu cirri model ini adalah adanya kecenderungan
memecahkan tugas belajar kepada sejumlah perilaku yang kecil-kecil dan
berurutan. Belajar tidak dipandang sebagai sesuatu yang menyeluruh, tetapi
diuraikan dalam langkah-langkah yang konkret dan dapat diamati. Di lain sisi
mengajar adalah mengusahakan terjadinya perbuatan dalam perilaku individu dan
perubahan ini harus diamati.
Model-model mengajar ini tidak bertentangan
satu dengan yang lainnya tetapi saling melengkapi. Perbedaan hanya pada
strategi yang dipilih yang disesuaikan dengan tujuan pembelajaran dan individu
yang bagaimana yang dilibatkan dalam proses belajar mengajar.
n.
Teori perubahan perilaku
Teori Berubah Menurut Kurt Lewin (1970 dalam
Notoatmodjo, 1997) berpendapat bahwa perilaku manusia itu adalah suatu keadaan
yang seimbang antara kekuatan pendorong dan kekuatan penahan. Perilaku itu
dapat berubah apabila terjadi ketidakseimbangan antara kedua kekuatan tersebut
di dalam diri seseorang.
1) Perubahan
perilaku pada individu
Perubahan perilaku pada individu dapat
terjadi karena terjadinya beberapa hal berikut:
a) Kekuatan-kekuatan
pendorong meningkat
Hal ini terjadi karena adanya rangsangan
yang mendorong terjadinya perubahan periaku. Rangsangan ini berupa
penyuluhan/informasi sehubungan dengan perilaku yang bersangkutan, misalnya:
seseorang yang belum ikut Keluarga Berencana, ada keseimbangan antara
pentingnya mempunyai anak sedikit, dengan kepercayaan banyak anak banyak rezeki
dapat berubah perilakunya-mengikuti KB-jika kekuatan pendorong pentingnya ber
KB ditingkatkan dengan penyuluhan dan usaha-usaha lainnya.
b) Kekuatan-kekuatan
penahan menurun
Hal ini akan terjadi karena adanya
rangsangan yang melemahkan kekuatan penahan tersebut, misalnya: pada contoh di
atas dengan memberikan pengertian kepada orang tersebut, bahwa banyak anak
banyak rezeki adalah kepercayaan yang salah, maka penahan tersebut melemah dan
akan terjadi perubahan perilaku pada orang tersebut.
c) Kekuatan-kekuatan
pendorong meningkat dan kekuatan-kekuatan penahan menurun
Dengan keadaan semacam ini, akan terjadi
perubahan perilaku, seperti pada contoh di atas, penyuluhan KB yang memberikan
pengertian terhadap orang tersebut tentang pentingnya ber-KB dan tidak benarnya
kepercayaan banyak anak banyak rezeki akan meningkatkan kekuatan pendorong dan
sekaligus menurunkan kekuatan penahan.
2) Proses
Perubahan Perilaku
Lewin (1957 dalam Notoatmodjo, 1997) mengemukakan
teori perubahan “unfreezing to refreezing“ yang berlangsung dalam lima tahap
berikut.
a) Fase
pencairan (the unfreezing phase):
individu mulai mempertimbangkan penerimaan trhadap perubahan. Dalam keadaan ini
ia siap menerima perubahan sikap dasar. Motivasi dan tingkah laku. Di dalam
masyarakat pada fase ini, berada pada keadaan untuk mengubah kekuatan yang
mempengaruhi proses perumusan kebijaksanaan, partisipasi masyarakat dll.
b) Fase
diagnosa masalah (problem diagnosis phase):
individu mulai mengidentifikasi kekuatan-kekuatannya, baik yang mendukung
perlunya perubahan maupun yang menetang itu serta menganalisa kekuatan itu.
c) Fase
penentuan tujuan (goal setting phase): apabila masalahnya telah dipahami, maka
individu menentukan tujuannya sesuai dengan perubahan yang diterimanya.
d) Fase
tingkah laku baru (new behavior phase):
pada fase ini individu mulai mencobanya dan membandingkan dengan
praktik-praktik yang telah dilakukan dan diharapkan .
Fase
pembekuan ulang (the refreezing phase):
apabila dianggap berguna, perubahan kemudian diasimilisasikan menjadi tingkah
laku yang permanen, misalnya: arti kesehatan bagi kehidupan manusia dan
cara-cara pemeliharaan kesehatan.
Teori Berubah (Adopsi) menurut Roger dan Shoamaker (dalam Suliha et.
al, 2009) untuk menuju tingkah laku yang sesuai/ adapted diperlukan lima langkah yaitu kesadaran, minat, evaluasi,
percobaan dan adopsi.
1) Tugas
pendidikan kesehatan pada tahap kesadaran (awareness):
pada tahap ini tugas pendidikan kesehatan masyarakat adalah menyadarkan
masyarakat dengan jalan memberikan penerangan yang bersifat informatif dan
edukatif.
2) Tugas
pendidikan kesehatan pada tahap minat (interest):
pada tahap ini masyarakat sudah mulai tertarik perhatiannya terhadap
usaha-usaha pembaharuan
3) Tugas
pendidik kesehatan pada tahap evaluasi (evaluation):
pada tahap ini individu/ masyarakat telah mulai mengadakan pertimbangan atau
evaluasi. Tugas dari petugas pendidikan kesehatan adalah meyakinkan, serta
memberikan bimbingan dan penyuluhan yang mantap.
4) Tugas
pendidikan kesehatan pada tahap percobaan (trial):
pada tahap ini individu/ masyarakat sudah mulai mencoba tingkah laku baru.
Tugas pendidikan kesehatan adalah mengawasi dan meyakinkan lagi agar tidak drop
out.
5) Tugas
pendidik kesehatan pada tahap adopsi (adoption):
pada tahap ini individu/ masyarakat telah bertingkah laku baru, sesuai dengan
yang diharapkan. Dalam tugas ini pendidik kesehatan adalah memelihara dan
mengontrol secara terus menerus.
o. Perilaku kesehatan
Perilaku kesehatan adalah tindakan/ aktivitas/
kegiatan baik yang bisa diobservasi secara kasat mata ataupun tidak terhadap
stimulus/ rangsangan yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan
kesehatan, makanan, minuman dan lingkungan. Perilaku kesehatan dibagi menjadi
tiga bagian yaitu:
1) Perilaku
Pemeliharaan Kesehatan
Upaya-upaya
yang dilakukan individu dalam mempertahankan dan memelihara kesehatan yaitu
melalui upaya peningkatan kesehatan dan upaya pengaturan gizi makanan, upaya
pencegahan memiliki pengaruh yang cukup besar untuk menghindari dari kondisi
sakit
2) Perilaku
Pencarian Pengobatan
Upaya
pencarian pengobatan meliputi upaya peningkatan kesehatan, penaksiran terhadap
gejala-gejala sakit, pencarian perawatan dan rujukan ke pelayanan kesehatan,
respon akut terhadap penyakit, adaptasi terhadap penyakit dan penyembuhan.
3) Perilaku
Kesehatan Lingkungan
Teori
perilaku menunjukan bahwa pengaruh berbagai stimulus dari lingkungan sangat
kuat terhadap perilaku yag dihasilkannya. Kemampuan individu untuk menerima
berbagai rangsangan tersebut menjadi perilaku hidup yang sehat atau perilaku
hidup sakit.
Becker (1979 dalam Setiawati dan Dermawan,
2008) memberikan batasan tentang perilaku terkait dengan kesehatan adalah:
1) Perilaku
hidup sehat adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk mempertahankan dan menjaga
kesehatannya. Perilaku sehat ini diantaranya adalah makan dan minuman yang
sehat. Kegiatan olahraga dengan kualitas serta frekuensi yang teratur,
menghindari diri dari kebiasaan merokok, minuman keras, menghindari dari
pergaulan bebas, membiasakan istirahat yang cukup, manajemen stress.
2) Perilaku
sakit adalah respon individu terhadap kondisi sakit yang dialaminya meliputi
persepsi, keyakinan dan pendapat penyakitnya, perawatan dan pengobatan yang
dilakukannya.
3) Perilaku
peran sakit adalah respon yang dihasilkan karena adanya ketidak seimbangan
antara pendorong dan penahan diri individu terkait kesehatan. Kondisi sakit
menghasilkan perubahan peran berupa peran untuk memperoleh kesembuhan, peran
untuk mendapatkan perawatan yang layak, peran mendapatkan fasilitas kesehatan.
p. Situasi
belajar mengajar
Dalam
bidang kesehatan masyarakat, terdapat tiga macam situasi belajar yang biasa
dihadapi petugas kesehatan, yaitu program kebutuhan, program rekomendasi, dan
program kelola diri
q.
Aspek-Aspek sosial budaya dalam pendidikan
kesehatan
Cara masyarakat mendefinisikan sehat dan sakit ditentukan oleh latar belakang
kebudayaan masyarakat, sehingga seorang petugas kesehatan harus mengetahui
latar belakang kebudayaan masyarakat yang akan diberikan pendidikan kesehatan.
Aspek kebudayaan yang mempengaruhi tingkah laku sehat meliputi
1) Aspek
persepsi masyarakat terhadap sehat dan
sakit
2) Aspek
kepercayaan
3) Aspek
pendidikan
4) Aspek
nilai kebudayaan
5) Aspek
norma
r.
Pertimbangan umur dalam pendidikan
kesehatan
Pendidikan adalah proses menumbuh
kembangkan seluruh kemampuan dan usia melalui pengajaran, sehingga dalam
pendidikan ini perlu mempertimbangkan
umur (proses perkembangan) klien dan hubungannya dengan proses belajar. Adapun
yang dimaksud dengan perkembangan (dalam
Dictionary of psychology, 1988)
adalah tahap-tahap perubahan yang progresif yang terjadi dalam rentang
kehidupan manusia dan organisme lain, tanpa membedakan aspek-aspek yang
terdapat dalam diri organism tersebut.
Tugas dan fase perkembangan menurut Havigurst:
1) Tugas
dan perkembangan fase bayi dan anak (0-5 tahun):
a) Belajar
memakan makanan keras, mulai dari susu, bubur susu, bubur nasi, dan seterusnya
b) Belajar
berdiri dan berjalan
c)
Belajar berbicara
d) Belajar
mengendalikan pengeluaran benda-benda buangan dari tubuhnya
e) Mencapai
kematangan untuk belajar membaca, dalam arti mulai siap mengenal huruf, dan
suku kata secara tertulis
f) Belajar
mengadakan hubungan emosional selain dengan ibunya, ayahnya, saudara kandungnya
dan orang-orang disekelilingnya
g) Belajar
membedakan hal-hal yang baik dan yang buruk benar dengan salah, serta
mengembangkan/ membentuk kata hati/ hati nurani.
2) Tugas
dan perkembangan fase anak-anak (6-12 tahun)
a) Belajar
keterampilan fisik yang diperlukan untuk bermain
b) Membina
sikap yang positif terhadap dirinya sendiri sebagai seorang individu yang
berkembang
c) Belajar
bergaul dengan teman-teman sebaya sesuai dengan etika moral yang berlaku
dimasyarakat
d) Belajar
memainkan peran sebagai seorang pria/wanita
e) Mengembangkan
dasar-dasar keterampilan membaca, menulis, dan berhitung
f) Mengembangkan
konsep-konsep yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari
g) Mengembangkan
kata hati, moral dan skala nilai yang selaras dengan keyakinan dan kebudayaan
yang berlaku dalam masyarakat
h) Mengembangkan
sikap objektif/ lugas, baik positif maupun negative, terhadap kelompok atau
lembaga kemasyarakatan.
i)
Belajar mencapai kemerdeakaan atau
kebebasan pribadi, sehingga menjadi pribadi yang independen (mandiri) dan
bertanggung jawab.
3) Tugas
dan perkembangan fase remaja (12-21 tahun)
a) Mempunyai
pola hubungan baru yang matang dengan teman sebaya yang beda jenis kelamin
sesuai dengan eyakinan dan etika yang berlaku dimasyarakat
b) Mencapai
peranan social sebagai seorang pria dan wanita selaras dengan tuntutan sosial
c) Menerima
kesatuan organ tubuh sebagai pria dan wanita dan menggunakannya secara efektif
d) Menginginkan
penerimaan dan mencapai tingkah laku sosial tertentu yang bertanggung jawab
e) Mencapai
kemerdekaan/ kebebasan emosional
f) Mempersiapkan
diri untuk mencapai karier tertentu
g) Mempersiapkan
diri untuk memasuki dunia rumah tangga
h) Memperoleh
seperangkat nilai dan system etika sebagai pedoman bertingkah laku
4) Tugas
dan perkembangan fase dewasa awal (21-40 tahun)
a) Mulai
bekerja mencari nafkah, khususnya apabilamelanjutkan karier akademik
b) Memilih
teman/ pasangan hidup
c) Mulai
memasuki kehidupan berumah tangga
d) Mengelola
tempat tinggal untuk keperluan rumah tangga dan keluarganya
e) Membesarkan
anak dengan menyediakan pangan, sandang dan papan yang cukup dan memberikan
pendidikan yang memadai
f) Menerima
tanggung jawab kewarganegaraan
g) Menemukan
kelompok social yang cocok dan menyenangkan.
5) Tugas
dan perkembangan fase tengah baya (40-60 tahun)
a) Mencapai
tanggung jawab sosial dan kewarganegaraan secara lebih dewasa
b) Membantu
anak-anak yang berusia belasan tahun agar berkembang menjadi orang-orang dewasa
yang bahagia dan bertanggung jawab
c) Mengembangkan
aktivitas dan memanfaatkan waktu luang sebaik-baiknya
d) Menghubungkan
diri sedemikian rupa dengan pasangannya sebagai pasangan yang utuh
e) Menerima
dan menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan psikologis yang lazim terjadi
pada masa setengah baya
f) Mencapai
dan melaksanakan penampilan yang memuaskan dalam karier
g) Menyesuaikan
diri dengan perikehidupan orang-orang yang berusia lanjut
6)
Tugas dan perkembangan fase usia tua (lebih
dari 60 tahun)
a) Menyesuaikan
diri dengan menurunnya kekuatan dan kesehatan jasmaniah
b) Menyesuaikan
diri dengan keadaaan pension dan berkurangnya penghasilan
c) Menyesuaikan
diri dengan kematian pasangan hidup
d) Membina
hubungan yang tegas dengan para anggota kelompok seusianya
e) Membina
pengaturan jasmani sedemikaian rupa agar memuaskan dan sesuai dengan
kebutuhannya
f) Menyesuaikan
diri terhadap peran-peranan sosial dengan cara yang luwes
No comments:
Post a Comment