DIABETES MELITUS
A. Konsep dasar
1. Pengertian
Diabetes Melitus adalah keadaan hiperglikemia kronik
disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang dapat
menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh
darah, di sertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop
elektron ( Mansjoer Arif dkk, 1999 ). Diabetes Melitus adalah masalah yang
mengancam hidup (kasus darurat) yang disebabkan oleh defisiensi insulin
(Doenges M. E, 2000).Menurut WHO, Diabetes Melitus adalah keadaan hyperglikemia
kronis yang disebabkan oleh faktor lingkungan dan keturunan secara
bersama-sama, tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol. Sedangkan
menurut Prince, A. S, 1999 : Diabets Melitus adalah gangguan metabolisme yang secara klinis dan genetik termasuk heterogen dengan manifestasi berupa
hilangnya toleransi karbohidrat.
Dari
beberapa pengertian diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa Diabetes Melitus
adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh faktor lingkungan atau herediter,
yang menyebabkan gangguan metabolik berupa defisiensi insulin akibat gangguan
hormonal sehingga menimbulkan gangguan pada organ-organ tubuh yang lain,
seperti pada: mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah.
2. Klasifikasi Diabetes Melitus
Klasifikasi Diabetes Melitus terdiri atas :
Klasifikasi Diabetes Melitus terdiri atas :
a.
Insulin
Dependent Diabetes Melitus (IDDM) termasuk dalam tipe satu di mana
insulin tidak lagi diproduksi pankreas.
b.
Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) termasuk
dalam tipe dua dimana pankreas masih dapat memproduksi insulin.
c.
Gestational Diabetes Melitus pada golongan ini hanya
terjadi pada ibu hamil.
d.
Gangguan toleransi glukosa.
e.
Malnutrisi Related Diabetes Melitus.
3. Anatomi dan Fisiologi Pankreas
Pankreas adalah kelenjar majemuk bertandan , strukturnya
sangat mirip dengan kelenjar ludah, panjangnya kurang lebih 15 cm, mulai dari
duodenum sampai limpa, terletak melintang dibagian atas abdomen dibelakang
gaster didalam ruang retroperitonial dan terdiri dari tiga bagian, yaitu :
a. Kepala
pankreas, yang paling lebar, terletak disebelah kanan rongga abdomen dan
didalam lekukan duodenum.
b. Badan pankreas, merupakan
bagian utama pada organ tersebut dan letaknya dibelakang lambung dan didepan
vertebra lumbalis pertama.
c. Ekor pankreas, adalah bagian
yang runcing disebelah kiri dan menyentuh limpa.
Jaringan
pankreas terdiri atas lobula daripada sel sekretori yang tersusun mengitari
saluran-saluran halus. Saluran ini mulai dari persambungan saluran kecil dari
lobula yang terletak didalam ekor pankreas dan berjalan melalui badannya dari
kiri ke kanan. Saluran kecil itu menerima saluran dari lobula lain dan kemudian
bersatu.
Pankreas merupakan kelenjar ganda yang
terdiri dari dua bagian, yaitu bagian eksokrine dan endokrine. Dimana eksokrine
dilaksanakan oleh sel sekretori lobula yang membentuk cairan getah pankreas dan
yang berisi enzim dan elektrolit untuk pencernaan sebanyak 1500 sampai 2500 ml
sehari dengan pH 8 sampai 8,3. Cairan ini dikeluarkan akibat rangsangan dari
hormon sekretin dan pankreoenzimin. Sedangkan endokrine terdapat di alveoli
pankreas berupa massa pulau kecil yang tersebar diseluruh pangkreas dan disebut
Pulau Lengerhans . Setiap pulau berdiameter 75 sampai 150 mikron yang terdiri
sel Beta 75 %, sel Alfa 20 %, sel Delta 5 % dan beberapa sel C. Sel Alfa
menghasilkan glukagon dan sel Beta merupakan sumber insulin sedangkan sel delta
mengeluarkan somatostatin, gastrin dan polipeptida pankreas.
4. Etiologi
Insulin Dependent Diabetes Melitus
(IDDM) atau Diabetes tergantung insulin disebabkan oleh destruksi sel beta
pulau langerhans akibat proses autoimun.
Sedangkan Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) disebabkan kegagalan
relatif sel beta dan resistensi insulin.
Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang
pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa
oleh sel hati. Sel beta tidak mampu
mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi defisiensi
relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin
pada rangsangan glukosa, maupun pada rangsangan glukosa bersama bahan
perangsang sekresi insulin lain. Berarti sel beta pankreas mengalami
desensitisasi terhadap glukosa (Mansjoer. A
dkk, 1999).
5. Patofisiologi
Keadaan tubuh yang sehat makanan seperti
karbohidrat, lemak, protein, dan vitamin serta air dalam saluran cerna dipecah
menjadi polisakarida, glukosa menjadi monosakarida, mengalir dalam pembuluh
darah vena porta sehingga terjadi rangsang sel beta pankreas untuk mengeluarkan
insulin. Monosakarida disimpan diotot dan hati sebagai dalam glikogen, sisanya
beredar dalam pembuluh darah dan dikontrol oleh insulin.
Jika glukosa berkurang maka terjadi pemecahan glikogen yang
disebabkan oleh reaksi glikogenolisis. Sedangkan bila kadar glukosa berlebihan
maka disimpan dalam bentuk glikogen, reaksi ini disebut glikogenesis.
Pada penderita Diabetes Melitus terjadi pengeluaran
glukosa yang berlebihan di liver melalui glikogenolisis dan glikoneogenesis
serta oleh tidak adekuatnya penggunaan glukosa oleh otot-otot skeletal,
jaringan adiposa dan hati. Trigliserida ditransformasi dari sel-sel menuju
kehati dirubah menjadi keton yang digunakan oleh otot.
Pada IDDM sekresi insulin
sangat sedikit atau tidak ada sama sekali, sedangkan pada NIDDM terdapat
ketidak sesuaian Glukosa Sinsing Mekanism oleh sel beta pankreas.
Demikian pula pada obesitas, ada penurunan jumlah reseptor insulin pada membran
sel otot dan sel lemak. Pada obesitas di ekskresikan sejumlah besar insulin,
tapi tidak efektif penggunaannya karena berkurangnya jumlah reseptor insulin.
Saat glukosa darah meningkat tubulus renal tak mampu mereabsorsi seluruh
glukosa saat glumerolus filtrasi sehingga tidak terjadi glukosuria. Glukosa
darah yang tinggi menyebabkan osmotik diuresis karena gula bersifat mengikat
air. Air, sodium, clorida, photasium dan phospat menjadi hilang keluar bersama
urin, sehingga klien menjadi haus. Bila insulin defisiensi atau tidak ada,
glukosa tidak dapat masuk kedalam sel dan menyebabkan sel dalam keadaan lapar, tetapi
di pihak lain glukosa meningkat dalam tubuh. Jika sel tidak dapat memakai
glukosa sebagai bahan bakar,maka alternatif yang digunakan yaitu dengan memecah
asam lemak, keton bodies dalam jumlah terbatas. Keton bodies ini berhasil
digunakan oleh sel sebagai energi
BAGAN PATOFISI
6. Manifestasi klinis
Tanda dan gejala yang biasa terjadi pada
Diabetes Melitus adalah dengan adanya gejala khas berupa klien banyak makan
(polifagia), banyak kencing (poliuria), banyak minum (polidipsia), paralysis,
parastesisa. Kadar glukosa dalam darah yang tinggi menyebabkan klien banyak
mengeluarkan urin (poliuria), tubuh akan
memerlukan lebih banyak air untuk mengimbangi jumlah besar cairan yang keluar
sebagai urine, oleh karena itu klien merasa haus. Tanda-tanda lain badan terasa lemas dan berat badan menurun,
gejala lain yang mungkin dikeluhkan oleh klien Diabetes Melitus adalah
kesemutan, gatal, mata kabur dan impotensi pada pria serta pruritus vulva pada
wanita.
7. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penyaringan perlu
dilakukan pada kelompok dengan resiko tinggi untuk Diabetes Mellitus, yaitu
kelompok usia dewasa tua (> 40 tahun), obesitas, hipertensi, riwayat
keluarga diabetes mellitus, riwayat kehamilan dengan berat badan lahir > 4.000
gr, riwayat Diabetes Melitus pada kehamilan dan dislipidemia.
Pemeriksaan penyaringan dapat dilakukan
dengan pemeriksaan glukosa sewaktu, kadar gula darah puasa, kemudian dapat
diikuti dengan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) standar. Untuk pemeriksaan
penyaringan ulangan tiap tahun bagi pasien berusia > 45 tahun tanpa faktor
resiko, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan tiap tiga tahun
8. Komplikasi
Berbagai komplikasi dapat
terjadi pada klien dengan Diabetes Melitus:
a.
Akut : Koma hipoglikemia, ketoasidosis, koma
hiperosmolar nonketotik.
b.
Kronik : Makroangiopati, Mikroangiopati, Neuropati, Nefropati, Retinopati, kaki
diebetik.
9. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Diabetes Melitus dalam
jangka pendek bertujuan untuk menghilangkan keluhan atau gejala Diabetes
Melitus. Sedangkan tujuan jangka panjang adalah untuk mencegah komplikasi.
Tujuan tersebut dilaksanakan dengan cara menormalkan kadar glukosa darah,
lipid, dan insulin. Lebih penting pula mengajarkan agar pasien mampu mandiri
dan hidup normal dengan Diabetes Melitusnya.
a.
Terapi diet, klien Diabetes Melitus dianjurkan dengan
diet tinggi serat dengan prinsip jumlah kalori yang tepat, gula dan produk gula
dilarang, diit sesuai pola hidup, tinggi serat, cukup vitamin dan mineral.
b.
Terapi latihan, dianjurkan latihan jasmani teratur, 3 –
4 kali setiap minggu selama setengah jam yang sifatnya sesuai CRIPE (Continous,
Rhytmical, Interval, Progressive, Endurance training). Latihan yang dapat
dijadikan pilihan adalah jalan kaki, joging, lari, renang, bersepeda dan
mendayung. Hal yang perlu diperhatikan
jangan memulai olah raga sebelum makan, memakai sepatu yang pas, selalu
didampingi oleh orang yang tahu mengatasi serangan hipoglikemia, harus selalu
membawa permen, membawa tanda pengenal sebagai penderita Diabetes Melitus,
selalu memeriksa kaki secara cermat
setelah olah raga.
c.
Terapi insulin, diberikan sebagai bantuan bila klien
telah melakukan pengaturan makan dan olah raga tetapi belum berhasil.
10 . Manajemen
Diet
a.
Diet berisi kalori, protein dan vitamin serta mineral
yang adekuat 30 kal/kgBB.
b. Dapat ditambah
35-40 kal/kgBB untuk aktifitas yang meningkat.
c. Dapat dikurangi
15 – 25 kal/kg BB
untuk pasien gemuk / kurang
beraktifitas.
d. Tinggi serat.
B. Asuhan Keperawatan .
Proses
keperawatan merupakan masalah yang dinamis dalam usaha memperbaiki atau merawat
pasien ke tarap yang optimal melalui mutu pendekatan yang sistemaits untuk
mengenal masalah dan membantu pasien dalam mengatasi masalahnya.
Dalam proses keperawatan terdiri
dari lima tahap, yaitu :
- Pengkajian
- Diagnosa keperawatan
- Perencanaan
- Pelaksanaan/Implementasi
- Evaluasi
Di dalam melaksanakan proses keperawatan, perawat harus
mempunyai keterampilan khusus agar didapatkan suatu keperawatan yang sempurna,
yaitu
- Keterampilan intelektual
- Keterampilan tekhnik
- Keterampilan interpersonal
Konsep Teoritis Asuhan Keperawatan Pada Klien Diabetes Melitus
1. Pengkajian
Adalah
pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data dan menganalisanya sehingga dapat
diketahui kebutuhan perawatan pasien tersebut.
Menurut
Marilyn. E. Doenges (2000), data dasar pengkajian pasien dengan Diabetes
Melitus, yang perlu dikaji adalah :
a.
Aktifitas/Istirahat
Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak atau berjalan, keram otot, tonus
otot menurun, gangguan tidur atau istirahat.
Tanda : Takikardia dan takipnea pada keadaan istirahat atau dengan
aktifitas, letargi atau disorieantasi, koma.
b. Sirkulasi
Gejala :
Adanya riwayat hipertensi, infark miokar akut, klaudikasi, kebas,
kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama.
Tanda : Takikardia, perubahan
tekanan darah postural, hipertensi, nadi yang menurun atau tak ada, disritmia,
krekels, kulit panas, kering, kemerahan, bola mata cekung.
c. Integritas ego
Gejala
: Stres, tergantung pada orang lain, masalah finansial yang berhubungan dengan
kondisi.
Tanda
:
Ansietas, peka rangsang.
d. Eliminasi
Gejala
:
Perubahan pola berkemih ( poliuria ), nokturia. Rasa nyeri / terbakar,
kesulitan berkemih ( infeksi ), ISK baru / berulang, nyeri tekan abdomen,
diare.
Tanda
: Urine encer, pucat, kuning, poliuri (
dapat berkembang menjadi oliguri/anuria jika terjadi hipovolemia berat, urine
berkabut, bau busuk infeksi ), abdomen
keras, adanya ansietas, bising usus lemah dan menurun, hiperaktif ( diare ).
e. Makanan / cairan
Gejala
: Hilang napsu makan, mual, muntah, tidak mengikuti diet, peningkatan masukan
glukosa/karbohidrat, penurunan berat badan lebih dari periode beberapa hari /
minggu, haus, penggunaan diuretik ( tiazid ).
Tanda : Kulit kering /
bersisik, turgor jelek, kekakuan / distensi abdomen, muntah, pembesaran tiroid
(peningkatan kebutuhan metabolic dengan peningkatan gula darah ), bau
halitosis/manis, bau buah ( napas aseton ).
f. Neurosensori
Gejala
: Pusing/pening, sakit kepala,
kesemutan,kebas kelemahan pada otot, parestesia, gangguan penglihatan.
Tanda
: Disorientasi, mengantuk, letargi,
stupor / koma ( tahap lanjut ), gangguan memori , reflek tendon menurun,
kejang.
g. Nyeri / keamanan
Gejala
:
Abdomen yang tegang / nyeri ( sedang/berat ).
Tanda
:
Wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati-hati.
h.
Pernapasan
Gejala
:
Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan / tanpa sputum purulen (
tergantung adanya infeksi/tidak ).
Tanda
: Lapar udara, batuk dengan / tanpa
sputum purulen ( infeksi ), frekuensi pernapasan.
i. Keamanan
Gejala
:
Kulit kering, gatal, ulkus kulit.
Tanda
:
Demam, diaforesis, kulit rusak, lesi / ulserasi, menurunnya kekuatan
umum / rentang gerak, parestesia / paralysis otot termasuk otot-otot
pernapasan ( jika kadar kalium menurun
dengan cukup tajam ).
j.
Seksualitas
Gejala
:
Rabas vagina ( cendrung infeksi ), masalah impoten pada pria, kesulitan
orgasme pada wanita.
k. Penyuluhan / pembelajaran
Gejala :
Faktor resiko keluarga, DM, penyakit jantung, stroke, hipertensi, penyembuhan
yang lambat, penggunaan obat seperti steroid,
diuretik /tiazid , dilantin dan fenobarbital (dapat meningkatkan kadar
glukosa darah).
Pertimbangan
: DRG menunjukkan rerata lama di rawat 5
sampai 9 hari.
Rencana
pemulangan : Mungkin memerlukan bantuan dalam pengaturan diet,pengobatan,
perawatan diri, pemantauan terhadap glukosa darah.
- Diagnosa
keperawatan
Diagnosa keperawatan dibuat setelah data-data terkumpul dan
di analisis.
Adapun diagnosa keperawatan yang mungkin timbul pada pasien
Diabetes Melitus, adalah :
a.
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diare,
muntah, masukan dibatasi, mual, kacau mental.
b.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan ketidakcukupan insulin, anoreksia, mual, lambung penuh,
nyeri abdomen, perubahan kesadaran.
c.
Resiko tinggi terhadap infeksi (sepsis) berhubungan
dengan kadar glukosa tinggi, penururnan fungsi leukosit, perubahan dari
sirkulasi,
d.
Perubahan sensori-perseptual (uraikan) berhubungan
dengan perubahan kimia endogen, ketidakseimbangan glukosa atau elektrolit.
e.
Kelelahan berhubungan dengan penurunan fungsi
metabolik insufisiensi insulin.
f.
Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit yang tidak
dapat diobati, ketergantungan dengan orang lain.
g.
Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis, dan
kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang mengingat kesalahan interpretasi
informasi, tidak mengenal sumber infomasi.
- Perencanaan
Adapun perencanaan keperawatan pada pasien Diabetes Melitus
berdasarkan diagnosa keperawatan yang muncul, adalah :
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan
diare, muntah, masukan dibatasi, mual, kacau mental.
Hasil yang diharapkan : Tanda
vital stabil, nadi perifer dapat diraba turgor kulit dan pengisisan baik,
haluaran urin tepat secara individu, kadar elektrolit dalam batas normal.
Rencana tindakan :
1)
Pantau tanda-tanda vital dan catat adanya perubahan TD.
2)
Pantau pola pernafasan seperti adanya pernafasan kussmaul
atau pernafasan berbau keton.
3)
Pantau frekuensi pernafasan, penggunaan otot bantu
nafas, adanya sianosis.
4)
Pantau suhu, warna kulit dan kelembaban
5)
Ukur berat badan tiap hari.
6)
Observasi nadi perifer, pengisian kapiler, turgor
kulit, dan membran mukosa.
7)
Pertahankan pemberian cairan paling sedikit 2500
ml/hari.
8)
Beri lingkungan nyaman.
9)
Kolaborasi dalam pemberian cairan sesuai dengan
indikasi
Rasionalisasi :
1)
Hipovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan
takikardia, perkiraan berat ringan hipovolemia dapat dibuat ketika tekanan
darah sistolik klien turun lebih dari 10 mmhg dari posisi baring keposisi
duduk/berdiri.
2)
Paru-paru mengeluarkan asam karbonat melalui pernapasan
yang menghasilkan kompensasi alkalosis respiratoris terhadap ketoasidosis,
pernapasan yang berbau aseton berhubungan pemecahan asam aseto-asetat dan harus
berkurang bila ketosis harus terkoreksi.
3)
Koreksi hiperglikemia dan asidosis akan menyebabkan
pola dan frekuensi pernapasan mendekati normal, tetapi peningkatan kerja
pernapasan dangkal, cepat serta muncul sianosis.
4)
Demam, menggigil dan diaforesis merupakan hal umum
terjadi pada proses infeksi, demam dengan kulit yang kemerahan, kering mungkin
sebagai cerminan dari dehidrasi.
5)
Memberikan hasil pengkajian yang terbaik dari status
cairan yang sedang berlangsung dan selanjutnya dalam memberikan cairan
pengganti.
6)
Merupakan indikator dari tingkat dehidrasi atau volume
sirkulasi yang adekuat.
7)
Mempertahankan hidrasi atau volume sirkulasi.
8)
Menghindari pemanasan yang berlebihan terhadap klien
lebih lanjut akan dapat menimbulkan kehilangan cairan.
9)
Tipe dan jumlah dari cairan tergantung pada derajat
kekurangan cairan dan respons secara individual.
b. Perubahan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh berhubungan ketidakcukupan insulin, anoreksia, mual,
lambung penuh, nyeri abdomen, perubahan kesadaran.
Hasil yang diharapkan : Mencerna
jumlah kalori yang tepat, menujukkan tingkat energi yang biasanya, berat badan
stabil.
Rencana tindakan :
1)
Timbang berat badan sesuai dengan indikasi.
2)
Tentukan program diet dan pola makan pasien.
3)
Auskultasi bising usus,catat adanya nyeri abdomen kembung, mual,pertahankan keadaan puasa
sesuai dengan indikasi.
4)
Beri makanan cair yang mengandung nutrien dan
elektrolit identifiasi makanan yang disukai.
5)
Observassi tanda-tanda hipoglikimia.
6)
Kolaborasi dalam pemeriksaan gula darah dengan
menggunakan “finger stick”.
7)
Pantau pemeriksaan laboratorium, seperti glukosa
darah.
Rasionalisasi :
1) Mengkaji pemasukan
makanan yang adekuat termasuk absorbsi dan utilisasinya.
2) Mengidentifikasi
kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan terapiutik.
3) Hiperglikemia dan gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit dapat menurunkan motilitas/fungsi lambung yang akan mempengaruhi
pilihan intervensi.
4) Pemberian makanan melalui oral lebih baik jika klien sadar
dan fungsi gastrointestinal baik.
5) Metabolisme
karbohidrat mulai terjadi dan gula darah akan
berkurang dan sementara tetap diberikan insulin maka hipoglikemia dapat
terjadi, jika klien dalam keadaan koma hipoglikemia mungkin terjadi tanpa
memperlihatkan perubahan tingkat kesadaran, secara potensial dapat mengancam
kehidupan yang harus dikaji dan ditangani secara cepat melalui tindakan
protokol yang direncanakan.
6) Analisa ditempat
tidur terhadap gula darah lebih akurat dari pada memantau gula darah dalam
urine yang tidak cukup akurat untuk mendeteksi fluktuasi kadar gula darah dan
dapat dipengaruhi oleh ambang ginjal klien secara individual atau adanya
retensi urine/gagal ginjal.
7)
Gula darah akan menurun perlahan dengan penggunaan
cairan dan terapi insulin terkontrol, dengan pemberian insulin dosis optimal
glukosa kemudian dapat masuk kedalam sel dan digunakan untuk sumber kalori, hal
ini terjadi sehingga kadar aseton akan menurun dan asidosis dapat dikoreksi.
c. Resiko tinggi terhadap infeksi (sepsis)
berhubungan dengan kadar glukosa tinggi, penururnan fungsi leukosit, perubahan
dari sirkulasi.
Hasil yang diharapkan :
Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah / menurunkan risiko,
mendemonstrasikan tehnik, perubahan gaya hidup untuk mencegah terjadinya
infeksi.
Rencana tindakan :
1)
Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan, seperti
demam, kemerahan, adanya pes pada luka, sputum purulen, urin warna keruh atau
berkabut.
2)
Tingkatkan upaya pencegahan dengan melakukan cuci
tangan yang baik pada semua orang yang berhubungan dengan pasien
3)
Pertahankan tehnik aseptik pada prosedur invasif
berikan perawatan kulit dengan teratur dan jaga kulit agar tetap kering.
4)
Pasang kateter dan lakukan perawatan perineal dengan
baik.
5)
Berikan posisi semifowler
6)
Anjurkan untuk makan dan minum adekuat
7)
Kolaborasi untuk pemberian obat antibiotik yang sesuai.
Rasionalisasi :
1) Klien
mungkin masuk dengan infeksi yang biasanya telah mencetuskan keadaan
ketoasidosis atau dapat mengalami infeksi nasokomial.
2) Mencegah timbulnya infeksi
silang.
3) Kadar
glukosa yang tinggi
dalam darah akan menjadi media
terbaik bagi pertumbuhan kuman.
4) Mengurangi resiko terjadinya ISK, klien koma
mungkin memiliki resiko yang khusus jika terjadi retensi urine pada saat awal
dirawat.
5)
Memberikan kemudahan bagi
paru untuk berkembang,
menurunkan resiko terjadinya aspirasi.
6) Menurunkan
kemungkinan terjadinya infeksi, meningkatkan aliran urine untuk mencegah urine
yang statis dan membantu dalam mempertahankan pH urine yang menurnkan
pertumbuhan bakteri dan pengeluaran organisme dari system organ tersebut.
7) Penangan awal dapat membantu
mencegah timbulnya sepsis.
e. Perubahan sensori-perseptual (uraikan)
berhubungan dengan perubahan kimia endogen, ketidakseimbangan glukosa atau
elektrolit.
Hasil yang diharapkan :
Mempertahankan tingkat mental biasanya, mengenali dan mengkompensasi
adanya kerusakan sensori
Rencana
tindakan :
1.
Pantau tanda-tanda vital dan status mental.
2.
Orientasikan kembali sesuai dengan kebutuhan pada
pasien misal : orang, tempat dan waktu.
3.
Jadwalkan intervensi keperawatan agar tidak mengganggu
waktu istirahat klien.
4.
Pelihara aktifitas rutin klien sekonsisten mungkin dan
motivasi untuk melakukan kegiatan sehari-hari sesuai kemampuannya.
5.
Lindungi pasien dari cedera ketika tingkat kesadaran
pasien terganggu.
6.
Evaluasi lapang pandang penglihatan sesuai dengan
indikasi.
7.
Selidiki adanya keluhan paraestesia, nyeri atau
kehilangan sensori pada kaki.
8.
Beri tempat tidur yang lembut.
9.
Bantu pasien dalam perubahan posisi.
10.
Kolaborasi dalam pemberian terapi sesuai dengan
indikasi.
11.
Pantau nilai laboratorium seperti nilai glukosa darah
dan HB.
Rasionalisai :
1)
Sebagai dasar untuk membandingkan temuan abnormal
seperti suhu yang meningkat dapat mempengaruhi fungsi mental.
2)
Menurunkan kebingungan dan membantu untuk mepertahankan
kontak dengan realitas.
3)
Meningkatkan tidur, menurunkan rasa letih dan dapat
memperbaiki daya pikir.
4)
Membantu memelihara klien tetap berhubungan dengan
realitas dan mempertahankan orientasi pada lingkungan.
5)
Disorientasi merupakan awal dari kemungkinan cedera
terutama malam hari dan perlu pencegahan sesuai indikasi.
6)
Oedema/lepasnya retina, hemoragik, katarak,
paralysis otot ekstraokuler sementara
mengganggu penglihatan yang memerlukan terapi korektif.
7)
Neuropati perifer dapat mengakibatkan rasa tidak nyaman
yang berat, kehilangan sensasi sentuhan/distorsi yang mempunyai resiko tinggi
terhadap kerusakan kulit dan gangguan keseimbangan.
8)
Meningkatkan rasa nyaman dan menurunkan kemungkinan
kerusakan kulit karena panas.
9)
Meningkatkan keamanan klien terutama ketika rasa
keseimbangan dipengaruhi.
10) Gangguan
dalam proses piker/potensial terhadap aktifitas kejang biasanya hilang bila
keadaan hiperosmolaritas teratasi.
11) Ketidakseimbangan
nilai laboratorium dapat menurunkan fungsi mental.
f. Kelelahan berhubungan dengan penurunan
fungsi metabolik insufisiensi insulin
Hasil yang diharapkan : Mengungkapkan
peningkatan tingkat energi, menunjukkan
perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan.
Rencana tindakan :
1)Diskusikan dengan pasien kebutuhan
akan aktivitas dan buat jadwal perencanaan dengan pasien dan identifikasi
aktivitas yang menunjukkan kelelahan.
2)
Beri aktivitas alternatif dengan periode aktivitas yang
cukup.
3)
Pantau nadi, pernafasan, dan tekanan darah sebelum dan
sesudah aktivitas.
4)
Diskusikan cara menghemat kalori selama mandi,
berpindah tempat dan sebagainya.
5)
Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktivitas
sesuai dengan yang dapat ditoleransi.
Rasionalisasi :
1)
Pendidikan dapat memberikan motivasi untuk meningkatkan
tingkat aktifitas meskipun klien mungkin sangat lemah.
2)
Mencegah kelelahan yang berlebihan.
3)
Mengindikasikan tingkat aktifitas yang dapat
ditoleransi secar fisiologis.
4)
Klien akan dapat melakukan lebih banyak kegiatan dengan
penurunan kebutuhan akan energi pada setiap kegiatan.
5)
Meningkatkan kepercayaan diri/harga diri yang positif sesuai
tingkat aktifitas yang dapat ditoleransi klien.
g. Ketidakberdayaan berhubungan dengan
penyakit yang tidak dapat diobati, ketergantungan dengan orang lain.
Hasil yang diharapkan : Mengakui perasaan putus asa, mengidentifikasi
cara-cara sehat untuk menghadapi perasaan, membantu dalam merencanakan
perawatan sendiri dan secara mandiri mengambil tanggung jawab untuk aktivitas
perawatan diri.
Rencana tindakan :
1)
Anjurkan pasien atau keluarga untuk mengekspresikan
perasaannya tentang perawatan dan penyakitnya
secara keseluruhan.
2)
Observasi bagaimana pasien telah menangani masalahnya
di masa lalu.
3)
Berikan kesempatan pada keluarga untuk mengekspresikan
perhatiannya dan diskusikan cara mereka dapat membantu sepenuhnya terhadap
klien.
4)
Tentukan tujuan/harapan dari pasien atau keluarga.
5)
Anjurkan pasien untuk membuat keputusan sehubungan
dengan perawatannya.
6)
Berikan dukungan pada pasien untuk berperan serta dalam
merawat diri sendiri dan beri umpan balik positif sesuai dengan usaha yang
dilakukannya.
Rasionalisasi :
a.
Mengidentifikasi
area perhatiannya dan memudahkan cara pemecahan masalah.
b.
Pengetahuan gaya individu membantu untuk menentukan
kebutuhan terhadap tujuan penanganan.
c.
Meningkatkan perasaan terlibat dan memberikan kesempatan
keluarga untuk memecahkan masalah untuk membantu mencegah terulangnya penyakit
pada klien lagi.
d.
Harapan yang tidak realistis atau adanya tekanan dari
orang lain atau diri sendiri dapat mengakibatkan perasaan
frustasi/kehilangan kontrol diri dan
mungkin mengganggu kemampuan koping.
e.
Mengkomunikasikan pada klien bahwa beberapa
pengendalian dapat dilatih pada saat perawatan dilakukan.
f.
Meningkatkan perasaan kontrol terhadap situasi.
h. Kurang pengetahuan mengenai penyakit,
prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang mengingat
kesalahan interpretasi informasi, tidak mengenal sumber infomasi.
Hasil yang diharapkan : Mengungkapkan pemahaman tentang penyakit,
mengidentifikasi hubungan, tanda dan gejala dengan proses penyakit, dengan
benar melakukan prosedur yang perlu dan menjelaskan rasional tindakan,
melakukan perubahan gaya hidup dan berpartisipasi dalam program pengobatan.
Rencana tindakan :
1.
Ciptakan lingkungan saling percaya dengan mendengarkan
dan selalu ada untuk pasien.
2.
Bekerja dengan pasien dalam menata tujuan belajar yang
diharapkan.
3.
Pilih strategi belajar seperti teknik demonstrasi dan
membiarkan pasien mendemonstrasikan ulang.
4.
Diskusikan topik-topik yang utama.
5.
Diskusikan cara pemeriksaan gula darah.
6.
Diskusikan tentang rencana diet.
7.
Tinjau kembali pemberian insulin oleh klien dan
perawatan terhadap peralatan yang digunakan.
8.
Tekankan pentingnya pemeriksaan gula darah setiap hari,
waktu dan dosis obat.
9.
Diskusikan factor-faktor yang memegang peranan dalam
kontrol DM.
10. Buat
jadual latihan/aktifitas secara teratur.
11. Anjurkan
untuk tidak menggunakan obat-obat yang dijual bebas tanpa konsultasi dengan
tenaga kesehatan.
12. Lihat
kembali tanda dan gejala yang memerlukan evaluasi secara medis.
13. Demonstrasikan
teknik penanganan stress seperti teknik napas dalam.
Rasionalisasi :
1)
Menanggapi dan memperhatikan perlu diciptakan sebelum
klien bersedia mengambil bagian dalam proses keperawatan.
2)
Partisipasi dalam perencanaan meningkatkan antusias dan
kerja sama klien dengan prinsip yang dipelajari.
3)
Penggunaan cara yang berbeda tentang mengakses
informasi meningkatkan penyerapan pada individu yang belajar.
4)
Memberikan pengetahuan dasar dimana klien dapat membuat
pertimbangan dalam memilih gaya hidup.
5)
Pemeriksaan gula darah oleh diri sendiri 4 kali setiap
hari atau lebih memungkinkan fleksibilitas dalam perawatan diri.
6)
Pentingnya kontrol diet akan membantu klien dalam
merencanakan makan dan mentaati program.
7)
Mengidentifikasikan pemahaman dan kebenaran dari
prosedur atau masalah yang potensial dapat terjadi sehingga solusi alternatif
dapat ditentukan untuk pemberian insulin tersebut.
8)
Membantu dalam menciptakan gambaran nyata dari keadaan
klien untuk melakukan kontrol penyakitnya dengan lebih baik.
9)
Informasi ini penting untuk meningkatkan pengendalian
terhadap DM dan dapat sangat menurunkan berulangnya kejadian ketoasidosis.
10) Waktu
latihan tidak boleh bersamaan waktunya dengan kerja puncak insulin, makanan
harus diberikan sebelum atau selama latihan sesuai dengan kebutuhan dan rotasi
injeksi harus menghindari kelompok otot yang akan digunakan aktifitas.
11) Produktifitas
mungkin mengandung gula atau berinteraksi dengan obat-obat yang diresepkan.
12) Intervensi
segeral dapat mencegah perkembangan komplikasi yang lebih serius atau
komplikasi yang mengancam.
13) Meningkatkan
relaksasi dan pengendalian terhadap respon stress yang dapat membantu untuk
membatasi peristiwa ketidakseimbangan glukosa/insulin.
- Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah penerapan
tindakan-tindakan perawatan yang telah direncanakan. Pada tahap pelaksanaan
yang dilakukan adalah melaksanakan tindakan keperawatan yang telah
direncanakan. Prioritas tindakan keperawatan yang akan dilakukan adalah:
memperbaiki keseimbangan cairan dan elektrolit serta asam basa, memperbaiki
metabolisme abnormal, mengidentifikasi atau membantu penanganan terhadap
penyebab atau penyakit yang mendasar, dan mencegah komplikasi. Setelah semua
tindakan dilaksanakan maka akan dilanjutkan dengan pendokumentasian semua
tindakan yang telah dilakukan beserta hasil-hasilnya.
- Evaluasi
Evaluasi adalah menilai keberhasilan
rencana keperawatan dalam memenuhi kebutuhan klien. Evaluasi merupakan
indikator keberhasilan dalam proses keperawatan. Evaluasi berdasarkan yaitu :
a.
Volume cairan terpenuhi atau hidrasi adekuat.
b.
Kebutuhan pemenuhan nutrisi terpenuhi dari kebutuhan
tubuh.
c.
Tidak terjadi infeksi ( sepsis ).
d.
Tidak terjadi perubahan pada sensori – perseptual.
e.
Kelelahan pada klien dapat teratasi.
f.
Klien dapat mandiri dalam kebutuhan rutinitas /
ketidakberdayaan tidak terjadi.
g.
Klien dan keluarga dapat mengetahui tentang penyakit,
prognosis, dan pengobatan klien selama dirawat.
DAFTAR
PUSTAKA.
Brunner & Suddarth. (2002).Buku ajar keperawatan medikal bedah.
Ed. VIII Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Carpenito, L.J. (2000). Diagnosa keperawatan aplikasi pada praktik
klinis. Ed. VI.
Jakarta : EGC.
Doengoes,
Marylin E, et. al. (2000). Penerapan proses keperawatan dan diagnosa
keperawatan. Jakarta. EGC.
Doengoes,
Marylin E, et. al. (1999). Rencana asuhan keperawatan. Jakarta. EGC.
Doengoes,
Moorhouse & Geissler. (1999). Rencana asuhan keperawatan Ed. III. Jakarta. EGC.
Ramali & Pamoentjak. (1999). Kamus kedokteran Ed. revisi
Penerbit : Buku Kedokteran. EGC.
Syamsu Hidayat, R. Wim De Jong. (1997). Buku ajar umum bedah
Ed. Revisi. Jakarta. EGC.
No comments:
Post a Comment