Monday, January 28, 2013
LP Hepatitis
DASAR
TEORITIS
HEPATITIS
A. Konsep Dasar
1.
Pengertian
Hepatitis
merupakan penyakit infeksi yang penyebarannya luas dalam tubuh, walaupun efek yang menyolok
terjadi pada hati. Telah ditemukan 5
kategori virus yakni virus hepatitis A
s/d E dimana masing-masing agen memiliki
gambaran klinis yang mirip, yang
apat bervariasi dari keadaan
subklinis tanpa gejala
hingga keadaan infeksi akut yang
fatal (Sylvia and Lorraine, 1994).
Hepatitis adalah infeksi akut sistemik oleh virus disertai
nekrosis dan inflamasi pada
sel-sel hati yang menghasilkan perubahan
klinism, biokimia serta seluler yang khas. Sampai saat ini sudah ada teridentifikasi lima
type hepatits dan masih terdapat bukti adanya
virus-virus hepatitis lainnya (Brunner and Suddarth, 2001).
Para pakar
menyebutnya penyakit “diam-diam” karena
virus ini menyerang penderitanya
tanopa disadari. Gejalanya kadang tidak nampak dan dapat merusak hati
hingga terjadi kerusakan serius (Mayo Clinic, 1999).
A. Anatomi dan Fisiologi Hati
Hati, saluran empedu dan pancreas merupakan suatu organ-organ yang saling mendukung untuk proses pencernaan. Semuanya berhubungan erat dengan fisiologi pencernaan. Hati merupakan kelenjar terbesar dalam tubuh. Rata-rata sekitar 1500 gr atau 2,5 % berat badan orang de3wasa normal. Hati merupajkan organ plastis lunak yang tercetak dari struktur
sekitarnya.
Permukaan superior adalah cembung dan terletak dibawah kubah kanan diafragma dan sebagian kubah kiri. Bagian kanan bawah hati adalah cekung dan merupakan atap ginjal kanan, lambung, pancreas dan usus.
Hati memiliki dua lobus utama, kanan
dan kiri. Lobus kanan dibagi menjkadi
segmen anterior dan posterior oleh
fisura segmentalis kanan yang terlihat
dari luar. Lobus kiri dibagi menjadi
segmen medial dan lateral
oleh ligamentum falsiforme
yang dapat dilihat dari luar. Ligamentum falsiforme berjalan dari
hati ke diafragma dan dinding depan abdomen.
Pada permukaan hati, diliputi oleh peritoneum
viseralis, kecuali daerah
kecil pada permukaan
posterior yang melekat langsung pada
diafragma. Beberapa ligamentum yang
merupakan lipatan peritoneum membantu
menyokong hati. Di bawah peritoneum terdapat jaringan penyambung padat
yang dinamakan kapsula glisson.
B. Struktur mikroskopik
Setiap lobus hati terbagi menjadi struktur-struktur yang dinamakan lobulus, yang merupakan
unit mikroskopis dan fungsional. Setiap lobulus merupakan badan
heksagonal yang terdiri atas lempeng-lempeng hati berbentuk kubus, tersusun radial
mengelilingi vena sentralis. Di antara
lempengen sel hati terdapat
kapiler-kapiler yang dinamakan sinusoid,
yang merupakan cabang vena porta, dan
arteria hepatica. Sel kupferr merupakan
system monosit-makrofag dengan antibodi yang dapat menelan bakteri dan benda asing lain dalam darah. Hanya sumsum tulang
yang mempunyai massa
sel monosit-makrofag yang
lebih banyak daripada sel-sel
yang terdapat di hati.
Jadi dapat disimpulkan bahwa hati merupakan
bagian utama mekanisme pertahanan tubuh dari
bakteri dan agen toksik.
C. Sirkulasi
Hati memiliki dua sumber
suplai darah, dari saluran cerna
dan limpa melalui vena porta dan
dari aorta melalui arteri hepatika. Sekitar sepertiga darah yang masuk adalah darah arteri
dan sekitar duapertiga adalah
darah dari vena porta.
Volume
total darah yang melewati
hati setiap menit adalah 1500
ml dan dialirkan melalui vena hepatika
kanan dan kiri. Vena porta
bersaifat unik karena terletak
diantara dua daerah kapiler, satu dalam
hati dan lainnnya dalam saluran cerna. Saat mencapai hati , vena porta
bercabang-cabang yang menempel melingkari lobulus hati. Cabang-cabang
ini kemudian mempercabangkan vena-vena
interlobaris yang berjalan
diantara lobulus-lobulus. Vena-vena ini
selanjutnya membentuk sinusoid yang berjalan di antara lempengan-lempengan hepatosit dan bermuara dalam vena sentralis.
Vena sentralis dari beberapa lobulus bersatu mementuk vena sublobaris yang
selanjutnya kembali menjadi menyatu dan membentuk vena hepatika.
Cabang-cabang terhalus dari arteria hepatika juga
mengalirkan darahnya ke dalam
sinusoid., sehingga terjadi pencampuran
darah arteria hepatika dan
darah vena dari vena hepatika.
D. Fungsi
hati
Metabolisme
Glukosa. Hati memegang peranan penting
dalam ketabolisme glukosa dan pengaturan kadar glukosa darah. Sesudah makan, glukosa diambil
dari dara vena portal
oleh hati dan di ubah menjadi
glikogen yang disimpat dalam hepatosit.
Selanjutnya glikogen di ubah kembali
menjadi glukosa dan jika diperlukan dilepaskan ke aliran darah untuk mempertahankan glukosa darah
untuk mencapai keadaan normal.
Glukosa tambahan dapat disintesis oleh hati lewat proses yang dinamakan glukoneogenesis. Untuk melaksanakan proses ini,
hati menggunakan asam-asam
amino hasil pemecahan protein atau
laktat yang diproduksi dari otot yang bekerja.
Konversi
Amonia. Penggunaan asam-asam amino
untuk glukoneogenesis akan membentuk amonia sebagai hasil sampingan. Hati mengubah ammonia yang dihasilkan oleh proses metabolik ini menjadi ureum. Amonia yang diproduksi
oleh bakteri dalam
intestinum juga akan dikeluarkan dari dalam
darah portal untuk sintesis ureum.
Dengan cara ini hati mengubah amonia
yang merupakan toksin
berbahaya menjadi ureum, yaitu senyawa
yang dapat di ekskresikan ke dalam urin.
Metabolisme
protein. Hati juga memegang peranan penting
dalam metabolisme protein. Organ ini
mensintesis hampir seluruh plasma
protein (kecuali t-globulin), termasuk albumin, …dan --- globulin, faktor-faktor pembekuan
darah, protein transport yang spesifik dan sebagian besar lipoprotein plasma. Vitamin K diperlukan oleh hati untuk mensintesis protrombin
dan sebagian faktor pembekuan
lainnnya. Asam-asam amino berfungsi sebagai unsur
pembangun bagi sintesis protein.
Metabolisme lemak. Hati juga berperan aktif dalam metabolisme lemak.
Asam-asam lemak dapat dipecah untuk
memproduksi energi dan badan keton (asam
aseto asetat, asam ----hidrosibutirat
serta aseton). Badan keton dapat menjadi energi
bagi otot serta jaringan tubuh lainnya. Badan keton yang dihasilkan dari
pemecahan asam lemak dapat digunakan jika
ketersediaan glukosa terbatas untuk keperluan metabolisme. Ini terjadi
di saat kita mengalami kelaparan dan
penderita diabetes tak terkontrol.
Penyimpanan
vitamin dan zat besi. Vitamin A dan
B12, D dan beberapa vitamin B kompleks disimpan dengan jumlah sangat besar di
hati. Karena hati kaya akan substansi tersebut, ekstrak hati banyak digunakan untuk mengobati berbagai macam gangguan nutrisi.
Metabolisme
Obat. Banyak obat seperti
barbiturate dan amfetamin, dimetabolisme oleh
hati. Untuk membentuk substansi obat yang lebih larut, maka obat
berikatan dengan sejumlah senyawa,
seperti asam glukuronat atau asam asetat.
Pembentukan
empedu. Empedu dibentuk terus-menerus oleh hepatosit dan dikumpulkan
dalam kanalikulus serta saluran empedu. Jadi
hepatosit yang ada dapat membantu empedu
untuk membantu proses pencernaan.
E. Jenis Hepatitis
a.
Menurut agen penyebabnya:
1). Virus Hepatitis A (HAV)
2). Virus Hepatitis B (HBV)
3). Virus Hepatitis C (HCV)
4). Virus Hepatitis D ( HDV)
5). Virus Hepatitis E (HEV)
6). Hepatitis toksik
Kelima agen ini dapat dibedakan melalui pertanda antigeniknya, tetapi kesemuaannya memberikan gambaran kilnis yang mirip, yang
dapat bervariasi dari keadaan subklinis tanpa gejala hingga keadaan infeksi akut yang fatal. Sedangkan hepatitis toksik
merupakan akibat dari efek obat-obatan dan toksik.
Bentuk hepatitis yang paling
dikenal adalah hepatitis A dan B. kedua
hepatitis ini ditularkan secara
parenteral dan non-parenteral. jika pada pemeriksaan serologinya didapatkan
non-A dan non-B dapat disebut hepatitis
C. Selanjutnya ditemukan bahwa jenis
hepatitis ini ada dua macam, yang petama dapat diutlarkan secara parenteral dan disebut PT-NANBH dan
yang kedua dapat ditularkan secara enteral disebut ET-NANBH (Bradley, 1990; central
for disease control, 1990).
Virus Delta atau virus hepatitis D
(HDV) merupakan suatu partikel virus
yang menyebabkan infeksi hanya bila
sebelumnya telah ada infeksi hepatitis B. HDV dapat timbul sebagai infeksi yang bersamaan dengan HBV atau sebagai suprainfeksi
pada seorang pembawa HBV.
2. Etiologi
Penyebab terjadinya ini dibedakan dari :
a.
Hepatitis A
Virus ini merupakan virus RNA kecil yang berdiameter 27 nm. Virus ini dapat dideteksi
di dalam feses pada akhir masa inkubasi dan fase praikterik. Sewaktu
timbul ikterik, maka antibody terhadap HAV telah dapat di ukur di dalam serum. Mula-mula, kadar antibody Igm
anti-HAV meningkat dengan tajam.
Pada masa akut keadaan Igm anti-HAV akan
terus dominan dan berlangsung terus-menerus. HAV ditularkan secara oral dengan menelan makanan yang sudah
terkontamnasi. Penularan melalui transfuse darah pernah dilaporkan, tetapi penularan ini tidaklah terjadi secara
umum. Penyakit ini sering menyerang
anak-anak lewat makanan dan minuman yang
terkontaminasi feses, makanan kerang
yang tidak direbus baik juga dapat menjadi mediator. Epidemi dapat terjadi pada
daerah dengan konsentrasi penduduk yang padat seperti pusat perawatan dan rumah sakit jiwa. Para
pelancong di daerah asia tengra, afrika utara,
timur tengah juga menjadi daerah
endemic bagi para turis. Penularan ditunjang dengan adanya sanitasi
lingkungan yang buruk, higienitas perorangan yang kurang dan kontak eksklusif
seperti yinggal serumah dan seksual
b. Hepatitis B
Virus Hepatitis B merupakan virus DNA
bercangkang ganda yang
Ganda yang memiliki
ukuran 42 nm. Petanda serologic yang khas adalah antigen permukaan (HBSag yang positif
kira-kira 2 minggu sebelum timbulnya
gejala klinis).
c. Hepatitis C
Keberadaan bentuk hepatitis infeksiosa non-A dan non-B sudah dikenal semenjak 1975. Akhirnya, setelah 15
tahun dilakukan penelitian yang cermat,
agen penyebabnya telah dapat ditemukan. Non-A ditularkan lewat darah dan
non-B secara enteric. HCV merupakan
virus RNA kecil dengan diameter sekitar
30 nm s/d 60 nm. HCV diduga
terutama ditularkan melalui jalan
parenteral dan kemungkinan melalui kontak seksual. Virus ini dapat menyerang
semua kelompok usia., tetapi
lebih utama menyerang orang dewasa. Masa
inkubasi sekitar 160 hari , rata-rata
sekitar 50 hari. HCV bertanggung jawab atas 90%
sampai 95 % kasus hepatitis
akibat transfusi darah. Hepatitis kronik
terjadi sekitar 50% dari semua orang yang terinfeksi dan 20% menjadi sirosis
hepatis.
d. Hepatitis D
HDV
delta merupakan virus RNA berukuran
35 nm, anehnya virus ini membutuhkan HBSag untuk berperan sebagai lapisan luar partikel yang menular. Sehingga
hanya penderita yang positif HBSag dapat tertular oleh HDV. Pertanda utamanya
adalah antigen HDV yang meningkat. Penularan melalui serum. Di AS, penyakit
ini banyak terjadi pada pengguna obat terlarang dan penderita hemofilia. HBV berendemik dengan
HBV. Masa inkubasi bisa sekitar 2 bulan. HDV timbul dengan tiga keadaan klinis, koinfeksi, koinfeksi dengan HBV, superinfeksi pembawa HBV, dan
sebagai hepatitis fulminan.
e. Hepatitis E
HEV
adalah suatu virus RNA kecil dengan diameter kurang lebih 32 sampai dengan 34 nm. Virus
ini baru-baru saja di identifikasi oleh
Bradley (1990). Sejauh ini tes serologic belum berhasil. Infeksi ini ditularkan
melalui fekal-oral dengan epidemi lewat air yang terkontaminasi. Paling sering
menyerang orang dewasa muda sampai
setengah umur. Pada wanita hamil angka mortalitas yang sangat tinggi (20%) dengan masa inkubasi
sekitar 6 minggu.
3.
Patofisiologi
Disfungsi
hati terjadi akibat kerusakan
sel-sel parenkim hati yang secara
langsung disebabkan oleh penyakit primer hati dan secara tidak langsung oleh obstruksi aliran empedu dan gangguan sirkulasi hepatic. Disfungsi
hati bias bersifat akut atau kronis.
Namun demikian, disfungsi kronis jauh
lebih sering daripada yang akut. Proses
perjalanan penyakit berkembang
menjadi disfungsi hepatoseluler yang
dapat disebabkan oleh penyebab menular. Contohnya seperti bakteri, virus, dan keadaan anoksia, kelainan
metabolic, toksin, obat-obatan, defisiensi nutrisi dan keadaan
hipersensitifitas. Penyebab kerusakan
parenkim yang paling sering ditemukan adalah pada keadaan malnutrisi,
khususnya pada alkoholisme. Sel-sel
parenkim hati akan bereaksi terhadap unsure-unsur yang paling toksik melalui penggantian glikogen dengan lipid
sehingga terjadi infiltrasi lemak
dengan atau tanpa nekrosis. Keadaan ini sering
disertai dengan infiltrasi
sel radang dan pertumbuhan jaringan fibrosis. Regenerasi sel
dapat terjadi jika proses perjalanan
penyakit tidak terlampau toksik bagi
sel-sel hati. Hasil akhir penyakit parenkim
hati yang kronis adalah pengecilan dan fibrosis hati yang tampak pada sirosis.
4.
Tanda dan Gejala
Gejala awal dapat
berupa flu, demam, letih, mual, muntah
dan kehilangan nafsu makan. Manifestasi
disfungsi hepatoseluler berupa
perubahan fungsi metabolic dan ekskrotik
hati. Konsentrasi bilirubin akan
meninggi sehingga menghasilkan ikterus
dengan manifestasi subklinis perubahan
warna kulit, membrane mukosa, sclera,
dan jaringan lainnya menjadi kuning. Kelainan pada metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein akan menyertai penurunan fungsi
hati. Metabolisme protein yang abnormal menyebabkan penurunan konsentrasi albumin serum dan edema. Urin dapat berwarna gelap karena penumpahan empedu ke dalam urin dan tinja berwarna keputihan dan bias juga berwarna tanah.
5. Penatalaksanaan
Dapat diberikan interfern alfa yang
menghambat replica virus. Namun
pemberian ini hanya berhasil satu diantara lima
pasien. Interferon dapat disuntikkan 3x seminggu dan akan efektif jika diberikan selama satu
tshun. Efek samping seringkali pusing, depresi, berkurangnya sel darah putih
serta jumlah platelet.
Ribavirin
yang dikembangkan oleh para peneliti masih dalam proses penelitian. Jenis obat
ini akan dikombinasikan dengan interferon alfa. Selain itu tirah baring selama fase akut dengan diet yang cukup bergizi merupakan
anjuran yang lazim. Pemberian nutrisi
harus diperkuat dengan makanan melalui
oral dan makanan intravena mungkin perlu selama fase akut bila pasien
terus-menerus muntah. Namun
protein harus dibatasi bila
kemampuan fungsi hati untuk
mematabolisme masih rendah.
Upaya
kuratif untuk mengendalikan gejala
dyspepsia dan malaise umum mencakup penggunaan antacid. Beladona serta
preparat antiemetik. Meskipun
demikian semua pemberian obat harus dibatasi dan jika benar-benar diperlukan
saja. Terapi cairan juga tetap
diperlukan. Masa pemulihan berlangsung
lama dan pemulihan gejala yang
lengkap kadang-kadang membutuhkan waktu
3 s/d 4 bulan atau mungkin lebih lama lagi.
Selama
stadium pemulihan ini, pengembalian aktivitas
yang berangsur-angsur
diperbolehkan dan di anjurkan jika
sesudah gejala hilang. Bed rest biasanya direkomendasikan tanpa memperhitungkan bentuk terapi yang lain
sampai gejala hepatitis mereda.
Aktifitas fisik harus dibatasi sampai
dengan gejala-gejala hilang dan tes
fungsi hati kembali normal. Pertimbanagan psikososial harus dikenali oleh perawat, khususnya pengisolasian dan
pemisahan klien dari keluarganya serta
sahabat mereka selama stadium akut dan interaktif. Perencanaan khusus
diperlukan untuk meminimalkan perubahan dalam persepsi sensori. Keluarg
aperlu dilibatkan dalam perencanaan agar
mengurangi rasa cemas dan takut yang di alami oleh klien.
6.
Pemeriksaan Diagnostik
- Pemeriksaan Pigmen
Bilirubin
serum direct. Bilirubin serum total
untuk mengetahui , bilirubin urine, urobilinogen urin dan urobilinogen feses. Pemeriksaan
ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan fungsi hati untuk mengadakan konjugasi dan mengekskresikan bilirubin. Hasil yang abnormal ditemukan
pada penyakit hati serta
saluran empedu dan akan disertai gejala klinis ikterus.
- Pemeriksaan protein
Protein serum total, albumin serum, globulin serum, elektroforesis serum; Albumin rasio
albumin/globulin. Protein dibuat di hati . Kadarnya dapat dipengaruhi pada sejumlah kelainan hati. Albumin
diperlukan untuk pemeriksaan sirosisi, edema, asites dan hepatitis kronis. Sedangkan globulin untuk pemeriksaan sirosis, penyakit hati, ikterus obstruktif
kronis dan hepatitis virus.
- Waktu protrombin
Respon waktu protrombin terhadap vitamin K dan alkali
fosfatase serum. Pemeriksaan ini melihat waktu
protrombin dapat memanjang pada penyakit hati. Keadaan ini tidak akan kembali normal dengan pemberian vitamin
K pada krusakan sel hati yang berat. Alkali fosfate serum dibuat di tulang, hati , ginjal, intestinum
dan di eksresikan lewat empedu.
- Pemeriksaan
serum transfarase atau transminase
AST
atau SGOT, ALT atau SGP, LDH, dan ammonia serum. Pemeriksaan ini berdasarkan pada pelepasan
enzim dari sel-sel hati yang
rusak. Enzim ini akan meninggi pada kerusakan sel-sel hati. Hati mengubah
ammonia menjadi ureum. Kadar
ammonia meningkat pada gagal hati.
- Kolesterol
Kadar
kolesterol meningkat pada obstyruksi
billier dan menurun pada penyakit parenkim hati.
Sedangkan
pemeriksaan radiology dapat berupa pemeriksaan barium osofagus, foto
rongten abdomen, pemindaian hati dengan preparat technetium, emas atau rose Bengal
yang berlabel radioaktif. Kolesistogram dan kolangiogram. Arteriografi pembuluh
darah seliaka dan splenoportogram. Sedangkan pemeriksaan laparoskopi dapat berfungsi memvisualisasikan langsung permukaan anterior
hati. Biopsi hati untuk menentukan perubahan
anatomis pada jaringan hati.
Pengukuran tekanan portal meninggi pada
sirosis hepatis. Ultrasonografi untuk
mengetahui ukuran-ukuran organ-organ
abdomen dan keberadaan massa.
CT-Scan untuk mendeteksi neoplasma hati,
diagnosis kista, abses dan hematoma, dan membedakan antara ikterus obstruktif dan ikterus non
obstruktif. Angiografi memvisualisasikan sirkulasi hepatik dan mendeteksi keberadaan serta sifat
massa
hepatik. MRI untuk mendeteksi neoplasma hepatik, diagnosis kista, abses dan
hematoma. Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatograpi (ERCP) untuk
memvisualisasikan strutur bilier lewat endoskopi.
7. Terapi
farmakologi
Tidak ada pengobatan yang spesifik pada penyakit ini. Pada kasus
hepatitis C dapat diberikan interferon alfa yang menghambat replica virus. Namun pemberian ini hanya berhasil
satu diantara lima pasien. Interferon dapat disuntikkan 3x
seminggu dan akan efektif jika diberikan
selama satu tahun. Efek samping seringkali pusing, depresi, berkurangnya sel
darah putih serta jumlah platelet. Ribavirin yang dikembangkan oleh para
peneliti masih dalam proses penelitian. Jenis obat ini akan dikombinasikan
dengan interferon alfa. Selain itu tirah baring
selama fase akut dengan diet yang
cukup bergizi merupakan anjuran yang lazim. Pemberian makanan
intravena mungkin perlu selama
fase akut bila pasien terus-menerus
muntah. Aktifitas fisik harus
dibatasi sampai dengan gejala-gejala hilang
dan tes fungsi hati kembali
normal.
8. Komplikasi
Komplikasi dapat berupa nekrosis hati, hepatitis fulminan dicirikan dengan tanda penciutan hati dan koma hepatik yang berujung pada
kematian. Hepatitis kronik persisten dapat terjadi jika perjalanan penyakit
memanjang hingga 3 s/d 4 bulan walau pasien masih dapat sembuh. Hepatitis agresif atau kronik aktif dapat terjadi
dengan keadaan seperti digerogoti
dan berkembang menjadi sirosis. Akhirnya
kelanjutan dari penyakit ini dapat mengarah pada karsinoma hepatoselular.
9. Pencegahan
Pencegahan dapat diberikan dengan adanya imunisasi dan perlu
diperhatikan beberapa kelompok yang beresiko tertular seperti pekerja sosial kesehatan, klien dan staf
perawatan rumah sakit jiwa, pasien hemodiliasis, pria homoseksual, pemakai obat
intravena, penerima produk darah secara kronik, kontak serumah atau kontak seksual dari pembawa HBSag,
heteroseksual dengan banyak pasangan dan aktif secara seksual, para turis yang
datang ke daerah endemik dan para pengungsi dari daerah endemik.
Sedangkan
langkah-langkah di masyarakat adalah
penyediaan layanan imunisasi, penyediaan makanan dan minuman yang
bersih, lingkungan yang sehat, pembuangan sampah yang efektif dan efisien, hygiene umum, mencuci tangan dan
pembuangan feses dan urine yang
terkontrol. Sedangkan di tempat layanan kesehatan harus diperhatikan seperti pembuangan kateter, jarum suntik dan
spuit sekali pakai. Semua donor darah
perlu disaring terhadap HAV, HBV
dan HEV. Diharapkan dengan adanya upaya
di atas dapat meminimalisir terjadinya penyakit dan memotong mata rantai penyebaran penyakit tersebut.
B. Asuhan Keperawatan
1.
Pengkajian
Pengkajian merupakan dasar utama atau langkah awal dan proses keperawatan secara keseluruhan. Pada tahap ini semua
data/informasi tentang klien yang dibutuhkan
dikumpulkan dan di analisa untuk
menentukan diagnosa keperawatan. (Gaffar,
1997 ).
Pengkajian dilakukan secara langsung maupun tidak langsung melalui observasi keadaan umum klien,
wawancara (tanya jawab) dengan klien dan keluarganya, pemeriksaan fisik dari
kepala sampai ujung kaki dengan tehnik inspeksi, perkusi, palpasi dan
auskultasi.
l. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Tes
fungsi hati: abnormal (4-10 kali dari normal).
AST
(SGOT/SGPT): Awalnya meningkat, dapat meningkat 1-2 minggu sebelum
ikterik kemudian tampak turun.
Darah lengkap : Gangguan enzim hati akan
mengakibatkan perdarahan.
Alkali posfatase : agak meningkat
Feses : Berwarna tanah liat
Albumin serum : menurun
Gula darah : hiperglikemia
transient/hipoglikemia (gangguan fungsi hati).
HBsag : dapat positif pada type A dan negatif
pada tipe B
Masa protrombin : mungkin memanjang
Bilirubuin
serum : Dia tas 2,5 mg/100 ml (bila dia atas
200 mg/ml, prognosis buruk).
Tes ekskresi BSP : kadar darah meningkat.
Biopsi hati : menunjukkan diagnosis dan
nekrosis hati.
Scan hati : mengetahui beratnya kerusakan
Urinalisa
: Peningkatan kadar bilieubin,
protein/hematuria dapat terjadi.
2.
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan
adalah penilaian klinis tentang respon aktual atau potensial dari individu, keluarga atau masyarakat
tehadap masalah kesehatan/ proses
kehidupan (Carpenito, 1996).
Diagnosa keperawatan
hepatitis menurut Doenges (2000), adalah
sebagai berikut:
a. Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, mengalami keterbatasan
aktivitas dan depresi.
b. Nutrisi perubahan: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan masukan untuk memenuhi kebutuhan metabolik anoreksia
dan muntah, gangguan absorbsi dan
metabolisme pencernaan makanan; penurunan peristaltic dan empedu tertahan.
c. Kekurangan volume cairan, resiko tinggi terhadap kehilangan
yang berlebihan melalui muntah dan diare (tidak dapat
diterapkan, adanya tanda-tanda dan gejala membuat diagnosa aktual).
d. Harga diri, rendah situasional berhubungan dengan proses isolasi, marah dan jengkel, sakit lama dan
periode penyembuhan yang lama.
e. Resiko tinggi terhadap infeksi terhadap berhubungan
dengan malnutrisi dan kurang pengetahuan
untuk menghindari pemajanan patogen.
f. Gangguan atau kerusakan jaringan integritas kulit terhadap zat kimia:
akumulasi garam empedu dalam jaringan.
g. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar), tentang
kondisi, prognosis dan pengobatan berhubungan
dengan kurang terpajan informasi/mengingat; salah interpretasi informasi.
3. Perencanaan
Perencanaan yaitu tahapan
dari proses keperawatan atau
tahap penentuan apa yang akan dilakukan
untuk membantu klien. Pada tahap
ini mempunyai empat kompenen yaitu: menetapkan
prioritas masalah, merumuskan tujuan, kriteria hasil dan menentukan
rencana tindakan, sehingga tujuan nyata dapat
diukur dan mempunyai batas waktu
pencapaian serta dapat mengetahui
rencana tindakan apa yang akan dilakukan selanjutnya (Gaffar, 1997).
Rencana
tindakan yang dilakukan pada klien
yang mengalami hepatitis menurut
(Doenges, 2000) adalah:
a. Intoleran
kativitas berhubungan dengan kelemahan
umum, mengalami keterbatasan aktivitas;
depresi.
1.1 Tingkatkan tirah
baring/duduk, berikan lingkungan tenag dan
batasi pengunjung.
Rasional: meningkatkan istirahat dan ketegangan, menyediakan energi
yang digunakan untuk penyembuhan, posisi duduk tegak di yakini dapat
menurunkan aliran darah ke kaki, yang
mencegah sirkulasi optimal di hati.
1.2 Ubah posisi dengan sering,
berikan perawatan kulit yang baik
Rasional : meningkatkan fungsi
pernafasan dan meminimalkan tekanan
pada area tertentu untuk menurunkan resiko kerusakan jaringan.
1.3 Lakukan tugas dengan cepat dan sesuai toleransi
Rasional : memungkinkan periode
istirahat tanpa gangguan
1.4 Tingkatkan aktivitas eseuai toleransi
Rasional :
tirah baring yang lama dapat menurunkan kemampuan.
1.5 Dorong penggunaan tehnik manajemen stress, contorh
relaksasi.
Rasional :
meningkatkan relaksasi, menurunkan stress, memusatkan kembali perhatian dan meningkatkan
koping.
1.6 Awasi
terulangnya anoreksia dan nyeri tekan pembesaran hati.
Rasional : Menunjukkan kurangnya resolusi/eksarbasi penyakit.
Kolaborasi
1.7 Berikan obat sesuai indikasi; seperti sedatif, agen
antiansietas
Rasional
: Membantu memanajemen waktu istirahat dan control ansietas.
b. Nutrisi, perubahan; kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan masukan untuk memenuhi kebutuhan metabolic; anoreksia
dan muntah, gangguan absorbsi dan metabolisme
pencernaan makanan; penurunan peristaltic
dan empedu tertahan.
Mandiri
2.1 Awasi pemasukan diet, jumlah kalori, berikan makanan sedikit
dengan
frekuensi sering dan tawarkan makan
pagi.
Rasional
: Anoreksia semakin buruk pada siang
hari, membuat masukan makanan paling sulit pada siang hari.
2.2 Berikan perawatan mulut sebelum makan.
Rasional
: Menghilangkan rasa tidak pada
mulut dan dapat meningkatkan nafsu makan.
2.3 Anjurkan makan pada posisi tegak.
Rasional
: Menurunkan rasa penuh pada abdomen dan
dapat meningkatkan masukan.
2.4 Dorong pemasukan sari jeruk, minuman karbonat dan permen
jika
perlu.
Rasional
: Bahan ini merupakan ekstra kalori dan dapat lebih mudah untuk dicerna.
KOLABORASI
2.5 Konsul
pada ahli diet, dukungan tim nutrisi untuk memberikan diet sesuai
kebutuhan pasien dengan masukan lemak dan
protein sesuai toleransi.
Rasional
: Berguna dalam membuat program diet untuk memenuhi kebutuhan individu. Metabolisme lemak bervariasi
tergantung pad a produksi dan
pengeluaran empedu dan perlunya
pembatasan masukan lemak jika terjadi
diare. Bila toleran, masukan normal atau lebih protein akan membantu regenerasi hati. Pembatasan protein di di idikasikan pada penyakit berat seperti hepatitis kronis
karena akumulasi produk akhir metabolisme
protein dapat mencetuskan hepatik
enselopati.
2.6 Awasi glukosa darah
Rasional
: Hiperglikemia/hipoglikemia dapat terjadi, memerlukan perubahan diet/pemberian insulin.
2.7 Berikan
obat sesuai indikasi seperti golongan antiemetik, vitamin B kompleks, C,
tambahan berupa diet yang sesuai
indikasi.
Rasional
: Dapat menurunkan mual dan meningkatkan
toleransi terhadap makanan, obat
seperti Mylanta dapat menurunkan resiko perdarahan, vitamin B dapat
membantu memeperbaiki kondisi jaringan.
c. Kekurangan volume cairan, resiko tinggi terhadap
kehilanagn yang berlebihan melalui
muntah dan diare (tidak dapat diterapkan, adanya tanda-tanda dan gejala membuat
diagnosa aktual).
Mandiri
3.1 Awasi
masukan dan haluaran cairan, catat kehilangan cairan melalui usus seperti muntah.
Rasional
: Memberikan informasi tentang kebutuhan
penggantian/efek terapi. Diare dapat
berhubungan dengan respon terhadap infeksi dan mungkin terjadi sebagai
masalah yang lebih serius dari obstruksi
aliran darah portal dengan kongesti vaskuler pada traktus GI.
3.2 Kaji
tanda-tanda vital, nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membrane mukosa.
Rasional : Indikator volume
sirkulasi/perfusi
3.3 Periksa asites atau pembentukan adema. Ukur
lingkar abdomen sesuai indikasi.
Rasional : Menurunkan
kemungkinan perdarahan ke dalam jaringan.
3.4 Observasi tanda perdarahan.
Rasional
: Kadar protrombin menurun dan waktu
koagulasi memanjang bila absorbsi vitamin K terganggu pada traktus GI dan sintesis
protrombin menurun karena
mempengaruhi fungsi hati.
KOLABORASI
3.5 Awasi
nilai laboratoirium, contoh Hb/Ht, NA+, albumin dan waktu pembekuan.
Rasional
: Menunjukkan hidrasi dan
mengidentifikasi retensi natrium, kadar protein yang dapat menimbulkan
pembentukan edema. Defisit pada pembekuan potensial/beresiko terhadap
perdarahan.
3.6 Berikan
cairan IV (biasanya glukosa),
elektrolit; protein hidrosilat, vit. K dan obat-obat antidiare.
Rasional
: Memberikan cairan dan pengantian
elektrolit, protein hidrosilat dapat
memperbaiki kekurangan albumin/protein
dapat membantu mengembalikan cairan dari jaringan ke sistem sirkulasi. Vitamin K dapat mengurangi resiko perdarahan dan obat
antidiare dapat mengurangi pengeluaran
cairan.
d. Harga diri, rendah situasional berhubungan
dengan proses isolasi, marah dan jengkel, sakit lama dan
periode penyembuhan yang lama.
MANDIRI
4.1 Kontrak dengan pasien mengenai waktu untuk mendengar, dorong diskusi agar
masalah dapat terungkap.
Rasional: Penyediaan waktu
meningkatkan hubungan saling percaya. Kesempatan untuk mengekspresikan perasaan memungkinkan pasien untuk merasa lebih mengontrol situasi. Pengungkapan menurunkan
perasaan cemas dan memudahkan
perilaku koping positif.
4.2 Hindari membuat
penilaian moral tentang pola hidup (pengguna alkohol dan
praktik seksual).
Rasional
: pasien akan merasa kesal dan menyalahkan diri dan dapat merusak harga diri
lebih lanjut.
4.3 Diskusikan akan harapan tentang kesembuhan.
Rasional
: Periode kesembuhan yang lama tentunya sangat
membutuhkan dukungan dan
perencanaan terhadap keluarga dan pasien sendiri.
4.4 Kaji efek penyakit terhadap
factor ekonomi pasien/orang terdekat.
Rasional
: Masalah financial dapat terjadi
jika pasien kehilangan peran diri dan fungsi pada keluarga.
4.5 Tawarkan aktivitas senggang
berdasarkaan kemampuan klien.
Rasional
: Penawaran ini dapat membuat klien merasa diberi kesempatan unuk meningkatkan harga
dirinya dan meminimalkan stress dan depresi.
e. Resiko tinggi terhadap infeksi terhadap
berhubungan dengan malnutrisi dan kurang
pengetahuan untuk menghindari pemajanan
pathogen.
MANDIRI
5.1 Lakukan tehnik isolasi untuk
infeksi termasuk cuci tangan efektif.
Rasional : Mencegah transmisi penyakit
virus ke orang lain. Melalui cuci
tangan dapat mencegah transmisi virus.
5.2 Awasi/batasi pengunjung
Rasional : Pasien dengan pajanan infeksi respiratorius berpotensial memperluas
infeksi.
5.3 Jelaskan prosedur isolasi pada pasien dan orang terdekat.
Rasional
: Pemahaman akan alasan perlindungan
diri mereka sendiri dan orang lain dapat
mengurangi perasaan terisolasi dan stigma negatif.
5.4 Berikan
informasi tentang adanya gama globulin, ISG HBIG, Vaksin hepatitis B.
Rasional
: Efektif untuk mencegah hepatitis virus pada orang yang
terpajan.
5.5 Berikan obat sesuai indikasi.
Rasional : Obat
interferon, vidaralun dan zovirax berguna pada pengobatan hepatitis
aktif kronis, interferon untuk HCV dan AB untuk penanganan infeksi.
f. Gangguan atau kerusakan jaringan integritas kulit terhadap zat kimia: akumulasi garam empedu dalam jaringan.
MANDIRI
6.1 Gunakan air mandi dingin .
Rasional
: Mencegah kulit kering berlebihan, memberikan penghilangan gatal.
6.2 Berikan masase ringan dan jika pasien
menggaruk harus menggunakan buku-buku jarinya, anjurkan
melepas pakaian ketat dan gunakan pakaian
longgar dan berikan seprai lembut.
Rasional
: membantu mempertahankan integritas
jaringan dan menurunkan resiko iritasi
kulit.
6.3 Hindari komentar tentang
penampilan pasien.
Rasional
: Meminimalkan stress psikologis sehubungan dengan perubahan kulit.
KOLABORASI
6.5 Berikan obat sesuai indikasi seperti anthistamin.
Rasional
: Menghilangkan gatal dan dalam kondisi
seperti hepatic berat.
g. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar), tentang
kondisi, prognosis dan pengobatan
berhubungan dengan kurang terapajan informasi/mengingat; salah interpretasi informasi.
MANDIRI
7.1
Kaji tingkat pemahaman proses penyakit, harapan, prognosis, kemungkinan pilihan pengobatan.
Rasional : Mengidentifikasi sejauh mana kebutuhan klien tentang
pengetahuan yang diperlukan dan memberikan
kesempatan untuk memberikan
informasi tambahan sesuai keperluan.
7.2 Berikan informasi tentang penyakit, prognosis
dan pengobatan.
Rasional : kebutuhan akan
informasi sanagtlah penting mengingat
beratnya penyakit, resiko serta perencanaaan dan penanggulangan kondisi
kesehatan klien yang melibatkan keluarga untuk membantu proses kesembuhan.
7.3 Berikan kesempatan diskusi baik itu dengan klien maupun dengan keluarga.
Rasional : Memberikan kesempatan bertanya dan mempertegas kembalui
segala sesuatu yang sudah disampaikan.\
7.4 Tekankan pentingnya
mengevaluasi pemeriksaan fisik dan
evaluasi laboratorium.
Rasional : Proses penyakit
dapat memakan waktu berbulan-bulan untuk
membaik. Bila ada gejala lebih dari 6 bulan, biopsi hati diperlukan untuk
memastikan adanya hepatitis.
5. Evaluasi
Evaluasi adalah proses
berkelanjutan untuk menilai efek dari
tindakan keperawataan pada klien
(Keliat, 1999). Evaluasi dilakukan
terus-menerus pada respon klien terhadap
tindakan keperawatan yang dilakukan.
Evaluasi dapat dibagi dua, yaitu evaluasi proses atau formatif dilakukan setiap
selesai melakukan tindakan, evaluasi
hasil atau sumatif dilakukan dengan dengan membandingkan respon klien dengan tujuan yang
telah di tentukan.
Menurut Doenges (1999), evaluasi juga
dilakukan dengan penilaian subyektif, obyektif, permasalahan sudah
teratasi atau belum, serta perencanaan selanjutnya (SOAP), yaitu respon
subyektif klien, respon objektif klien, analisa
ulang atas data subyektif
dan objektif dan perencanaan atau tindak
lanjut berdasarkan hasil analisa.
Berikut hasil yang diharapkan pada masing-masing diagnosa menurut Doenges (1999) adalah:
A.
Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, mengalami keterbatasan
aktivitas dan depresi.
Hasil evaluasi yang diharapkan adalah:
-
Klien menyatakan
pemahaman akan situasi/factor resiko dan program pengobatan individu
-
Menunjukkan tehnik perilaku yang
memampukan kembali mel;akukan aktivitas
-
Melaporkan
kemampuan melakukan peningkatan toleransi aktivitas.
B.
Nutrisi perubahan: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan
masukan untuk memenuhi kebutuhan metabolik
anoreksia dan muntah, gangguan absorbsi
dan metabolisme pencernaan makanan; penurunan peristaltic dan empedu tertahan.
Hasil evaluasi yang diharapkan adalah:
- Menunjukkan perilaku
perubahan pola hidup untuk
meningkatkan/mempertahankan berat badan
sesuai.
- Menunjukkan peningkatan berat badan mencapai tujuan dengan nilai laboratorium
normal dan bebas tanda malnutrisi.
C. Kekurangan volume cairan, resiko tinggi terhadap
kehilangan yang berlebihan melalui muntah dan diare (tidak dapat
diterapkan, adanya tanda-tanda dan gejala membuat diagnosa aktual).
Hasil evaluasi yang
diharapkan adalah:
- Mempertahankan
hidrasi adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, pengisian
kapiler baik, nadi perifer kuat, haluaran urin sesuai.
D. Harga diri, rendah situasional berhubungan dengan proses isolasi, marah dan jengkel, sakit lama dan
periode penyembuhan yang lama.
Hasil evaluasi yang diharapkan adalah:
- Mengidentifikasi
perasaan dan metode untuk koping
terhadap persepsi diri negatif.
- Klien dapat menyatakan
penerimaan diri, dan lamanya penyembuhan/kebutuhan isolasi.
- Mengakui diri sebagai
orang yang berguna, bertanggung
jawab terhadap diri sendiri.
E. Resiko tinggi terhadap infeksi terhadap berhubungan
dengan malnutrisi dan kurang pengetahuan
untuk menghindari pemajanan patogen.
Hasil evaluasi yang diharapkan adalah:
- Menunjukkan
tehnik; melakukan perubahan pola hidup
untuk menghindari infeksi ulang/transmisi ke orang lain.
F.
Gangguan atau kerusakan jaringan integritas kulit terhadap zat kimia:
akumulasi garam empedu dalam jaringan.
Hasil evaluasi yang diharapkan adalah:
- Melaporkan tidak ada
pruritus/penurunan.
G. Kurang pengetahuan (kebutuhan
belajar), tentang kondisi, prognosis
dan pengobatan berhubungan dengan
kurang terpajan informasi/mengingat; salah interpretasi informasi.
Hasil evaluasi yang diharapkan adalah:
- Menyatakan pemahaman proses penyakit
dan pengobatan.
- Melakukan
perubahan perilaku dan berpartisipasi dalam pengobatan.
Subscribe to:
Posts (Atom)