MALARIA
A. KONSEP DASAR
- PENGERTIAN
Malaria adalah
penyakit infeksi yang dapat bersifat acut maupun kronik, disebabkan oleh
protozoa genus Plasmodium ditandai dengan demam, anemia, dan splenomegali.
- ETIOLOGI
Protozoa genus Plasmodium merupakan penyebab dari malaria,
yang terdiri dari empat spesies yaitu :
a.
Plasmodium Falciparum penyebab malaria tropika.
b.
Plamodium Ovale penyebab malaria ovale.
c.
Plamodium Vivax peyebab malaria tertiana.
d.
Plasmodium malariae penyebab malaria quartana.
Malaria juga melibatkan hospes perantara, yaitu mmmanusia
maupun vertebra lainnya, dan hospes definitif yaitu nyamuk anopheles.
- PATHOGENESIS
Daur hidup spesies malaria
terdiri dari fase seksual eksogen (Sporogoni) dalam badan nyamuk
Anopheles dan fase aseksual (skizogoni) dalam badan hospes vertebra termasuk
manusia.
a. Fase Aseksual dalam tubuh manusia
Terbagi atas
Fase Jaringan dan Fase Eritrosit. Pada Fase jaringan, sporozoit masuuk dalam
aliran darah ke sel hati dan berkembang biak membentuk skizon hati yang
mengandung ribuan merozoit. Preoses ini disebut Skizigoni Praeritrosit. Selanjutnya Skizon pecah
dan merozoit keluar masuk dalm aliran darah , disebut Sporulasi. Pada P.
Ovale dan P. Vivax, sebagian sporozoit membentuk Hipnozoit dalam hati sehingga
dapat mengakibatkan relaps jangka panjang dan rekurens.
Fase eritrosit dimulai dari merozoit dalam darah
menyerang eritrosit membentuk tropozoit . dalam eritrosit proses berlanjut
menjadi tropozoit – skizon pecah – merozoit masuk dalam eritrosit baru. Setelah
dua sampai tiga generasi merozoit dibentuk, sebagian merozoit berubah menjadi
bentuk seksual (makro gamet dan mikrogamet).
b. Fase Seksual dalam Tubuh Nyamuk
Parasit
aseksual masuk dalam lambung nyamuk, mikro dam makrogametosit mengalami
pematangan dan terjadilah pembuahan dan pembentukan Zigot. Zigot menembus
dinding nyamuk – membentuk ookista – ookista pecah – maka ribuan sporozoit
dilepaskan dan mencapai kelenjar liur nyamuk. Cara infeksi dapat melalui
gigitan nyamuk dan induksi bila stadium aseksual dalam eritrosit masuk dalam
tubuh manusia melalui tranfusi, suntikan atau pada janin melalui plasenta ibu
(kongenital).
- TANDA DAN GEJALA
Pada anamnesa adanya riwayat bepergian ke daerah yang endemis
malaria. Tanda dan gejala yang dapat ditemukan adalah :
a.
Demam
Demam yang terjadi berbeda pada tiap jenis malaria, hal ini berkaitan
dengan pecahnya skizon matang (sporulasi). Pada
malaria tropika (P.
palsifarum) pematangan skizon tiap 24 jam, maka prioditas demamnya setiap
hari kedua, malaria tertiana (P. vivak & P. ovale) pematangan skizon
tiap 48 jam maka demam terjadi tiap hari ketiga, sedangkan pada malaria
kuartana (P. Malariae) pematangannya tiap 72 jam sehingga demam terjadi
tiap hari keempat.
Demam terdiri atas tiga stadium :
1). Stadium Frigeris / Menggigil,
(15 menit – 1 jam) dengan tanda dan gejala :
a). Klien merasa dingin
b). Nadi Lemah
c). Bibir dan jari – jari sianosis
d). Kulit kering dan pucat
e). Muntah
f). Pada anak – anak sering terjadi kejang
2). Stadium Acme / Puncak Demam (2 – 6 jam) :
a). Klien merasa kepanasan
b). Muka merah
c). Kulit kering dan terasa panas seperti terbakar
d). Mual muntah disertai anoreksia
e). Nadi menjadi kuat
f). Penderita merasa haus, suhu tubuh meningkat dapat
mencapai 410C.
3). Stadium Sudoris berkeringat (2 – 4 jam)
:
a). Klien berkeringat banyak
b). Suhu tubuh menurun dengan cepat, kadang dibawah normal.
b.
splenomegali
merupakan gejala khas
malaria kronis. Limfa mengalami kongesti, menghitam, dan menjadi keras karena
timbunan pigmen eritrosit parasit dan jaringan ikat bertambah.
c.
anemia
Dapat terjadi karena :
1)
Penghancuran eritrosit yang berlebihan.
2)
Eritrosit normal tidak dapat hidup lama ( Reduced
Survival Time ).
3)
Gangguan pembentukan eritrosit karena depresi
eritropoesis.
d.
Ikterus
Ikterus disebabkan karena hemolisis dan gangguan hepar
e.
gejala klinis tidak
khas berupa ; nyeri
kepala, nyeri otot, mual, muntah
nafsu makan menurun dan cepat lelah.
Pada klien yang menderita malaria
dapat terjadi relaps yang merupakan timbulnya gejala infeksi etelah
serangan pertama. Relaps dapat bersifat
:
a.
Relaps dapat jangka pendek (rekrudesensi), dapat
timbul delapan minggu setelah serangan
pertama hilang karena parasit dalam eritrosit yang berkembang biak.
b.
Relaps dapat jangka panjang (rekurens), dapat muncul 24
minggu atau lebi setelah serangan pertama hilang karena parasit eksoeritrosit
hati masuk ke darah dan berkembang biak.
- PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan darah tepi, pembuatan preparat darah tebal dan
tipis dilakukan untuk melihat keberadaan parasit dan jenisnya dalam darah tepi.
Pengambilan darah sebaiknya dilakukan pada saat demem terjadi.
- PENATALAKSANAAN
Obat antimalaria terdiri dari lima
jenis :
a.
Skizontisid jaringan primer (: Proguamil, Pirimetamin)
berfungssi membasmi parasit praeritrosit.
b.
Skizontisid jaringan sekunder (Primaquin) membasmi
parasit eksoeritrosit.
c.
Skizontisid darah
(: Kina, Kloroquin dan Amodiaquin) membasmi parasit fase eritrosit.
d.
Gametosid yang menghancurkan bentuk seksual (:
Primaquin, Kina, Kloroquin dan Amodiakuin).
e.
Sporontosid ( : Primaquin dan Proguanil ) mencegah
gametosit dalam darah untuk membentuk ookista dan sporozoit dalam nyamuk
Anopheles.
f.
Sering terjadi resisten pada P. Falciparum terhadap
kloroquin maka dapat diberikan obat antimalaria lain, yaitu :
1)
Kombinasi sulfadoksin dan pirimetamin dalam dosis
tunggal sebanyak 2 – 3 tablet.
2)
Kina selama tujuh hari.
3)
Antibiotik tetrasiklis dan minoksiklin selama tujuh
hari
4)
Kombinasi – kombinasi lain seperti kina dan tetrasiklin.
g.
untuk pengobatan lain dilakukan secara umum (mengatasi hipertermi, syok hipovolemia,
anemia, gangguan fungsi ginjal, dan lain – lain) dilakukan sesui indikasi
pengobatan yang ada.
- KOMPLIKASI
a.
Otak : timbul delirium, disorientasi, stupor, koma,
kejang, dan tanda neurologis fokal.
b.
Saluran gastrointestinal : muntah, diare hebat,
perdarahan dan malabsorbsi.
c.
Ginjal : nekrosis tubular akut, hemoglobinuria, dan
gagal ginjal akut.
d.
Hati : Billous Remitten Fever ditandai dengan
muntah hijau empedu karena komplikasi hepar.
e.
Paru : Edema Paru.
f.
Lain – lain : Hipoglikemia, demam kencing hitam (black water feveR)
- PROGNOSIS
Malaria vivaks prognosis biasanya baik, tidak
menyebabkan kematian. Jika tidak mendapat pengobatan, serangan pertama dapat
berlangsung selama dua bulan atau lebih. Malaria malariae jika tidak diobati
maka infeksi dapat berlangsung sangat lama. Malaria ovale dapat sembuh sendiri
tanpa pengobatan. Malaria falciparum dapat menimbulkan komplikasi yang
menyebabkan kematian.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
Proses keperawatan merupakan metode sistimatis dimana secara
langsung perawat dan klien secara bersama menentukan masalah keperawatan
sehingga membutuhkan asuhan keperawatan untuk mencapai tingkat kesehatan yang
optimal dimana asuhan keperawatan juga merupakan faktor penting dalam survival
klien. Dalam proses keperawatan terdiri dari 5 (lima) tahap yaitu ; Pengkajian, Perumusan
Diagnosa Keperawatan, Perencanaan, Pelaksanaan dan Evaluasi (Gaffar, 1999).
Asuhan keperawatan yang komprehensif pada klien
Malaria dilaksanakan oleh penulis dengan menggunakan pendekatan proses
keperawatan yang terdiri dari Pengkajian, Perumusan Diagnosa Keperawatan,
Perencanaan, Pelaksanaan Dan Evaluasi dengan tujuan untuk memenuhi
kebutuhan klien yang dilaksanakan secara bio-psiko, sosial dan spiritual dalam
upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
- PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses asuhan keperawatan. Diperlukan
pengkajian yang cermat untuk mengenal masalah klien agar dapat memberikan arah
kepada tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat tergantung
pada kecermatan dan ketelitian dalam tahap pengkajian.
Munurut Gaffar (1999) mengatakan, pengkajian adalah langkah
awal dari proses keperawatan secara keseluruhan, dan terdiri dari tiga tahap
yaitu; pengumpulan data, pengelompokan data kedalam data fokus dan menganalisa
data guna merumuskan diagnosa.
Pengumpulan
data dilakukan mulai klien masuk Rumah Sakit (Initial Assesment), selama klien
dirawat secara terus menerus (Ongoing Assesment), serta pengkajian dapat
dilakukan ulang untuk menambah dan melengkapi data yang telah ada (Re –
assessment).
Pengkajian terdiri dari data dasar yaitu informasi subyektif
dan obyektif yang mencakup berbagai masalah keperawatan klien. Data subyektif
yang dilaporkan klien dan orang terdekat, informasi ini meliputi persepsi
klien. Data obyektif adalah yang diobservasi (secara kualitatif dan
kuantitatif) dan dapat diuji oleh orang lain, yang meliputi temuan dari
pemeriksaan fisik dan test diagnostik.
Setelah selesai mengumpulkan data, maka selanjutnya data –
data yang terkumpul dikelompokan. Pengelompokan data dapat dibagi atas data
dasar dan data khusus. Data dasar terdiri dari data fisiologis, data
psikologis, data sosial dan data spiritual. Data khusus adalah data yang
bersifat khusus, misalkan pemeriksaan Rontgen dan Laboratorium.
Tahapan akhir dari pengkajian adalah analisa data untuk
menentukan diagnosa keperawatan. Proses analisa data adalah menghubungkan data
yang diperoleh dengan konsep teori dan prinsip asuhan keperawatan yang relevan
dengan kondisi klien.
Evaluasi baik kumpulan data subyektif maupun obyektif
mengarah pada identifikasi masalah - masalah atau area dari kebutuhan klien.
Komponen – komponen yang perlu dikaji secara spesifik pada
klien Malaria adalah :
1. Data
Dasar Pengkajian Klien
a. Anmnese
awal
Adanya riwayat
klien habis bepergian dari daerah yang endemis dengan penyakit malaria.
b. Aktivitas
/ Istirahat
Adanya kelemahan, malaise.
c. Sirkulasi
Tekanan darah
normal / dibawah normal (jika terjaadi
penurunan curah jantung) denyut perifer cepat dan lemah,
Kulit
ikterik, hangat, ekstremitas / akral
pucat, kapiler refil < 3 detik (penurunan perfusi jaringan perifer (anemia),
pucat, kering.
d. Eliminasi
Ditemukan adanya perubahan warna urine seperti kemerahan hematuria, pada
stadium lanjut : hemoglobinuria dan demem kencing hitam (Balck Water Fever),
gagal ginjal acut.
e. Status Nutrisi
Didapatkan anoreksia, mual muntah, penurunan berat badan , penurunan
lemak bawah kulit / malnutrisi.
f. Neurosensori
Adanya sakit kepala, pusing, pada
stadium lanjut timbul delirium, disorientasi, koma, kejang dan tanda neurologis
fokal.
g. Keamanan
/ kenyamanan
Lokalisasi rasa sakit pada daerah hepar (hipokondria kanan) dan
hipokondia kiri (limpa), hepatosplenomegali, nyeri tekan.
h. Pernapasan
Takipnea pada malaria falciparum, adanya edema paru (komplikasi) suhu umumnye meningkat ( diatas 370 C), demem, menggigil, berkeringat.
i.
Pemeriksaan Diagnostik
Laboratorium
: pemeriksaan darah tepi ; ditemukannya tropozoit berbentuk cincin, pada P.
Falciparum sediaan darah tipis terdapat gametosit berbentuk pisang, terdapat
bintik maurier. P. Malariae sediaan tipis ; nampak parasit berbenruk pita,
skizon berbentuk bunga mawar (rosette). P. Vivaks ; eritrosit yang mengandung
parasit membesar, terdapat titik schoffner dari sitoplasmanya berbentuk ameboid. P.Ovale ; miri P. Vivaks hanya
eritrosit yang mengandung parasit berbentuk ovale. Hb dan hematokrit menurun
dan leucosit yang meningkat.
2.
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
Adapun diagnosa keperawatan pada klien malaria menurut
Maryline E. Doenges (2000) adalah sebagai berikut :
a.
Nyeri berhubungan dengan agen pencedera fisik /
distensi abdomen ( hepatosplenomegali ).
b.
Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi,
autolisis sel darah merah .
c.
Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen / nutrien
ke sel.
d.
Intoleran aktivitas berhubungan dengan
ketidakseimbangan antara suplai oksigen ( pengiriman ) dan kebutuhan, kelemahan
dan kelelahan, mengeluh penurunan intoleran aktivitas / latihan.
e.
Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan mual, intake yang tidak adekuat, kegagalan untuk mencerna atau
ketidakmampuan mencerna makanan / absorpsi
nutrien yang diperlukan untuk pembentukan SDM normal.
f.
Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan perubahan sirkulasi dan neurologis (anemia), gangguan
mobilitas, defisit nutrien.
g.
Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan
pertahanan sekunder (tidak adekuat ; penurunan hemoglobin leucopenia) atau
penurunan granulosit ( respon inflamasi tertekan), pertahanan utama tidak
adekuat ; kerusakan kulit, statis cairan tubuh, prosedur invasif, penyakit
malaria kronis.
h.
Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang
prognosis, ddan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan /
mengingat, salah interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi.
3. RENCANA
ASUHAN KEPERAWATAN
a. Nyeri
berhubungan dengan agen pencedera fisik / distensi abdomen (hepatosplenomegali,
proses inflamasi ).
Tujuan : Mengekspresikan penurunan nyeri atau ketidaknyamanan.
Kriteria Hasil : Klien
tampak rileks, mampu tidur atau istirahat dengan tenang.
Intervensi :
1)
Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi, lamanya dan intensitas
(skala 0 - 10). Perhatikan petunjuk verbal dan non verbal. Rasional :
mengidentifikasi derajat ketidak nyamanan dan menentukan tindak lanjut /
intervensi yang akan dilakukan.
2)
Bantu klien menemukan posisi yang nyaman. Rasional :
menentukan posisi nyaman dalam melakukan tirrah baring sesuai dengan kemampuan
/ kondisi klien.
3)
Berikan tindakan kenyamanan dasar (perubahan posisi
pada punggung atau sisi yang tidak sakit dan pijatan punggung) dan aktivitas
terapeutik. Dorong ambulasi dini dan penggunaan tehnik relaksasi, bimbingan
imajinasi, sentuhan terapeutik. Rasional : meningkatkan normalisasi fungsi
organ, memenurunkan ketidaknyamanan abdomen.
4)
Ajarkan tehnik relaksasi distraksi. Rasional :
pengalihan rasa nyeri terhadap kegiatan lain (;mendengarkan musik, membaca)
terbukti dapat mengurangi prhatian klien terhadap nyeri yang dirasakan.
5)
Berikan informasi dan petunjuk antisipasi mengenai
penyebab nyeri atau ketidaknyamanan. Rasional : pemahaman meningkatkan
kerjasama dengan program terapi, meningkatkan penyembuhan dan proses perbaikan.
6)
Berikan obat nyeri yang tepat pada jadwal teratur
sebelum nyeri berat dan sebelum aktivitas dijadwalkan. Rasional : menghilangkan
nyeri mempermudah kerjasama dengan intervensi terapi lain contoh anbulasi,
batuk.
7)
Kolaborasi dalam pemberian analgesik sesuai indikasi.
Rasional : pemberian obat analgesik yang tebat yang tidak memperberat kerja
hati dan ginjal.
b.
Hipertermi berhubungan dengan proses
inflamasi, autolisis sel darah merah .
Tujuan : Mendemonstrasikan suhu dalam batas normal, bebas dari
kedinginan, tidak mengalami komplikasi yang berhubungan.
Kriteria Hasil : Suhu tubuh dalam batas normal, klien tidak
kedinginan, akral hangat, tidak terjadi diaporesis.
Intervensi :
1)
Pantau suhu klien (derajat dan pola) perhatikan menggigil
/ diaporesis. Raional : pola demam dapat
membantu diagnosis ; demam thypoid / skarlet demem trjadi secara remitten,
demam intermitten diselingi dengan menggigil, demam tinggi dan berkeringat
demam malaria. Suhu diatas 38,9 0 C menunjukan proses infeksius.
2)
Pantau suhu lingkungan. Rasional : suhu ruangan harus
diubah untuk mendekati suhu normal.
3)
Berikan kompres hangan pada daerah frontal, axila dan
lipat paha. Rasional : membantu mengurangi demam dengan langsung mengompres
pada daerah hipotalamus dan peredaran darah besar.
4)
Ganti baju bila basah dengan yang menyerap keringat.
Rasional : mengurangi kelembaban, meningkatkan penguapan.
5) Berikan
antipiretik sesuai indikasi. Rasional :
digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentral langsung pada hipotalamus.
c.
Perubahan perfusi jaringan perifer
berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman
oksigen / nutrien ke sel.
Tujuan : menunjukan
adanya perbaikan perfusi jaringan perifer.
Kriteria Hasil : perfusi
adekuat ; tanda fital stabil, membran mukosa warna merah muda, pengisian
kapiler baik, haluaran urine adekuat, mental seperti biasa.
Intervensi :
1)
Awasi tanda vital, kaji pengisian kapiler, warna kulit
dan membran mukosa. Rasional : memberikan informasi tentang derajat /
keadekuatan perfusi jaringan dan membantu menentukan kebutuhan intervensi.
2)
Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi.
Rasional : Meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk
kebutuhan seluler. Catatan : kontraindikasi jika ada hipotensi.
3)
Catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan
dan tubuh hangat sesuai indikaasi. Rasional : Vasokontriksi (keorgan vital)
menurunkan sirkulasi perifer. Kenyamanan klien / kebutuhan rasa hangat harus
seimbang dengan kebutuhan untuk menghindari panas berlebihan pencetus
vasodilatasi (penurunan perfusi organ).
4)
Hindari penggunaan bantalan penghangat / botol air
panas. Rasional : termoreseptor jaringan termal dangkal karena gangguan
oksigen.
5)
Kolaborasi awasi pemeriksaan laboratorium, misalnya ;
Hb, Ht, dan jumlah SDM, GDA. Rasional : mengidentifikasi defisiensi dan
kebutuhan pengobatan atau respon terhadap terapi.
6)
Berikan SDM darah lengkap / Packed, produk darah sesuai
indikasi. Awasi ketat untuk komplikasi tranfusi. Rasional : meningkatkan jumlah sel pembawa
oksigen, memperbaiki defisiensi untuk menurunkan resiko perdarahan.
7)
Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi. Rasional :
memaksimalkan tanspor oksigen ke jaringan.
d.
Intoleran aktivitas berhubungan dengan
ketidakseimbangan antara suplai oksigen ( pengiriman ) dan kebutuhan, kelemahan
dan kelelahan, mengeluh penurunan intoleran aktivitas / latihan.
Tujuan : Aktivitas dapat dilakukan secara maksimal
Kriteria Hasil : Melaporkan peningkatan toleransi aktifitas,
menunjukan tanda fisiologis toleransi misal ; nadi, pernapasan, tekanan darah
dalam rentang normal pasien.
Intervensi :
1)
Kaji kemampuan klien untuk melakukan tugas, catata
laporan kelelahan, keletihan dan kekesulitan menyelesaikan tugas.
Rasional: Mempengaruhi pilihan intervensi atau
bantuan.
2)
Kaji kehilangan atau gangguan keseimbangan gaya jalan, kelemahan
otot.
Rasional : Menunjukan perubahan neurologi karena defisiensi hemoglobin mempengaruhi keamanan klien /
resiko cedera.
3)
Awasi tekanan darah, nadi, pernapasan dan catat respon
terhadap aktivitas.
Rasional : Manifestasi kardio pulmonal dari upaya jantung dan paru untuk
membawa jumlah oksigen adekuat ke jaringan.
4)
Berikan lingkungan tenang, pertahankan tirah baring
bila diindikasikan, pantau dan batasi pengunjung.
Rasional : Meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhab oksigen
tubuh dan menurunkan regangan jantung dan parau.
5)
Ubah posisi pasien secara perlahan dan pantau terhadap
pusing. Rasional : hipotensi postural atau hipoksia serebral dapat menyebabkan
pusing berdenyut dan peningkatan resiko cedera.
6)
Gunakan teknik penghematan energi, misal mandi dengan
duduk atau duduk untuk melakukan tugas – tugas.
Rasional : mendorong klien melakukan banyak aktivitras dengan membatasi
penyimpangan energi dan mencegah kelemahan.
e.
Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan mual, intake yang tidak adekuat, kegagalan untuk mencerna atau
ketidakmampuan mencerna makanan / absorpsi
nutrien yang diperlukan untuk pembentukan SDM normal.
Tujuan : nutrisi
dapt terpenuhi
Kriteria Hasil : menunjukan
peningkatan berat badan atau berat badab stabil dengan nilai laboratorium
normal. Tidak mengalami tanda malnutrisi.
Intervensi :
1)
Kaji riwayat nutrisi termasuk makanan yang disukai.
Rasional : Mengidentifikasi defisiensi, menduga kemungkinan intervensi.
2)
Observasi dan catat masukan makanan klien.
Rasional : Mengawasi masukan kalori atau kualitas kekurangan
konsumsi makanan.
3)
Timbang berat badan tiap hari.
Rasional : Mengawasi penurunan berat bada atau efektivitas intervensi
nutrisi.
4)
Berikan makan sedikit dan frekwensi sering dan atau
makan diantara waktu makan.
Rasional : Makan sedikit dapat menurunkan kelemahan dan
meningkatkan masukan dan mencegah distensi gaster.
5)
Observasi dan catat kejadian mual dan muntah, flatus
dan gejala lain yang berhubungan.
Rasional : Gejala GI dapat menunjukan efek anemia ( hipoksia ) pada
organ.
6)
Berikan dan bantu hygiene mulut yang baik sebelum dan
sesudah makan.
Rasional : Meningkatkan nafsu makan dan pemasukan oral, menurunkan
pertumbuhan bakteri, meminimalkan kemungkinan infeksi.
7)
Konsultasi dengan ahli gizi untuk pemberian diet
yang sesuai.
Rasional : Membantu dalam membuat rencana diet untuk memenuhi kebutuhan
individual.
f.
Resiko tinggi terhadap kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi dan neurologis
(anemia), gangguan mobilitas, defisit nutrien.
Tujuan : tidak
terjadi kerusakan integritas kulit.
Kriteria Hasil : Memprtahankan
integritas kulit, mengidentifikasi faktor resiko atau prilaku individual untuk
mencegah cedera dermal.
Intervensi :
1)
Kaji integritas kulit, catat perubahan pada turgor,
gtangguan warna, hangat lokal, eritema, ekskoriasi.
Rasional : kondisi kulit dipengaruhi oleh sirkulasi, nutrisi dan
immobilisasi. Jaringan dapat menjadi ra[puh dan cendrung untuk infeksi dan
rusak.
2)
Ubah posisi secara periodik dan pijat permukaan tulang
bila klien tidak bergerak atau di tempat tidur.
Rasional : Meningkatkan vaskularisasi di seluruh area kulit dan membatasi
iskemik jaringan atau mempengaruhi hipoksia seluler.
3)
Ajarkan permukaan kulit
kering dan bersih, batasi penggunaan sabunj.
Rasional : Area lembab, terkontaminasi memberikan media yang sangat baik
untuk pertumbuhan organisme patogenik. Sabun dapat mengeringkan kulit secara
berlebihan dan meningkatkan iritasi.
4)
Bantu untuk latihan rentang gerak pasif / aktif.
Rasional : Meningkatkan sirkulasi
jaringan dan mencegah statis.
5)
Gunakan alat pelindung, misalnya : kulit domba,
keranjang, kasur tekanan udara, pelindung tumit atau siku dan bantal sesuai
indikasi. Rasional : Menghindari kerusakan permukaan kulit dengan mencegah atau
menurunkan tekanan terhadap permukaan kulit.
g.
Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan
dengan pertahanan sekunder (tidak adekuat ; penurunan hemoglobin leucopenia)
atau penurunan granulosit ( respon inflamasi tertekan), pertahanan utama tidak
adekuat ; kerusakan kulit, statis cairan tubuh, prosedur invasif, penyakit
malaria kronis.
Tujuan : Infeksi
tidak terjadi
Kriteria Hasil : Mengidentifikasi prilaku untuk mencegah /
menurunkan resiko infeksi. Tidak adanya tanda – tanda infeksi pada luka /
demam.
Intervensi :
1)
Tingkatkan cuci tangan yang baik oleh pemberi perawatan
dan klien. Rasional : mencegah kontaminasi silang. Catatan : pasien Malaria
dengan komplikasi anemia dapat berisiko akibat flora normal kulit.
2)
Pertahankan tekhnik aseptik ketat pada prosdur /
perawatan luka. Rasional : menurunkan kolonisasi / infeksi bakteri.
3)
Berikan perawatan kulit, perianal dan oral dengan
cermat.
Rasional : Menurunkan resiko kerusakan kulit / jaringan dan infeksi.
4)
Dorong perubahan posisi / ambulasi yang sering, latihan
batuk dan napas dalam.
Rasional : Meningkatkan ventilasi semua segmen paru dan membantu
memobilisasi sekresi untuk mencegah pneumonia.
5)
Pantau suhu, catat adanya menggigil dan takikardi dengan
atau tanpa demam.
Rasional : Adanya proses inflamasi / infeksi membutuhkan evaluasi /
pengobatan.
6)
Amati eritema / cairan luka.
Rasional : indikator infeksi lokal.
7)
Berikan antiseptik lokal, antibiotik sistemik.
Rasional : untuk pengobatan proses infeksi.
h.
Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar)
tentang prognosis, ddan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan
/ mengingat, salah interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi.
Tujuan : Mengerti
tentang penyakit dan pengobatan tentang penyakit yang diderita.
Kriteria Hasil : Menyatakan
pemahaman proses penyakit, prosedur diagmosis, dan rencana pengobatan.
Intervensi :
1)
Berikan informasi tentang Malaria. Diskusikan kenyataan
bahwa pengobatan malaria tergantung pada tipe malaria dan beratnya penyakit.
Rasional : memberikan dasar pengetahuan sehingga klien dapat membuat pilihan yang tepat.
Menurunkan ansietas dan dapat meningkatkan kerjasama dalam program terapi.
2)
Jelaskan pada klien tentang penyebab, manifestasi
klinis, prognosis dan pengobatan malaria.
Rasional : memberikan dasar pengetahuan
sehingga klien dapat membuat pilihan
yang tepat. Menurunkan ansietas dan dapat meningkatkan kerjasama dalam program
terapi.
3)
Beri kesempatan pada klien intuk mengungkapkan perasaan
dan pemahamannya tentang penyakit malaria.
Rasional : Mengetahui sejauhmana tingkat
pengetahuan klien tentang malaria yang diderita.
4)
Evalyuasi ulang terhadap penkes yang diberikan.
Rasional : Mengetahui tingkat kemampuan klien
dalam mengingat penkes yang diberikan.
5)
Beri support yang positif terhadap tindakan / jawaban
yang benar yang dilakukan.
Rasional : meningkatkan mental klien dalam
keinginan untuk sembuh.
6)
Diskusikan pentingnya hanya minum obat yang diresepkan.
Rasional : Kelebihan dosisi obat dapat menjadi
toksik.
7)
Beri informasi tentang hasil laboratorium yang mengarah
pada perbaikan.
Rasional : memberikan gambaran terhadap
perkembangan penyakit yang diderita.
4. PELAKSANAAN / IMPLEMENTASI
Impementasi mengkomunikasikan tindakan keperawatan yang
dilakukan untuk mencapai hasil klien yang diinginkan. Rasional untuk intervensi
perlu logis dan dapat dikerjakan, dengan tujuan memberikan perawatan
individual. Tindakan mungkin mandiri atau kolaboratif dan mencakup pesanan dari
keperawatan, kedokteran dan disiplin ilmu lain, dengan menggunakan kata kerja
(misalkan,”instruksikan, demonstrasikan”) memberikan arahan untuk perawat.
Perawat harus merencanakan asuhan dengan klien, kedua
individu bertanggung gugat terhadap asuhan tersebut untuk mencapai hasil yang
diharapkan. Intervensi tertulis yang membimbing kebutuhan asuhan klien perlu
diberi tanggal dan ditanda tangani untuk mengidentifikasikan seseorang yang
melakukan dan mengkoordinasikan asuhan keperawatan.
Tahap dokumentasi yaitu suatu tahap dimana tindakan
keperawatan yang telah dilakukan baik kepada klien dan keuarga, dicatat dalam
catatan perawatan. Pada saat pendokumentasian ini harus lengkap meliputi respon
klien, paraf serta nama jelas perawat yang melakukan tindakan. Hal ini penting
untuk mempertanggung jawabkan tindakan yang diberikan serta untuk mempermudah
komunikasi antara perawat dan tim kesehatan yang lain.
5. EVALUASI
Evaluasi adalah respon klien terhadap asuhan yang
diberikan dan pencapaian hasil yang diharapkan (yang dikembangkan dalam fase
perencanaan dan didokumentasikan dalam rencana keperawatan) adalah tahap akhir
dari proses keperawatan. Fase evaluasi perlu untuk menentukan seberapa baik
rencana asuhan keperawatan tersebut berjalan dan bagaimana selama proses yang
terus menerus. Revisi rencana perawatan adalah komponen penting dari fase
evaluasi.
Pengkajian ulang adalah proses evaluasi terus menerus
yang terjadi tidak hanya bila hasil yang diharapkan terjadi pada klien ditinjau
ulang atau bila keputusan dibutuhkan apakah klien siap atau tidak untuk pulang.
Sebaiknya hal ini adalah ; pemantauan konstan terhadap status klien.
Evaluasi merupakan tahap akhir proses asuhan
keperawatan dan juga merupakan alat pengukur keberhasilan dari suatu rencana
keperawatan yang dituliskan dalam bentuk catatan perkembangan dalam mencapai
tujuan. Setelah implementasi dilaksanakan, perawat mengevaluasi reaksi klien
untuk menentukan efektifitas rencana yang telah dibuat.
Didalam proses keperawatan evaluasi terdiri dari
evaluasi proses yaitu evaluasi yang diambil dari setiap tindakan keperawatan
yang meliputi respon klien dan pengamatan dengan melakukan tindakan
keperawatan, evaluasi struktur yaitu evaluasi dari kelengkapan alat-alat yang
menunjang terlaksananya tindakan keperawatan, dan selanjutnya evaluasi hasil
yaitu evaluasi yang diambil setelah dilakukannya semua tindakan.
Untuk evaluasi yang diharapkan pada klien dengan
Marilynn E. Doenges (1999) adalah :
a.
Nyeri berkurang sampai dengan hilang.
b.
Suhu tubuh dalam batas normal
c.
Peningkatan perfusi jaringan perifer.
d.
Kebutuhan aktivitas sehari – hari terpenuhi mandiri
atau dengan bantuan orang lain.
e.
Memberikan kebutuhan nutrisi / cairan.
f.
Mencegah komplikasi
g.
Proses penyakit / prognosis dan program terapi di
pahami.
No comments:
Post a Comment