PEMERIKSAAN
SARAF KRANIALIS
Pemeriksaan saraf merupakan salah satu dari rangkaian
pemeriksaan neurologis yang terdiri dari; 1). Status
mental, 2). Tingkat kesadaran, 3).Fungsi saraf kranial, 4). Fungsi motorik, 5).
Refleks, 6). Koordinasi dan gaya berjalan dan 7). Fungsi sensorik
Agar pemeriksaan saraf kranial dapat memberikan
informasi yang diperlukan, diusahakan kerjasama yang baik antara pemeriksa dan
penderita selama pemeriksaan. Penderita seringkali diminta kesediaannya untuk
melakukan suatu tindakan yang mungkin oleh penderita dianggap tidak masuk akal
atau menggelikan. Sebelum mulai diperiksa, kegelisahan penderita harus
dihilangkan dan penderita harus diberi penjelasan mengenai pentingnya
pemeriksaan untuk dapat menegakkan diagnosis.
Memberikan penjelasan mengenai lamanya pemeriksaan,
cara yang dilakukan dan nyeri yang mungkin timbul dapat membantu memupuk
kepercayaan penderita pada pemeriksa. Penderita diminta untuk menjawab semua
pertanyaan sejelas mungkin dan mengikuti semua petunjuk sebaik mungkin.
Suatu anamnesis lengkap dan teliti ditambah dengan pemeriksaan fisik akan dapat
mendiagnosis sekitar 80% kasus. Walaupun terdapat beragam prosedur diagnostik
modern tetapi tidak ada yang dapat menggantikan anamnesis dan pemeriksaan
fisik.
Saraf-saraf kranial langsung berasal dari otak dan meninggalkan tengkorak
melalui lubang-lubang pada tulang yang dinamakan foramina, terdapat 12 pasang
saraf kranial yang dinyatakan dengan nama atau dengan angka romawi. Saraf-saraf
tersebut adalah olfaktorius
(I), optikus (II), Okulomotorius (III), troklearis (IV), trigeminus (V),
abdusens (VI), fasialis (VII), vestibula koklearis (VIII), glossofaringeus
(IX), vagus (X), asesorius (XI), hipoglosus (XII). Saraf kranial I, II, VII
merupakan saraf sensorik murni, saraf kranial III, IV, XI dan XII merupakan
saraf motorik, tetapi juga mengandung serabut proprioseptif dari otot-otot yang
dipersarafinya. Saraf kranial V, VII, X merupakan saraf campuran, saraf kranial
III, VII dan X juga mengandung beberapa serabut saraf dari cabang parasimpatis
sistem saraf otonom.
II. 1. DEFINISI
Saraf-saraf kranial dalam bahasa latin adalah Nervi
Craniales yang berarti kedua belas pasangan saraf yang berhubungan dengan otak
mencakup nervi olfaktorii (I), optikus (II), okulomotorius (III), troklearis
(IV), trigeminus (V), abdusens (VI), fasialis (VII), vestibulokoklearis (VIII),
glosofaringeus (IX), vagus (X), asesorius (XI), hipoglosus (XII).
Gangguan saraf kranialis adalah gangguan yang terjadi pada serabut saraf yang
berawal dari otak atau batang otak, dan mengakibatkan timbulnya keluhan ataupun
gejala pada berbagai organ atau bagian tubuh yang dipersarafinya.
II. 2. ANATOMI DAN FISIOLOGI
1)SARAF OLFAKTORIUS (N.I)
Sistem olfaktorius dimulai dengan sisi yang menerima rangsangan olfaktorius.
Sistem ini terdiri dari bagian berikut: mukosa olfaktorius pada bagian atas
kavum nasal, fila olfaktoria, bulbus subkalosal pada sisi medial lobus
orbitalis.
Saraf ini merupakan saraf sensorik murni yang serabut-serabutnya berasal dari
membran mukosa hidung dan menembus area kribriformis dari tulang etmoidal untuk
bersinaps di bulbus olfaktorius, dari sini, traktus olfaktorius berjalan
dibawah lobus frontal dan berakhir di lobus temporal bagian medial sisi yang
sama.
Sistem olfaktorius merupakan satu-satunya sistem sensorik yang impulsnya
mencapai korteks tanpa dirilei di talamus. Bau-bauan yang dapat memprovokasi
timbulnya nafsu makan dan induksi salivasi serta bau busuk yang dapat
menimbulkan rasa mual dan muntah menunjukkan bahwa sistem ini ada kaitannya
dengan emosi. Serabut utama yang menghubungkan sistem penciuman dengan area
otonom adalah medial forebrain bundle dan stria medularis talamus. Emosi yang
menyertai rangsangan olfaktorius mungkin berkaitan ke serat yang berhubungan
dengan talamus, hipotalamus dan sistem limbik.
2)SARAF OPTIKUS (N. II)
Saraf Optikus merupakan saraf sensorik murni yang dimulai di retina.
Serabut-serabut saraf ini, ini melewati foramen optikum di dekat arteri
optalmika dan bergabung dengan saraf dari sisi lainnya pada dasar otak untuk
membentuk kiasma optikum. Orientasi spasial serabut-serabut dari berbagai
bagian fundus masih utuh sehingga serabut-serabut dari bagian bawah retina
ditemukan pada bagian inferior kiasma optikum dan sebaliknya.
Serabut-serabut dari lapangan visual temporal (separuh bagian nasal retina)
menyilang kiasma, sedangkan yang berasal dari lapangan visual nasal tidak
menyilang. Serabut-serabut untuk indeks cahaya yang berasal dari kiasma optikum
berakhir di kolikulus superior, dimana terjadi hubungan dengan kedua nuklei
saraf okulomotorius. Sisa serabut yang meninggalkan kiasma berhubungan dengan
penglihatan dan berjalan di dalam traktus optikus menuju korpus genikulatum
lateralis. Dari sini serabut-serabut yang berasal dari radiasio optika melewati
bagian posterior kapsula interna dan berakhir di korteks visual lobus
oksipital.
Dalam perjalanannya serabut-serabut tersebut memisahkan diri sehingga
serabut-serabut untuk kuadran bawah melalui lobus parietal sedangkan untuk
kuadaran atas melalui lobus temporal. Akibat dari dekusasio serabut-serabut
tersebut pada kiasma optikum serabut-serabut yang berasal dari lapangan
penglihatan kiri berakhir di lobus oksipital kanan dan sebaliknya.
3)SARAF OKULOMOTORIUS (N. III)
Nukleus saraf okulomotorius terletak sebagian di depan substansia grisea
periakuaduktal (Nukleus motorik) dan sebagian lagi di dalam substansia grisea
(Nukleus otonom).
Nukleus motorik bertanggung jawab untuk persarafan otot-otot rektus medialis,
superior, dan inferior, otot oblikus inferior dan otot levator palpebra
superior. Nukleus otonom atau nukleus Edinger-westhpal yang bermielin sangat
sedikit mempersarafi otot-otot mata inferior yaitu spingter pupil dan otot
siliaris.
4)SARAF TROKLEARIS (N. IV)
Nukleus saraf troklearis terletak setinggi kolikuli inferior di depan
substansia grisea periakuaduktal dan berada di bawah Nukleus okulomotorius.
Saraf ini merupakan satu-satunya saraf kranialis yang keluar dari sisi dorsal
batang otak. Saraf troklearis mempersarafi otot oblikus superior untuk menggerakkan
mata bawah, kedalam dan abduksi dalam derajat kecil.
5)SARAF TRIGEMINUS (N. V)
Saraf trigeminus bersifat campuran terdiri dari serabut-serabut motorik dan
serabut-serabut sensorik. Serabut motorik mempersarafi otot masseter dan otot
temporalis. Serabut-serabut sensorik saraf trigeminus dibagi menjadi tiga
cabang utama yatu saraf oftalmikus, maksilaris, dan mandibularis. Daerah
sensoriknya mencakup daerah kulit, dahi, wajah, mukosa mulut, hidung, sinus.
Gigi maksilar dan mandibula, dura dalam fosa kranii anterior dan tengah bagian
anterior telinga luar dan kanalis auditorius serta bagian membran timpani.
6)SARAF ABDUSENS (N. VI)
Nukleus saraf abdusens terletak pada masing-masing sisi pons bagian bawah dekat
medula oblongata dan terletak dibawah ventrikel ke empat saraf abdusens
mempersarafi otot rektus lateralis.
7)SARAF FASIALIS (N. VII)
Saraf fasialis mempunyai fungsi motorik dan fungsi sensorik fungsi motorik
berasal dari Nukleus motorik yang terletak pada bagian ventrolateral dari
tegmentum pontin bawah dekat medula oblongata. Fungsi sensorik berasal dari
Nukleus sensorik yang muncul bersama nukleus motorik dan saraf
vestibulokoklearis yang berjalan ke lateral ke dalam kanalis akustikus interna.
Serabut motorik saraf fasialis mempersarafi otot-otot ekspresi wajah terdiri
dari otot orbikularis okuli, otot buksinator, otot oksipital, otot frontal,
otot stapedius, otot stilohioideus, otot digastriktus posterior serta otot
platisma. Serabut sensorik menghantar persepsi pengecapan bagian anterior lidah.
8)SARAF VESTIBULOKOKLEARIS (N. VIII)
Saraf vestibulokoklearis terdiri dari dua komponen yaitu serabut-serabut aferen
yang mengurusi pendengaran dan vestibuler yang mengandung serabut-serabut
aferen yang mengurusi keseimbangan. Serabut-serabut untuk pendengaran berasal
dari organ corti dan berjalan menuju inti koklea di pons, dari sini terdapat
transmisi bilateral ke korpus genikulatum medial dan kemudian menuju girus
superior lobus temporalis. Serabut-serabut untuk keseimbangan mulai dari
utrikulus dan kanalis semisirkularis dan bergabung dengan serabut-serabut
auditorik di dalam kanalis fasialis. Serabut-serabut ini kemudian memasuki
pons, serabut vestibutor berjalan menyebar melewati batang dan serebelum.
9)SARAF GLOSOFARINGEUS (N. IX)
Saraf Glosofaringeus menerima gabungan dari saraf vagus dan asesorius pada
waktu meninggalkan kranium melalui foramen tersebut, saraf glosofaringeus
mempunyai dua ganglion, yaitu ganglion intrakranialis superior dan
ekstrakranialis inferior. Setelah melewati foramen, saraf berlanjut antara
arteri karotis interna dan vena jugularis interna ke otot stilofaringeus. Di
antara otot ini dan otot stiloglosal, saraf berlanjut ke basis lidah dan
mempersarafi mukosa faring, tonsil dan sepertiga posterior lidah.
10)SARAF VAGUS (N. X)
Saraf vagus juga mempunyai dua ganglion yaitu ganglion superior atau jugulare
dan ganglion inferior atau nodosum, keduanya terletak pada daerah foramen
jugularis, saraf vagus mempersarafi semua visera toraks dan abdomen dan
menghantarkan impuls dari dinding usus, jantung dan paru-paru.
11)SARAF ASESORIUS (N. XI)
Saraf asesorius mempunyai radiks spinalis dan kranialis. Radiks kranial adalah
akson dari neuron dalam nukleus ambigus yang terletak dekat neuron dari saraf
vagus. Saraf aksesoris adalah saraf motorik yang mempersarafi otot
sternokleidomastoideus dan bagian atas otot trapezius, otot
sternokleidomastoideus berfungsi memutar kepala ke samping dan otot trapezius
memutar skapula bila lengan diangkat ke atas.
12)SARAF HIPOGLOSUS (N. XII)
Nukleus saraf hipoglosus terletak pada medula oblongata pada setiap sisi garis
tengah dan depan ventrikel ke empat dimana semua menghasilkan trigonum
hipoglosus. Saraf hipoglosus merupakan saraf motorik untuk lidah dan
mempersarafi otot lidah yaitu otot stiloglosus, hipoglosus dan genioglosus.
II. 3. PEMERIKSAAN SARAF KRANIALIS.
a.Saraf Olfaktorius (N. I)
Saraf ini tidak diperiksa secara rutin, tetapi harus dikerjakan jika terdapat
riwayat tentang hilangnya rasa pengecapan dan penciuman, kalau penderita
mengalami cedera kepala sedang atau berat, dan atau dicurigai adanya
penyakit-penyakit yang mengenai bagian basal lobus frontalis.
Untuk menguji saraf olfaktorius digunakan bahan yang tidak merangsang seperti
kopi, tembakau, parfum atau rempah-rempah. Letakkan salah satu bahan-bahan
tersebut di depan salah satu lubang hidung orang tersebut sementara lubang
hidung yang lain kita tutup dan pasien menutup matanya. Kemudian pasien diminta
untuk memberitahu saat mulai terhidunya bahan tersebut dan kalau mungkin
mengidentifikasikan bahan yang di hidu.
b.Saraf Optikus (N. II)
Pemeriksaan meliputi penglihatan sentral (Visual acuity), penglihatan perifer
(visual field), refleks pupil, pemeriksaan fundus okuli serta tes warna.
i. Pemeriksaan penglihatan sentral (visual acuity)
Penglihatan sentral diperiksa dengan kartu snellen, jari tangan, dan gerakan
tangan.
Kartu snellen
Pada pemeriksaan kartu memerlukan jarak enam meter
antara pasien dengan tabel, jika tidak terdapat ruangan yang cukup luas,
pemeriksaan ini bisa dilakukan dengan cermin. Ketajaman penglihatan normal bila
baris yang bertanda 6 dapat dibaca dengan tepat oleh setiap mata (visus 6/6)
Jari tangan
Normal jari tangan bisa dilihat pada jarak 3 meter
tetapi bisa melihat pada jarak 2 meter, maka perkiraan visusnya adalah kurang
lebih 2/60.
Gerakan tangan
Normal gerakan tangan bisa dilihat pada jarak 2 meter
tetapi bisa melihat pada jarak 1 meter berarti visusnya kurang lebih 1/310.
ii. Pemeriksaan Penglihatan Perifer
Pemeriksaan penglihatan perifer dapat menghasilkan informasi
tentang saraf optikus dan lintasan penglihatan mulai dair mata hingga korteks
oksipitalis.
Penglihatan perifer diperiksa dengan tes konfrontasi atau dengan perimetri /
kompimetri.
Tes Konfrontasi
Jarak antara pemeriksa – pasien : 60 – 100 cm
Objek yang digerakkan harus berada tepat di
tengah-tengah jarak tersebut.
Objek yang digunakan (2 jari pemeriksa / ballpoint) di gerakan mulai dari
lapang pandang kahardan kiri (lateral dan medial), atas dan bawah dimana mata
lain dalam keadaan tertutup dan mata yang diperiksa harus menatap lururs
kedepan dan tidak boleh melirik kearah objek tersebut.
Syarat pemeriksaan lapang pandang pemeriksa harus
normal.
Perimetri / kompimetri
Lebih teliti dari tes konfrontasi
Hasil pemeriksaan di proyeksikan dalam bentuk gambar
di sebuah kartu.
iii. Refleks Pupil
Saraf aferen berasal dari saraf optikal sedangkan
saraf aferennya dari saraf occulomotorius.
Ada dua macam refleks pupil.
1. Respon
cahaya langsung
Pakailah senter kecil, arahkan sinar dari samping
(sehingga pasien tidak memfokus pada cahaya dan tidak berakomodasi) ke arah
salah satu pupil untuk melihat reaksinya terhadap cahaya. Inspeksi kedua pupil
dan ulangi prosedur ini pada sisi lainnya. Pada keadaan normal pupil yang
disinari akan mengecil.
2. Respon
cahaya konsensual
Jika pada pupil yang satu disinari maka secara
serentak pupil lainnya mengecil dengan ukuran yang sama.
iv. Pemeriksaan fundus occuli (fundus kopi)
Digunakan alat oftalmoskop. Putar lensa ke arah O
dioptri maka fokus dapat diarahkan kepada fundus, kekeruhan lensa (katarak)
dapat mengganggu pemeriksaan fundus. Bila retina sudah terfokus carilah
terlebih dahulu diskus optikus. Caranya adalah dengan mengikuti perjalanan vena
retinalis yang besar ke arah diskus. Semua vena-vena ini keluar dari diskus
optikus.
v. Tes warna
Untuk mengetahui adanya polineuropati pada n. optikus.
c.Saraf okulomotoris (N. III)
Pemeriksaan meliputi ; Ptosis, Gerakan bola mata dan
Pupil
1. Ptosis
Pada keadaan normal bila seseorang melihat ke depan
maka batas kelopak mata atas akan memotong iris pada titik yang sama secara
bilateral. Ptosis dicurigai bila salah satu kelopak mata memotong iris lebih
rendah dari pada mata yang lain, atau bila pasien mendongakkan kepal ke
belakang / ke atas (untuk kompensasi) secara kronik atau mengangkat alis mata
secara kronik pula.
2.Gerakan bola mata.
Pasien diminta untuk melihat dan mengikuti gerakan
jari atau ballpoint ke arah medial, atas, dan bawah, sekligus ditanyakan adanya
penglihatan ganda (diplopia) dan dilihat ada tidaknya nistagmus. Sebelum
pemeriksaan gerakan bola mata (pada keadaan diam) sudah dilihat adanya
strabismus (juling) dan deviasi conjugate ke satu sisi.
3.Pupil
Pemeriksaan pupil meliputi :
i.Bentuk dan ukuran pupil
ii.Perbandingan pupil kanan dan kiri
pupil sebesar
1mm masih dianggap normalÆPerbedaan
iii. Refleks pupil
Meliputi pemeriksaan :
1.Refleks cahaya langsung (bersama N. II)
2.Refleks cahaya tidak alngsung (bersama N. II)
3.Refleks pupil akomodatif atau konvergensi
Bila seseorang melihat benda didekat mata (melihat
hidungnya sendiri) kedua otot rektus medialis akan berkontraksi. Gerakan kedua
bola mata ini disebut konvergensi. Bersamaan dengan gerakan bola mata tersebut
maka kedua pupil akan mengecil (otot siliaris berkontraksi) (Tejuwono) atau
pasien disuruh memandang jauh dan disuruh memfokuskan matanya pada 15 cm didepan mata pasien dalam±suatu objek diletakkan pada jarak keadaan normal terdapat konstriksi pada kedua
pupil yang disebut reflek akomodasi.
d.Saraf Troklearis (N. IV)
Pemeriksaan meliputi
1. .gerak mata ke lateral bawah
2. strabismus
konvergen
3. diplopia
e.Saraf Trigeminus (N. V)
Pemeriksaan meliputi; sensibilitas, motorik dan refleks
1. Sensibilitas
Ada tiga cabang sensorik, yaitu
oftalmik, maksila, mandibula. Pemeriksaan dilakukan pada ketiga cabang saraf
tersebut dengan membandingkan sisi yang satu dengan sisi yang lain. Mula-mula
tes dengan ujung yang tajam dari sebuah jarum yang baru. Pasien menutup kedua
matanya dan jarum ditusukkan dengan lembut pada kulit, pasien ditanya apakah
terasa tajam atau tumpul. Hilangnya sensasi nyeri akan menyebabkan tusukan
terasa tumpul. Daerah yang menunjukkan sensasi yang tumpul harus digambar dan
pemeriksaan harus di lakukan dari daerah yang terasa tumpul menuju daerah yang
terasa tajam. Juga dilakukan dari daerah yang terasa tumpul menuju daerah yang
terasa tajam. Juga lakukan tes pada daerah di atas dahi menuju belakang
melewati puncak kepala. Jika cabang oftalmikus terkena sensasi akan timbul
kembali bila mencapai dermatom C2. Temperatur tidak diperiksa secara rutin
kecuali mencurigai siringobulbia, karena hilangnya sensasi temperatur terjadi
pada keadaan hilangnya sensasi nyeri, pasien tetap menutup kedua matanya dan
lakukan tes untuk raba halus dengan kapas yang baru dengan cara yang sama.
Pasien disuruh mengatakan “ya” setiap kali dia merasakan sentuhan kapas pada
kulitnya.
2.Motorik
Pemeriksaan dimulai dengan
menginspeksi adanya atrofi otot-otot temporalis dan masseter. Kemudian pasien
disuruh mengatupkan giginya dan lakukan palpasi adanya kontraksi masseter
diatas mandibula. Kemudian pasien disuruh membuka mulutnya (otot-otot
pterigoideus) dan pertahankan tetap terbuka sedangkan pemeriksa berusaha
menutupnya. Lesi unilateral dari cabang motorik menyebabkan rahang berdeviasi
kearah sisi yang lemah (yang terkena).
3. Refleks
Pemeriksaan refleks meliputi :
Refleks kornea
a.Langsung
Pasien diminta melirik ke arah
laterosuperior, kemudian dari arah lain kapas disentuhkan pada kornea mata,
misal pasien diminta melirik kearah kanan atas maka kapas disentuhkan pada
kornea mata kiri dan lakukan sebaliknya pada mata yang lain. Kemudian
bandingkan kekuatan dan kecepatan refleks tersebut kanan dan kiri saraf aferen berasal
dari N. V tetapi eferannya (berkedip) berasal dari N.VII.
b.Tak langsung (konsensual)
Sentuhan kapas pada kornea atas akan
menimbulkan refleks menutup mata pada mata kiri dan sebaliknya kegunaan
pemeriksaan refleks kornea konsensual ini sama dengan refleks cahaya
konsensual, yaitu untuk melihat lintasan mana yang rusak (aferen atau eferen).
Refleks bersin (nasal refleks)
Refleks masseter
Untuk melihat adanya lesi UMN
(certico bultar) penderita membuka mulut secukupnya (jangan terlalu lebar)
kemudian dagu diberi alas jari tangan pemeriksa diketuk mendadak dengan palu
refleks. Respon normal akan negatif yaitu tidak ada penutupan mulut atau
positif lemah yaitu penutupan mulut ringan. Sebaliknya pada lesi UMN akan
terlihat penutupan mulut yang kuat dan cepat.
f.Saraf abdusens (N. VI)
Pemeriksaan meliputi gerakan mata ke lateral,
strabismus konvergen dan diplopia tanda-tanda tersebut maksimal bila memandang
ke sisi yang terkena dan bayangan yang timbul letaknya horizonatal dan sejajar
satu sama lain.
g.Saraf fasialis (N. VII)
Pemeriksaan saraf fasialis dilakukan saat pasien diam
dan atas perintah (tes kekuatan otot) saat pasien diam diperhatikan :
Asimetri wajah
Kelumpuhan nervus VIII dapat menyebabkan penurunan
sudut mulut unilateral dan kerutan dahi menghilang serta lipatan nasolabial,
tetapi pada kelumpuhan nervus fasialis bilateral wajah masih tampak simetrik
Gerakan-gerakan abnormal (tic facialis, grimacing, kejang tetanus/rhisus
sardonicus tremor dan seterusnya ).
Ekspresi muka (sedih, gembira, takut, seperti topeng)
- Tes kekuatan otot
1.Mengangkat alis, bandingkan kanan dan kiri.
2.Menutup mata sekuatnya (perhatikan asimetri)
kemudioan pemeriksa mencoba membuka kedua mata tersebut bandingkan kekuatan
kanan dan kiri.
3.Memperlihatkan gigi (asimetri)
4.Bersiul dan menculu (asimetri / deviasi ujung bibir)
5.meniup sekuatnya, bandingkan kekuatan uadara dari
pipi masing-masing.
6.Menarik sudut mulut ke bawah.
- Tes sensorik
khusus (pengecapan) 2/3 depan lidah)
Pemeriksaan dengan rasa manis, pahit, asam, asin yang disentuhkan pada salah
satu sisi lidah.
-
Hiperakusis
Jika ada kelumpuhan N. Stapedius yang
melayani otot stapedius maka suara-suara yang diterima oleh telinga pasien
menjadi lebih keras intensitasnya.
h.Saraf Vestibulokokhlearis (N. VIII)
Ada dua macam pemeriksaan yaitu pemeriksaan pendengaran dan pemeriksaan fungsi
vestibuler
1)Pemeriksaan pendengaran
Inspeksi meatus akustikus akternus dari pasien untuk
mencari adanya serumen atau obstruksi lainnya dan membrana timpani untuk
menentukan adanya inflamasi atau perforasi kemudian lakukan tes pendengaran
dengan menggunakan gesekan jari, detik arloji, dan audiogram. Audiogram
digunakan untuk membedakan tuli saraf dengan tuli konduksi dipakai tes Rinne
dan tes Weber.
Tes Rinne
Garpu tala dengan frekuensi 256 Hz mula-mula dilakukan
pada prosesus mastoideus, dibelakang telinga, dan bila bunyi tidak lagi
terdengar letakkan garpu tala tersebut sejajar dengan meatus akustikus
oksterna. Dalam keadaan norma anda masih terdengar pada meatus akustikus eksternus.
Pada tuli saraf anda masih terdengar pada meatus akustikus eksternus. Keadaan
ini disebut Rinne negatif.
Tes Weber
Garpu tala 256 Hz diletakkan pada bagian tengah dahi
dalam keadaan normal bunyi akan terdengar pada bagian tengah dahi pada tuli
saraf bunyi dihantarkan ke telinga yang normal pada tuli konduktif bunyi
tedengar lebih keras pada telinga yang abnormal.
2)Pemeriksaan Fungsi Vestibuler
Pemeriksaan fungsi vestibuler meliputi : nistagmus,
tes romberg dan berjalan lurus dengan mata tertutup, head tilt test (Nylen –
Baranny, dixxon – Hallpike) yaitu tes untuk postural nistagmus.
i.Saraf glosofaringeus (N. IX) dan saraf vagus (N. X)
Pemeriksaan N. IX dan N X. karena secara klinis sulit dipisahkan maka biasanya
dibicarakan bersama-sama, anamnesis meliputi kesedak / keselek (kelumpuhan
palatom), kesulitan menelan dan disartria(khas bernoda hidung / bindeng).
Pasien disuruh membuka mulut dan inspeksi palatum dengan senter perhatikan
apakah terdapat pergeseran uvula, kemudian pasien disuruh menyebut “ah” jika
uvula terletak ke satu sisi maka ini menunjukkan adanya kelumpuhan nervus X
unilateral perhatikan bahwa uvula tertarik kearah sisi yang sehat.
Sekarang lakukan tes refleks muntah dengan lembut (nervus IX adalah komponen
sensorik dan nervus X adalah komponen motorik). Sentuh bagian belakang faring
pada setiap sisi dengan spacula, jangan lupa menanyakan kepada pasien apakah ia
merasakan sentuhan spatula tersebut (N. IX) setiap kali dilakukan. Dalam
keadaaan normal, terjadi kontraksi palatum molle secara refleks. Jika
konraksinya tidak ada dan sensasinya utuh maka ini menunjukkan kelumpuhan
nervus X, kemudian pasien disuruh berbicara agar dapat menilai adanya suara
serak (lesi nervus laringeus rekuren unilateral), kemudian disuruh batuk , tes
juga rasa kecap secara rutin pada sepertinya posterior lidah (N. IX).
j.Saraf Asesorius (N. XI)
Pemeriksaan saraf asesorius dengan cara meminta pasien
mengangkat bahunya dan kemudian rabalah massa otot trapezius dan usahakan untuk
menekan bahunya ke bawah, kemudian pasien disuruh memutar kepalanya dengan
melawan tahanan (tangan pemeriksa) dan juga raba massa otot sternokleido
mastoideus.
k.Saraf Hipoglosus (N. XII)
Pemeriksaan saraf Hipoglosus dengan cara; Inspeksi
lidah dalam keadaan diam didasar mulut, tentukan adanya atrofi dan fasikulasi
(kontraksi otot yang halus iregular dan tidak ritmik). Fasikulasi dapat
unilateral atau bilateral.
Pasien diminta menjulurkan lidahnya yang berdeviasi ke arah sisi yang lemah
(terkena) jika terdapat lesi upper atau lower motorneuron unilateral.
Lesi UMN dari N XII biasanya bilateral dan menyebabkan lidah imobil dan kecil.
Kombinasi lesi UMN bilateral dari N. IX. X, XII disebut kelumpuhan
pseudobulbar.
II.4. KELAINAN YANG DAPAT MENIMBULKAN GANGGUAN PADA
NERVUS CRANIALIS.
1)Saraf Olfaktorius. (N.I)
Kelainan pada nervus olfaktovius dapat menyebabkan
suatu keadaan berapa gangguan penciuman sering dan disebut anosmia, dan dapat
bersifat unilatral maupun bilateral. Pada anosmia unilateral sering pasien
tidak mengetahui adanya gangguan penciuman.
Proses penciuman dimulai dari sel-sel olfakrorius di hidung yang serabutnya
menembus bagian kribiformis tulang ethmoid di dasar di dasar tengkorak dn
mencapai pusat penciuman lesi atau kerusakan sepanjang perjalanan impuls
penciuman akan mengakibatkan anosmia.
Kelainan yang dapat menimbulkan gangguan penciuman
berupa:
Agenesis traktus olfaktorius
Penyakit mukosa olfaktorius bro rhinitis dan tumor
nasal
Sembuhnya rhinitis berarti juga pulihnya penciuman, tetapi pada rhinitis
kronik, dimana mukosa ruang hidung menjadi atrofik penciuman dapat hilang untuk
seterusnya.
Destruksi filum olfaktorius karena fraktur lamina feribrosa.
Destruksi bulbus olfaktorius dan traktus akibat kontusi “countre coup”,
biasanya disebabkan karena jatuh pada belakang kepala. Anosmia unilateral atau
bilalteral mungkin merupakan satu-satunya bukti neurologis dari trauma vegio
orbital.
Sinusitas etmoidalis, osteitis tulang etmoid, dan peradangan selaput otak
didekatnya.
Tumor garis tengah dari fosa kranialis anterior, terutama meningioma sulkus
olfaktorius (fossa etmoidalis), yang dapat menghasilkan trias berupa anosmia,
sindr foster kennedy, dan gangguan kepribadian jenis lobus orbitalis. Adenoma
hipofise yang meluas ke rostral juga dapat merusak penciuman.
Penyakit yang mencakup lobus temporalis anterior dan basisnya (tumor intrinsik
atau ekstrinsik).
Pasien mungkin tidak menyadari bahwa indera penciuman hilang sebaliknya, dia
mungkin mengeluh tentang rasa pengecapan yang hilang, karena kemampuannya untuk
merasakan aroma, suatu sarana yang penting untuk pengecapan menjadi hilang.
2)Saraf Optikus (N.II)
Kelainan pada nervus optikus dapat menyebabkan gangguan penglihatan.
Gangguan penglihatan dapat dibagi menjadi gangguan visus dan gangguan lapangan
pandang. Kerusakan atau terputusnya jaras penglitan dapat mengakibatkan
gangguan penglihatan kelainan dapat terjadi langsung pada nevrus optikus itu
sendiri atau sepanjang jaras penglihatan yaitu kiasma optikum, traktus optikus,
radiatio optika, kortek penglihatan. Bila terjadi kelainan berat makan dapat
berakhir dengan kebutaan.
Orang yang buta kedua sisi tidak mempunyai lapang pandang, istilah untuk
buta ialah anopia atau anopsia. Apabila lapang pandang kedua mata hilang
sesisi, maka buta semacam itu dinamakan hemiopropia.
Berbagai macam perubahan pada bentuk lapang pandang mencerminkan lesi pada
susunan saraf optikus. Perubahan tersebut seperti tertera pada gambar 1.
Kelainan atau lesi pada nervus optikus dapat disebabkan oleh:
1.Trauma Kepala
2.Tumor serebri (kraniofaringioma, tumor hipfise, meningioma, astrositoma)
3.Kelainan pembuluh darah
Misalnya
pada trombosis arteria katotis maka pangkal artera oftalmika dapat ikut
tersumbat jug. Gambaran kliniknya berupa buta ipsilateral.
4.Infeksi.
Pada pemeriksaan funduskopi dapat dilihat hal-hal sebagai berikut:
a.Papiledema (khususnya stadium dini)
Papiledema ialah sembab pupil yang bersifat non-infeksi dan terkait pada
tekanan intrakkranial yang meninggi, dapat disebabkan oleh lesi desak ruang,
antara lain hidrocefalus, hipertensi intakranial benigna, hipertensi stadium
IV. Trombosis vena sentralis retina.
b.Atrofi optik
Dapat disebabkan oleh papiledema kronik atau papilus, glaukoma, iskemia,
famitral, misal: retinitis pigmentosa, penyakit leber, ataksia friedrich.
c.Neuritis optik.
3)Saraf Okulomotorius (N.III)
Kelainan berupa paralisis nervus okulomatorius menyebabkan bola mata tidak
bisa bergerak ke medial, ke atas dan lateral, kebawah dan keluar. Juga
mengakibatkan gangguan fungsi parasimpatis untuk kontriksi pupil dan akomodasi,
sehingga reaksi pupil akan berubah. N. III juga menpersarafi otot kelopak mata
untuk membuka mata, sehingga kalau lumpuh, kelopak mata akan jatuh ( ptosis)
Kelumpuhan okulomotorius lengkap memberikan sindrom di bawah ini:
1.Ptosis,
disebabkan oleh paralisis otot levator palpebra dan tidak adanya perlawanan
dari kerja otot orbikularis okuli yang dipersarafi oleh saraf fasialis.
2.Fiksasi
posisi mata, dengan pupil ke arah bawah dan lateral, karena tak adanya
perlawanan dari kerja otot rektus lateral dan oblikus superior.
3.Pupil yang
melebar, tak bereaksi terhadap cahaya dan akomodasi.
Jika seluruh otot mengalami paralisis secara akut, kerusakan biasanya terjadi
di perifer, paralisis otot tunggal menandakan bahwa kerusakan melibatkan
nukleus okulomotorius.
Penyebab kerusakan diperifer meliputi; a). Lesi kompresif seperti tumor
serebri, meningitis basalis, karsinoma nasofaring dan lesi orbital. b). Infark
seperti pada arteritis dan diabetes.
4)Saraf Troklearis (N. IV)
Kelainan berupa paralisis nervus troklearis menyebabkan bola mata tidak bisa
bergerak kebawah dan kemedial.
Ketika pasien melihat lurus kedepan atas, sumbu dari mata yang sakit lebih
tinggi daripada mata yang lain. Jika pasien melihat kebawah dan ke medial, mata
berotasi dipopia terjadi pada setiap arah tatapan kecuali paralisis yang
terbatas pada saraf troklearis jarang terjadi dan sering disebabkan oleh
trauma, biasanya karena jatuh pada dahi atu verteks.
5)Saraf Abdusens (N. VI)
Kelainan pada paralisis nervus abdusens menyebabkan
bola mata tidak bisa bergerak ke lateral, ketika pasien melihat lurus ke atas,
mata yang sakit teradduksi dan tidak dapat digerakkan ke lateral, ketika pasien
melihat ke arah nasal, mata yang paralisis bergerak ke medial dan ke atas
karena predominannya otot oblikus inferior.
Jika ketiga saraf motorik dari satu mata semuanya terganggu, mata tampak
melihat lurus keatas dan tidak dapat digerakkan kesegala arah dan pupil melebar
serta tidak bereaksi terhadap cahaya (oftalmoplegia totalis). Paralisis
bilateral dari otot-otot mata biasanya akibat kerusakan nuklear. Penyebab
paling sering dari paralisis nukleus adalah ensefelaitis, neurosifilis, mutiple
sklerosis, perdarahan dan tumor.
Penyebab yang paling sering dari kelumpuhan otot-otot mata perifer adalah
meningitis, sinusistis, trombosis sinus kavernosus, anevrisma arteri karotis
interva atau arteri komunikantes posterior, fraktur basis kranialis.
6)Saraf Trigeminus (N. V)
Kelainan yang dapat menimbulkan gangguan pada nerus
trigeminus antara lain : Tumor pada bagian fosa posterior dapat menyebabkan
kehilangan reflek kornea, dan rasa baal pada wajah sebagai tanda-tanda dini.
Gangguan nervus trigeminus yang paling nyata adalah neuralgia trigeminal atau
tic douloureux yang menyebabkan nyeri singkat dan hebat sepanjang percabangan
saraf maksilaris dan mandibularis dari nervus trigeminus. Janeta (1981)
menemukan bahwa penyebab tersering dari neurolgia trigeminal dicetuskan oleh
pembuluh darah. Paling sering oleh arteri serebelaris superior yang melingkari
radiks saraf paling proksimal yang masih tak bermielin.
Kelainan berapa lesi ensefalitis akut di pons dapat menimbulkan gangguan berupa
trismus, yaitu spasme tonik dari otot-otot pengunyah. Karena tegangan abnormal
yang kuat pada otot ini mungkin pasien tidak bisa membuka mulutnya.
7)Saraf Fasialis (N. VII)
Kelainan yang dapat menyebabkan paralis nervus
fasialis antara lain:
Lesi UMN (supranuklear) : tumor dan lesi vaskuler.
Lesi LMN :
Penyebab pada pons, meliputi tumor, lesi vaskuler dan siringobulbia.
Pada fosa posterior, meliputi neuroma akustik, meningioma, dan meningitis
kronik.
Pada pars petrosa os temporalis dapat terjadi Bell’s palsy, fraktur, sindroma
Rumsay Hunt, dan otitis media.
Penyebab kelumpuhan fasialis bilateral antara lain Sindrom Guillain Barre, mononeuritis
multipleks, dan keganasan parotis bilateral.
Penyebab hilangnya rasa kecap unilateral tanpa kelainan lain dapat terjadi pada
lesi telinga tengah yang meliputi Korda timpani atau nervus lingualis, tetapi
ini sangat jarang.
Gangguan nervus fasialis dapat mengakibatkan kelumpuhan otot-otot wajah,
kelopak mata tidak bisa ditutup, gangguan air mata dan ludah, gangguan rasa
pengecap di bagian belakang lidah serta gangguan pendengaran (hiperakusis).
Kelumpuhan fungsi motorik nervus fasialis mengakibatkan otot-otot wajah satu
sisi tidak berfungsi, ditandai dengan hilangnya lipatan hidung bibir, sudut
mulut turun, bibir tertarik kesisi yang sehat. Pasien akan mengalami kesulitan
mengunyah dan menelan. Air ludah akan keluar dari sudut mulut yang turun. Kelopak
mata tidak bisa menutup pada sisi yang sakit, terdapat kumpulan air mata di
kelopak mata bawah (epifora). Refleks kornea pada sisi sakit tidak ada.
8)Saraf Vestibulokoklearis
Kelainan pada nervus vestibulokoklearis dapat
menyebabkan gangguan pendengaran dan keseimbangan (vertigo).
Kelainan yang dapat menimbulkan gangguan pada nervus
VIII antara lain:
Gangguan pendengaran, berupa :
Tuli saraf dapat disebabkan oleh tumor, misal neuroma akustik. Degenerasi misal
presbiaksis. Trauma, misal fraktur pars petrosa os temporalis, toksisitas misal
aspirin, streptomisin atau alkohol, infeksi misal, sindv rubella kongenital dan
sifilis kongenital.
Tuli konduktif dapat disebabkan oleh serumen, otitis
media, otoskleroris dan penyakit Paget.
Gangguan Keseimbangan dengan penyebab kelainan
vestibuler
Pada labirin meliputi penyakit meniere, labirinitis akut, mabuk kendaraan,
intoksikasi streptomisin.
Pada vestibuler meliputi semua penyebab tuli saraf
ditambah neuronitis vestibularis.
Pada batang otak meliputi lesi vaskuler, tumor serebelum atau tumor ventrikel
IV demielinisasi.
Pada lobus temporalis meliputi epilepsi dan iskemia.
9)Saraf Glosofaringeus (N. IX) dan Saraf Vagus (N. X)
Gangguan pada komponen sensorik dan motorik dari N. IX
dan N. X dapat mengakibatkan hilangnya refleks menelan yang berisiko terjadinya
aspirasi paru.
Kehilangan refleks ini pada pasien akan menyebabkan pneumonia aspirasi, sepsis
dan adult respiratory distress syndome (ARDS) kondisi demikian bisa berakibat
pada kematian. Gangguan nervus IX dan N. X menyebabkan persarafan otot-otot
menelan menjadi lemah dan lumpuh. Cairan atau makanan tidak dapat ditelan ke
esofagus melainkan bisa masuk ke trachea langsung ke paru-paru.
Kelainan yang dapat menjadi penyebab antara lain :
Lesi batang otak (Lesi N IX dan N. X)
1 . Syringobulbig (cairan berkumpul di
medulla oblongata)
2. Pasca
operasi trepansi serebelum
3. Pasca operasi di daerah
kranioservikal
10)Saraf Asesorius (N. XI)
Gangguan N. XI mengakibatkan kelemahan otot bahu (otot trapezius) dan otot leher
(otot sterokleidomastoideus). Pasien akan menderita bahu yang turun sebelah
serta kelemahan saat leher berputar ke sisi kontralateral.
Kelainan pada nervus asesorius dapat berupa robekan serabut saraf, tumor dan
iskemia akibatnya persarafan ke otot trapezius dan otot stemokleidomastoideus
terganggu.
11)Saraf Hipoglossus (N. XII)
Kerusakan nervus hipoglossus dapat disebabkan oleh kelainan di batang otak,
kelainan pembuluh darah, tumor dan syringobulbia. Kelainan tersebut dapat
menyebabkan gangguan proses pengolahan makanan dalam mulut, gangguan menelan
dan gangguan proses pengolahan makanan dalam mulut, gangguan menelan dan
gangguan bicara (disatria) jalan nafas dapat terganggu apabila lidah tertarik
ke belakang.